Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apakah Kemiskinan Itu Bisa Dihayati?

2 Juli 2024   06:11 Diperbarui: 2 Juli 2024   06:36 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemiskinan adalah masalah kompleks yang mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. Dalam banyak hal, kemiskinan tidak hanya mencerminkan kekurangan materi, tetapi juga ketidakmampuan seseorang untuk mengakses kebutuhan dasar seperti makanan, pendidikan, dan perawatan kesehatan. 

Namun, pertanyaan yang muncul adalah, apakah kemiskinan itu bisa dihayati? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus mempertimbangkan berbagai dimensi kemiskinan dan dampaknya terhadap individu serta masyarakat.

Kemiskinan sering kali diukur dengan menggunakan indikator ekonomi seperti pendapatan per kapita atau tingkat pengeluaran. Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan garis kemiskinan yang mencakup kebutuhan minimum kalori dan non-kalori. Individu atau keluarga yang pendapatannya berada di bawah garis ini dikategorikan sebagai miskin. Namun, perspektif ini hanya memberikan gambaran parsial tentang realitas kemiskinan.

Selain aspek ekonomi, kemiskinan juga memiliki dimensi sosial, budaya, dan psikologis. Orang yang hidup dalam kemiskinan seringkali mengalami stigma sosial dan marginalisasi. 

Mereka mungkin merasa malu atau rendah diri karena ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup yang dianggap layak oleh masyarakat. Rasa malu ini bisa menghambat partisipasi mereka dalam kehidupan sosial dan ekonomi, menciptakan lingkaran setan kemiskinan yang sulit diputus.

Kemiskinan juga mempengaruhi kesehatan mental. Stres yang berkepanjangan akibat ketidakpastian ekonomi dan ketidakamanan bisa menyebabkan gangguan mental seperti depresi dan kecemasan. Orang yang hidup dalam kemiskinan juga lebih rentan terhadap kekerasan domestik dan kriminalitas, yang menambah beban psikologis mereka.

Dalam konteks ini, pertanyaan apakah kemiskinan bisa dihayati menjadi relevan. Menghayati kemiskinan berarti mencoba memahami dan merasakan kondisi hidup orang miskin dari sudut pandang mereka. 

Hal ini bisa dilakukan melalui berbagai cara, seperti tinggal bersama komunitas miskin untuk periode waktu tertentu, atau bekerja langsung dengan lembaga yang memberikan bantuan kepada orang miskin. Tujuan dari pengalaman ini adalah untuk mendapatkan wawasan langsung tentang tantangan dan kesulitan yang dihadapi oleh mereka yang hidup dalam kemiskinan.

Namun, menghayati kemiskinan juga memiliki batasannya. Orang yang mencoba menghayati kemiskinan biasanya melakukannya dengan kesadaran bahwa mereka memiliki jaringan pengaman---mereka dapat kembali ke kehidupan yang lebih nyaman kapan saja. Sementara itu, orang yang benar-benar miskin tidak memiliki pilihan ini. 

Pengalaman singkat seseorang tidak dapat sepenuhnya mencerminkan ketidakpastian dan tekanan yang dialami oleh orang miskin setiap hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun