Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Problematika Birokrasi dan Administrasi Pemerintah dalam UU "Omnibus Law" Cipta Kerja

10 Juli 2024   08:59 Diperbarui: 10 Juli 2024   08:59 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

UU Cipta Kerja, yang juga dikenal sebagai Omnibus Law, disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia pada tahun 2020. Tujuan utama undang-undang ini adalah untuk menyederhanakan regulasi dan mempercepat investasi guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Namun, penerapannya memunculkan sejumlah problematika, terutama dalam bidang birokrasi dan administrasi pemerintahan.

### Kompleksitas dan Ketidakpastian Hukum

Salah satu masalah utama yang muncul adalah kompleksitas dan ketidakpastian hukum. UU Cipta Kerja mencakup perubahan pada banyak undang-undang yang sudah ada, yang memerlukan penyesuaian cepat dari berbagai instansi pemerintah. Hal ini menyebabkan kebingungan dalam penerapan peraturan baru, baik di tingkat pusat maupun daerah. Banyak pejabat pemerintah merasa kesulitan menafsirkan dan mengimplementasikan aturan-aturan baru yang sering kali tumpang tindih.

Ketidakpastian ini juga berdampak pada pelaku usaha yang harus beradaptasi dengan regulasi yang berubah-ubah. Mereka sering kali bingung tentang prosedur perizinan yang harus ditempuh, sehingga tujuan untuk mempercepat investasi justru terhambat oleh birokrasi yang tidak siap dan kurangnya sosialisasi mengenai aturan baru.

### Reformasi Birokrasi yang Belum Maksimal

UU Cipta Kerja seharusnya menjadi momentum untuk reformasi birokrasi, namun kenyataannya implementasi di lapangan belum maksimal. Salah satu tujuan dari undang-undang ini adalah untuk memangkas birokrasi yang berbelit-belit. Meskipun beberapa prosedur telah disederhanakan, banyak birokrasi masih berjalan lambat dan kurang efisien. Ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk kurangnya kompetensi dan kapasitas sumber daya manusia di pemerintahan.

Kurangnya pelatihan dan pembinaan bagi pejabat birokrasi menyebabkan mereka tidak siap menghadapi perubahan besar yang diusung oleh UU Cipta Kerja. Selain itu, resistensi dari birokrat yang merasa kehilangan wewenang dan kekuasaan juga menjadi hambatan signifikan dalam proses reformasi birokrasi ini.

### Sentralisasi dan Otonomi Daerah

UU Cipta Kerja juga menimbulkan isu terkait sentralisasi dan otonomi daerah. Sebelum undang-undang ini, Indonesia menganut sistem desentralisasi yang memberikan wewenang luas kepada pemerintah daerah. Namun, UU Cipta Kerja mengalihkan banyak wewenang tersebut ke pemerintah pusat, dengan alasan untuk menyederhanakan dan mempercepat proses perizinan dan investasi.

Hal ini memunculkan ketidakpuasan di kalangan pemerintah daerah yang merasa hak otonomi mereka dirampas. Konflik kepentingan antara pemerintah pusat dan daerah menjadi semakin intensif, menghambat koordinasi dan kerjasama yang seharusnya terjalin baik untuk mencapai tujuan bersama. Sentralisasi yang berlebihan juga dikhawatirkan dapat mengurangi akuntabilitas dan transparansi pemerintahan di tingkat lokal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun