Setelah jatuhnya Soeharto pada tahun 1998, Indonesia mengalami transisi politik yang signifikan. Pemilu 1999 menjadi ajang bagi partai-partai politik untuk menunjukkan kekuatan mereka dalam sistem politik yang lebih terbuka. PDI, dengan sejarah panjang sebagai partai oposisi, memiliki peluang untuk menarik dukungan dari pemilih yang menginginkan perubahan dan reformasi.
**2. Kekuatan dan Kelemahan PDI**
Kekuatan PDI terletak pada basis massa yang kuat di daerah-daerah tertentu, khususnya di Jawa dan Bali. Selain itu, PDI memiliki jaringan kader yang luas dan berpengalaman dalam politik nasional. Namun, partai ini juga menghadapi tantangan, termasuk citra yang masih lekat dengan konflik internal dan persepsi publik tentang korupsi.
**3. Strategi Kampanye**
Di bawah Budi Hardjono, PDI mengadopsi strategi kampanye yang berfokus pada isu-isu populis dan reformasi. PDI berusaha untuk menempatkan diri sebagai partai yang mewakili kepentingan rakyat kecil dan berkomitmen untuk menghapus korupsi dan memperbaiki ekonomi.
**4. Faktor Ekonomi dan Sosial**
Kondisi ekonomi Indonesia pada akhir 1990-an yang terpuruk akibat krisis moneter menjadi salah satu faktor penting dalam pemilu 1999. PDI berusaha menarik dukungan dengan menawarkan solusi ekonomi yang berpihak pada rakyat kecil, termasuk janji-janji untuk meningkatkan kesejahteraan dan menciptakan lapangan kerja.
**5. Persaingan dengan Partai Lain**
Pemilu 1999 juga diikuti oleh berbagai partai baru yang muncul setelah jatuhnya Orde Baru. PDI harus bersaing dengan partai-partai ini untuk menarik dukungan pemilih. Partai-partai seperti PDIP, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Amanat Nasional (PAN) bahkan Golkar Yang Berkuasa Mendukung Pemerintahan Habibie juga berusaha mengkonsolidasikan dukungan dari pemilih yang menginginkan perubahan.
#### Hipotesis Kemenangan
Berdasarkan analisis di atas, dapat dihipotesiskan bahwa PDI di bawah Budi Hardjono memiliki potensi untuk meraih kemenangan di Pemilu 1999 jika beberapa kondisi terpenuhi: