Di bumi yang subur, tanah nan kaya,
Petani menanam dengan darah dan doa.
Padi, jagung, dan kelapa sawit
Menghidupi negeri, memberi harapan.
Namun di balik senyuman ibu yang tabah,
Terdengar jeritan di balik sunyi malam.
Antrian panjang, di toko-toko kecil,
Demi setetes minyak goreng, rakyat bergulat.
Berlomba mencari, melawan waktu,
Menunggu saat barang langka tiba.
Berapa harga setetes emas cair ini,
Hingga tega, manusia melupakan nurani?
Kekuasaan berdalih, memberi janji,
Tapi nyatanya, rakyat tetap menanti.
Di mana lumbung pangan negeri yang kaya,
Ketika perut lapar, jiwa resah?
Kapankah henti cengkraman kepentingan,
Oleh segelintir yang berkuasa, tanpa belas kasihan?
Lihatlah ibu yang menggendong anaknya,
Menahan lapar, menahan duka.
Wahai pemimpin, dengarkan suara rakyat,
Di setiap pasar, di setiap lorong sepi.
Setetes minyak goreng, simbol harapan,
Cermin ketidakadilan, yang perlu dilawan.
Bangunlah negeri dari kepentingan pribadi,
Satukan hati, demi kepentingan sejati.
Biarkan setetes minyak goreng ini,
Menjadi simbol perubahan, menuju adil dan harmoni.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H