Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apakah Marbut Masjid Itu Seorang Marhaen?

21 Juni 2024   07:30 Diperbarui: 21 Juni 2024   08:15 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah Marbut Masjid Itu Kaum Marhaen?

Dalam dinamika sosial masyarakat Indonesia, istilah "marhaen" sering kali digunakan untuk merujuk pada kaum kecil atau rakyat jelata yang hidup sederhana dan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Konsep ini pertama kali dipopulerkan oleh Bung Karno, yang menggunakan istilah "kaum marhaen" untuk menggambarkan rakyat Indonesia yang tertindas dan bekerja tanpa mendapatkan keuntungan yang layak dari hasil kerjanya. Di sisi lain, "marbut" adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada penjaga atau pengurus masjid, yang bertugas menjaga kebersihan dan ketertiban rumah ibadah serta melayani kebutuhan jamaah.

Dalam konteks pertanyaan apakah marbut masjid termasuk dalam kaum marhaen, perlu ditinjau beberapa aspek yang meliputi peran, kondisi ekonomi, dan status sosial marbut masjid dalam masyarakat.

### Peran dan Tanggung Jawab Marbut Masjid

Marbut masjid memiliki tanggung jawab yang sangat penting dalam menjaga keberlangsungan fungsi masjid sebagai tempat ibadah dan pusat kegiatan keagamaan. Tugas mereka mencakup menjaga kebersihan masjid, memastikan kelengkapan fasilitas ibadah, serta membantu jamaah dalam berbagai kegiatan, seperti mengatur jalannya shalat berjamaah dan acara keagamaan lainnya. Pekerjaan ini menuntut dedikasi dan komitmen yang tinggi, sering kali tanpa imbalan yang sebanding dengan usaha dan waktu yang mereka curahkan.

### Kondisi Ekonomi Marbut Masjid

Dari segi ekonomi, marbut masjid umumnya mendapatkan penghasilan yang relatif rendah. Sebagian besar marbut masjid bekerja dengan gaji yang tidak tetap dan sering kali hanya mengandalkan pemberian dari jamaah atau dana yang disisihkan oleh pengurus masjid. Penghasilan ini biasanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka secara layak, sehingga banyak marbut masjid yang harus bekerja sampingan atau menjalankan usaha kecil-kecilan untuk mencukupi kebutuhan keluarga.

### Status Sosial Marbut Masjid

Status sosial marbut masjid di masyarakat juga cenderung rendah. Meskipun mereka memegang peran penting dalam kehidupan beragama, marbut sering kali tidak mendapatkan penghargaan atau pengakuan yang layak dari masyarakat. Dalam banyak kasus, pekerjaan mereka dianggap remeh dan tidak memiliki prospek untuk peningkatan karier atau kesejahteraan yang lebih baik.

### Marbut Masjid Sebagai Kaum Marhaen

Melihat kondisi tersebut, dapat dikatakan bahwa marbut masjid termasuk dalam kategori kaum marhaen. Mereka adalah bagian dari masyarakat yang bekerja keras dengan imbalan yang minim, sering kali diabaikan dalam struktur sosial yang lebih luas. Seperti yang digambarkan oleh Bung Karno, marbut masjid adalah contoh nyata dari rakyat kecil yang terus berjuang untuk hidup meskipun dalam keterbatasan.

Namun demikian, peran marbut masjid tidak boleh dipandang sebelah mata. Mereka adalah pilar penting dalam kehidupan beragama masyarakat, yang memastikan bahwa masjid tetap berfungsi sebagai pusat ibadah dan komunitas. Dukungan dan perhatian lebih dari masyarakat serta pengurus masjid sangat diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan penghargaan terhadap marbut masjid.

### Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Marbut Masjid

Ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk meningkatkan kesejahteraan marbut masjid. Pertama, pengurus masjid perlu memastikan bahwa marbut mendapatkan gaji yang layak dan memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Kedua, memberikan kesempatan pelatihan dan pendidikan bagi marbut untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka, sehingga mereka dapat menjalankan tugas dengan lebih baik dan memiliki peluang untuk memperbaiki kondisi ekonomi.

Ketiga, masyarakat harus lebih menghargai peran marbut masjid dengan memberikan dukungan dan bantuan, baik dalam bentuk materiil maupun non-materiil. Penghargaan sosial yang lebih tinggi akan meningkatkan semangat dan motivasi marbut dalam menjalankan tugasnya.

### Kesimpulan

Marbut masjid, dengan segala peran dan tanggung jawabnya, dapat dikategorikan sebagai kaum marhaen. Mereka bekerja keras dengan imbalan yang minim dan sering kali tidak mendapatkan pengakuan yang layak dari masyarakat. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan penghargaan terhadap marbut masjid adalah langkah penting yang harus dilakukan oleh semua pihak, baik pengurus masjid maupun masyarakat luas. Dengan demikian, marbut masjid tidak hanya menjadi penjaga dan pelayan di rumah ibadah, tetapi juga menjadi bagian yang dihormati dan dihargai dalam komunitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun