Dalam sunyi malam yang kelam,
Ada jerit yang tertahan dalam dada,
Bukan jerit yang menggema lantang,
Namun tangis tanpa suara, merasuk jiwa.
Ketika awan hitam menutupi bintang,
Dan bulan terhuyung dalam pekat malam,
Raga ini lunglai, lemah tak berdaya,
Meratap dalam senyap, mengiringi hampa.
Tangis ini bukan sekadar air mata,
Bukan tangisan yang pecah di pipi basah,
Ini adalah jeritan hati yang terbungkam,
Dalam kegelapan yang mencekam.
Hati yang terluka, tersayat dalam diam,
Tak ada tempat mengadu, hanya temaram,
Menggugurkan harap, merengkuh luka,
Dalam tangis tanpa suara, merana.
Kata-kata hilang, terserap dalam bisu,
Seperti angin yang berlalu tak berjejak,
Begitu pula duka yang tersimpan,
Menggumpal dalam jiwa yang sepi.
Bisu bukan berarti tanpa rasa,
Karena di balik keheningan ini,
Ada lautan emosi yang membuncah,
Mencari pelarian dalam hening yang nyata.
Tangis ini, tangis tanpa suara,
Adalah nyanyian sunyi jiwa yang lelah,
Mengiringi hari demi hari yang kelam,
Tanpa cahaya, tanpa canda, hanya diam.
Bila engkau mendengar senandung ini,
Ketahuilah, bukan sekadar kesedihan,
Namun penantian akan pelukan hangat,
Yang mampu menghapus derita diam-diam.
Tangis tanpa suara, adalah doa tersembunyi,
Meminta kekuatan dalam kerapuhan,
Mengharap cahaya di ujung gelap,
Menghapus tangis tanpa suara, untuk selamanya.