Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Omnibus Law: Pemerintah Salah Diagnosis atau Hanya Kecemasan Masyarakat?

9 Juli 2024   06:29 Diperbarui: 9 Juli 2024   11:50 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
instagram.com/bicaralahburuh

Omnibus Law, sebuah konsep legislasi yang menggabungkan berbagai undang-undang ke dalam satu paket besar, telah menjadi sorotan utama di Indonesia sejak disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja pada tahun 2020. UU ini dirancang dengan tujuan untuk meningkatkan kemudahan berbisnis, menciptakan lapangan kerja, dan merangsang investasi. Namun, perdebatan sengit menyertai perjalanan UU ini, dengan pihak pemerintah mengklaim manfaatnya bagi perekonomian, sementara masyarakat, terutama buruh dan aktivis, menyuarakan kekhawatiran tentang potensi dampak negatifnya. Pertanyaan utamanya adalah: Apakah pemerintah salah dalam mendiagnosis masalah yang ingin diatasi oleh Omnibus Law, ataukah ini hanya merupakan kecemasan berlebihan dari masyarakat?

**Pemerintah dan Tujuan Ekonomi**

Pemerintah Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, telah menjadikan Omnibus Law sebagai salah satu pilar utama dalam agendanya untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Dengan tingkat pengangguran yang tinggi dan perlambatan ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi COVID-19, pemerintah melihat Omnibus Law sebagai solusi untuk menciptakan lingkungan investasi yang lebih menarik dan mendorong pertumbuhan sektor swasta.

Penyederhanaan perizinan, penghapusan regulasi yang tumpang tindih, serta peningkatan fleksibilitas dalam hubungan industrial adalah beberapa poin utama dari UU Cipta Kerja. Dalam teori ekonomi, langkah-langkah ini diharapkan dapat menurunkan biaya bisnis, meningkatkan daya saing Indonesia di kancah internasional, dan pada akhirnya menciptakan lapangan kerja baru.

Namun, kritikan muncul dari berbagai kalangan yang menilai bahwa pemerintah terlalu berfokus pada kepentingan ekonomi jangka pendek tanpa mempertimbangkan dampak sosial jangka panjangnya. Mereka berpendapat bahwa pemerintah salah mendiagnosis akar permasalahan ekonomi Indonesia yang sebenarnya, yang lebih kompleks dan memerlukan pendekatan yang lebih holistik.

**Kekhawatiran Masyarakat**

Di sisi lain, kelompok buruh dan aktivis lingkungan, serta akademisi, telah menyuarakan kekhawatiran yang signifikan terhadap Omnibus Law. Mereka menganggap bahwa UU ini mengancam hak-hak pekerja dan lingkungan hidup. Beberapa ketentuan dalam UU Cipta Kerja dianggap melemahkan perlindungan tenaga kerja, seperti pemangkasan pesangon, peningkatan fleksibilitas kontrak kerja, dan penghapusan upah minimum sektoral. Selain itu, deregulasi di sektor lingkungan dinilai berpotensi memperburuk kerusakan lingkungan dan mengancam keberlanjutan sumber daya alam.

Kekhawatiran masyarakat ini tidak bisa dianggap remeh. Dalam banyak kasus, regulasi yang lebih longgar memang bisa memberikan ruang bagi eksploitasi berlebihan oleh perusahaan tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan. Pengalaman dari negara-negara lain menunjukkan bahwa deregulasi yang agresif sering kali mengarah pada peningkatan ketimpangan sosial dan degradasi lingkungan yang sulit diperbaiki.

**Diagnosis Pemerintah: Sebuah Analisis**

Menilik lebih dalam, apakah pemerintah benar-benar salah dalam mendiagnosis masalah? Atau adakah validitas dalam pendekatan yang mereka ambil? Secara objektif, ada beberapa poin yang perlu dipertimbangkan.

Pertama, reformasi regulasi memang diperlukan untuk mengatasi birokrasi yang berbelit-belit dan tidak efisien di Indonesia. World Bank's Ease of Doing Business Index sering menempatkan Indonesia pada posisi yang kurang menguntungkan, menandakan perlunya reformasi yang signifikan. Di sinilah peran Omnibus Law menjadi relevan.

Kedua, penciptaan lapangan kerja memang menjadi kebutuhan mendesak di tengah tingginya tingkat pengangguran. Dengan populasi muda yang terus bertambah, kebutuhan akan pekerjaan yang layak dan berkelanjutan menjadi salah satu prioritas utama. Dalam konteks ini, langkah-langkah yang mendorong investasi dan pertumbuhan sektor swasta dapat memberikan solusi.

Namun, diagnosis ini tidaklah sempurna tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang. Fleksibilitas dalam hubungan industrial dan deregulasi lingkungan harus diimbangi dengan mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan. Selain itu, dialog sosial yang inklusif dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk serikat pekerja dan organisasi masyarakat sipil, sangat penting untuk memastikan bahwa reformasi yang dilakukan berkeadilan dan berkelanjutan.

**Kecemasan Masyarakat: Apakah Beralasan?**

Kecemasan masyarakat terhadap Omnibus Law, meskipun terlihat berlebihan bagi sebagian pihak, sebenarnya berakar pada pengalaman nyata dan potensi risiko yang mungkin terjadi. Sejarah menunjukkan bahwa deregulasi tanpa kontrol yang memadai dapat berdampak buruk. Oleh karena itu, kekhawatiran tersebut harus diakomodasi dalam proses implementasi UU ini.

Pemerintah perlu transparan dan responsif terhadap kritik yang muncul. Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang bisa beradaptasi dengan masukan dan kritik yang konstruktif. Dengan demikian, pemerintah dapat membangun kepercayaan masyarakat dan memastikan bahwa tujuan utama dari Omnibus Law, yaitu memperbaiki iklim investasi dan menciptakan lapangan kerja, dapat tercapai tanpa mengorbankan hak-hak sosial dan lingkungan.

**Kesimpulan**

Omnibus Law adalah upaya ambisius pemerintah Indonesia untuk mengatasi berbagai masalah ekonomi yang kompleks. Namun, dalam prosesnya, penting bagi pemerintah untuk tidak mengabaikan kekhawatiran masyarakat. Diagnosis yang tepat dan inklusif, serta pelaksanaan yang transparan dan bertanggung jawab, adalah kunci keberhasilan dari kebijakan ini. Pada akhirnya, tujuan dari setiap kebijakan adalah kesejahteraan rakyat, dan ini hanya bisa dicapai melalui pendekatan yang berimbang dan berkeadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun