Pada Pemilu 1997, pengawasan dilakukan oleh lembaga-lembaga yang dikontrol oleh pemerintah, sehingga sulit diharapkan adanya pengawasan yang independen dan objektif. Namun, pada sisi lain, karena terpusatnya kontrol, pelanggaran yang terjadi relatif lebih terstruktur dan mudah diidentifikasi.
Untuk Pilkada Serentak 2024, pengawasan dilakukan oleh berbagai lembaga independen seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun, meski independen, pengawasan sering kali kurang efektif karena terbatasnya sumber daya dan tingginya jumlah pelanggaran. Penegakan hukum juga seringkali lemah, dengan banyak kasus politik uang yang tidak ditindaklanjuti secara serius. Akibatnya, kepercayaan publik terhadap integritas Pilkada menurun.
#### Partisipasi dan Pendidikan Politik
Partisipasi politik pada Pemilu 1997 didorong oleh mobilisasi dari atas, di mana pemerintah mendorong partisipasi sebagai bentuk legitimasi rezim. Pendidikan politik yang diberikan kepada masyarakat sangat terbatas dan seringkali bersifat indoktrinatif.
Pada Pilkada Serentak 2024, partisipasi politik lebih bersifat sukarela dan didorong oleh kesadaran politik yang lebih tinggi. Pendidikan politik juga lebih terbuka, dengan banyaknya organisasi masyarakat sipil dan media yang memberikan informasi dan edukasi kepada pemilih. Namun, tantangan yang dihadapi adalah maraknya disinformasi dan berita palsu yang menyebar melalui media sosial, yang dapat mempengaruhi keputusan pemilih.
#### Infrastruktur dan Logistik
Pemilu 1997 diadakan dengan infrastruktur dan logistik yang sangat terbatas. Banyak daerah yang sulit dijangkau dan proses distribusi logistik pemilu sering kali tidak efisien. Meskipun demikian, karena pemilu ini sangat terkontrol oleh pemerintah pusat, ada upaya maksimal untuk memastikan logistik pemilu berjalan lancar demi legitimasi rezim.
Pilkada Serentak 2024 menghadapi tantangan logistik yang jauh lebih besar, mengingat skala dan kompleksitas pemilihan yang diadakan secara serentak di seluruh negeri. Tantangan ini mencakup distribusi logistik ke daerah-daerah terpencil, memastikan keamanan kotak suara, serta menangani masalah teknis seperti kerusakan alat hitung cepat. Meski teknologi dan infrastruktur telah jauh berkembang, pelaksanaan logistik pemilu masih sering menghadapi kendala di lapangan.
#### Transparansi dan Akses Informasi
Pemilu 1997 terkenal dengan kurangnya transparansi. Pemerintah dan Golkar memiliki kontrol penuh atas media, sehingga informasi yang disampaikan kepada publik sangat terfilter dan sering kali tidak objektif. Hasil pemilu juga sering kali diragukan karena kurangnya akses publik untuk memverifikasi kebenarannya.
Pilkada Serentak 2024 diadakan dalam era keterbukaan informasi, di mana akses terhadap informasi jauh lebih mudah dan luas. Media massa dan media sosial memainkan peran penting dalam menyebarkan informasi terkait pemilu. Namun, transparansi ini juga membawa tantangan tersendiri, seperti penyebaran hoaks dan informasi yang tidak akurat. Meski demikian, adanya banyak sumber informasi memungkinkan publik untuk melakukan cross-check dan lebih kritis terhadap informasi yang diterima.