Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Simulasi Perolehan Suara PPP, Golkar, dan PDI di Pemilu 1997 Jika Zero Kecurangan dan Intimidasi

20 Juni 2024   17:15 Diperbarui: 20 Juni 2024   17:18 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

# Hipotesis: Simulasi Perolehan Suara PPP, Golkar, dan PDI di Pemilu 1997 Jika Zero Kecurangan dan Intimidasi

## Pendahuluan

Pemilu 1997 yang diselenggarakan tanggal 29 Mei di Indonesia merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah politik negara ini. Pemilu ini diadakan pada masa akhir pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, yang telah memerintah selama lebih dari tiga dekade. Pada masa itu, pemilu tidak hanya menjadi alat demokrasi tetapi juga merupakan cerminan dari berbagai dinamika politik dan sosial yang terjadi di Indonesia. Tiga partai politik utama yang berkompetisi dalam pemilu ini adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golongan Karya (Golkar), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang dipimpin oleh Soerjadi. Artikel ini akan mencoba untuk membuat simulasi perolehan suara ketiga partai tersebut dengan asumsi tidak adanya kecurangan dan intimidasi.

## Latar Belakang

### Konteks Sejarah dan Politik

Pada era Orde Baru, pemilu di Indonesia seringkali diwarnai dengan berbagai bentuk kecurangan dan intimidasi. Golkar, yang merupakan partai penguasa, seringkali menggunakan berbagai cara untuk memastikan dominasinya dalam setiap pemilu. Bentuk-bentuk kecurangan yang terjadi meliputi manipulasi daftar pemilih, penggelembungan suara, dan tekanan terhadap pemilih dan partai oposisi. Selain itu, intimidasi oleh aparat keamanan terhadap pendukung partai oposisi juga merupakan praktik umum pada masa itu.

### Partai-Partai Utama

1. **Partai Persatuan Pembangunan (PPP)**: Sebagai partai yang berbasis pada Islam, PPP memiliki dukungan yang kuat dari kalangan umat Muslim. PPP seringkali menjadi pilihan bagi pemilih yang menginginkan penerapan nilai-nilai Islam dalam pemerintahan.

2. **Golongan Karya (Golkar)**: Sebagai partai pemerintah, Golkar memiliki akses yang luas terhadap sumber daya negara dan jaringan birokrasi yang kuat. Golkar seringkali mendapatkan dukungan dari kalangan birokrasi, militer, dan kelompok-kelompok yang diuntungkan oleh kebijakan Orde Baru.

3. **Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Soerjadi**: Setelah perpecahan dalam tubuh PDI, Soerjadi menjadi pemimpin yang sah didukung oleh pemerintah. PDI Soerjadi sering dianggap sebagai "oposisi yang dikooptasi" karena dekat dengan rezim Orde Baru. Namun, partai ini masih mendapatkan dukungan dari pemilih yang menginginkan perubahan, meskipun terbatas.

## Simulasi Perolehan Suara

Untuk melakukan simulasi perolehan suara tanpa adanya kecurangan dan intimidasi, beberapa faktor penting yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah popularitas partai, basis dukungan, dan isu-isu utama yang mempengaruhi pemilih pada masa itu.

### Asumsi Dasar

1. **Pemilu Berjalan Transparan dan Adil**: Tidak ada manipulasi dalam daftar pemilih, proses pemungutan suara, dan penghitungan suara.

2. **Kebebasan Berekspresi dan Kampanye**: Semua partai dapat berkampanye secara bebas tanpa adanya tekanan atau intimidasi dari aparat keamanan atau kelompok pendukung partai tertentu.

3. **Pemilih Rasional dan Informasi Terbuka**: Pemilih dapat membuat keputusan berdasarkan informasi yang akurat dan rasional tanpa adanya pengaruh dari ancaman atau janji-janji yang tidak realistis.

### Metode Simulasi

Untuk melakukan simulasi ini, kita dapat menggunakan data historis dari pemilu sebelumnya, survei opini publik, dan analisis tren politik pada masa itu. Hasil simulasi ini akan memberikan gambaran tentang bagaimana perolehan suara masing-masing partai jika semua kondisi berjalan ideal.

### Hasil Simulasi

Berdasarkan asumsi dan metode yang telah dijelaskan, berikut adalah estimasi perolehan suara masing-masing partai:

1. **Partai Persatuan Pembangunan (PPP)**: Dengan basis dukungan yang kuat dari kalangan umat Muslim, PPP diperkirakan akan mendapatkan sekitar 25-30% suara nasional. PPP akan dominan di daerah-daerah dengan mayoritas Muslim seperti Aceh, Jawa Barat, dan sebagian besar wilayah Sumatra.

2. **Golongan Karya (Golkar)**: Meskipun tanpa kecurangan dan intimidasi, Golkar masih memiliki jaringan yang kuat di berbagai lapisan masyarakat, terutama di pedesaan dan di kalangan birokrasi. Golkar diperkirakan akan mendapatkan sekitar 35-40% hingga 45% suara nasional. Golkar akan dominan di daerah-daerah yang lebih terpencil dan memiliki basis dukungan tradisional di Jawa Tengah, Sulawesi, dan Kalimantan.

3. **Partai Demokrasi Indonesia (PDI)**: Meskipun mendapat dukungan dari pemerintah, PDI masih menghadapi tantangan dari fraksi lain dalam tubuh PDI dan dari partai oposisi lainnya. PDI diperkirakan akan mendapatkan sekitar 20-25% suara nasional, dengan basis dukungan yang signifikan di kota-kota besar dan daerah yang menginginkan perubahan politik, seperti Jakarta, Bali, dan beberapa wilayah di Jawa Timur.

## Kesimpulan

Simulasi ini menunjukkan bahwa dalam kondisi tanpa kecurangan dan intimidasi, perolehan suara masing-masing partai dalam Pemilu 1997 akan lebih mencerminkan preferensi politik rakyat Indonesia yang sebenarnya. Golkar masih akan menjadi partai dominan, tetapi dengan margin yang lebih kecil dibandingkan hasil resmi pemilu pada masa itu. PPP dan PDI Soerjadi juga akan mendapatkan porsi suara yang lebih signifikan, mencerminkan dukungan nyata dari basis pemilih mereka masing-masing.

Namun, penting untuk diingat bahwa hasil simulasi ini didasarkan pada asumsi-asumsi ideal yang mungkin berbeda dengan kenyataan politik pada masa itu. Meskipun demikian, simulasi ini memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana dinamika politik Indonesia mungkin berkembang dalam kondisi yang lebih adil dan demokratis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun