Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengapa Penolakan Sosial Menyakitkan bagi Kita?

16 Juni 2024   12:30 Diperbarui: 16 Juni 2024   12:37 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.instagram.com/p/CsFd1pnp71i/?igsh=MXRnbjMyZzI1OXNncg==

### Mengapa Penolakan Sosial Menyakitkan bagi Kita?: Perspektif Islam dan Marhaenisme dan Hubungannya dengan Kapitalisme

Penolakan sosial adalah pengalaman universal yang bisa meninggalkan dampak mendalam pada individu. Pengalaman ini tidak hanya merusak kesejahteraan psikologis, tetapi juga mempengaruhi aspek-aspek lain dari kehidupan seseorang, termasuk kesehatan fisik dan hubungan interpersonal. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi mengapa penolakan sosial begitu menyakitkan dari perspektif Islam dan Marhaenisme, serta bagaimana kapitalisme dapat memperparah dampak penolakan sosial.

#### Perspektif Islam tentang Penolakan Sosial

Dalam Islam, manusia diakui sebagai makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dan koneksi dengan sesama. Al-Qur'an dan Hadis banyak menekankan pentingnya ukhuwah (persaudaraan) dan solidaritas antarumat. Misalnya, dalam Al-Qur'an Surah Al-Hujurat ayat 10 disebutkan, "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat."

Penolakan sosial dalam konteks Islam dapat dilihat sebagai bentuk kegagalan dalam mencapai prinsip ukhuwah ini. Ketika seseorang merasa ditolak atau diabaikan oleh komunitasnya, mereka kehilangan rasa keterikatan yang sangat ditekankan dalam ajaran Islam. Penolakan ini bisa membuat seseorang merasa terasing dan tidak berharga, yang pada gilirannya bisa merusak keimanannya dan memperlemah hubungannya dengan Allah.

Lebih lanjut, Rasulullah SAW mengajarkan tentang pentingnya menghargai dan memperhatikan sesama muslim. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda, "Tidak beriman seseorang di antara kalian sampai ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri" (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menunjukkan betapa pentingnya untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan penuh kasih sayang, di mana penolakan sosial dihindari sejauh mungkin.

#### Perspektif Marhaenisme tentang Penolakan Sosial

Marhaenisme, sebagai sebuah ideologi yang dikembangkan oleh Soekarno, menekankan pentingnya keadilan sosial dan kebersamaan dalam perjuangan melawan penindasan. Ideologi ini mengambil nama dari seorang petani kecil bernama Marhaen yang menjadi simbol perjuangan rakyat kecil melawan eksploitasi. Marhaenisme mengajarkan bahwa setiap individu memiliki nilai dan hak yang sama untuk hidup bermartabat.

Dalam konteks Marhaenisme, penolakan sosial bisa dilihat sebagai bentuk penindasan yang dilakukan oleh kelompok yang lebih kuat terhadap yang lemah. Ketika seseorang mengalami penolakan sosial, mereka seringkali kehilangan akses terhadap sumber daya dan dukungan yang penting untuk keberlangsungan hidup mereka. Ini bertentangan dengan prinsip keadilan sosial yang ditekankan dalam Marhaenisme, di mana setiap individu seharusnya diperlakukan dengan adil dan setara.

Lebih jauh, Marhaenisme menekankan pentingnya solidaritas dan kebersamaan dalam melawan struktur-struktur penindasan. Penolakan sosial melemahkan solidaritas ini dan memperkuat stratifikasi sosial yang tidak adil. Dalam pandangan Marhaenisme, memperjuangkan penerimaan sosial bagi semua individu adalah bagian integral dari perjuangan untuk keadilan sosial yang lebih luas.

#### Hubungan dengan Kapitalisme

Kapitalisme, dengan penekanannya pada kompetisi dan individualisme, sering kali memperparah dampak penolakan sosial. Dalam masyarakat kapitalis, nilai seseorang seringkali diukur berdasarkan kesuksesan material dan kemampuan bersaing. Hal ini dapat menciptakan lingkungan di mana penolakan sosial lebih mungkin terjadi, terutama terhadap mereka yang tidak mampu memenuhi standar-standar kesuksesan yang ditetapkan.

Kapitalisme juga memperkuat ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, yang pada gilirannya meningkatkan risiko penolakan sosial bagi kelompok-kelompok yang kurang beruntung. Mereka yang berada di posisi ekonomi yang lebih rendah sering kali mengalami stigma dan diskriminasi, yang memperparah rasa penolakan dan keterasingan sosial.

Lebih lanjut, kapitalisme cenderung memecah belah masyarakat menjadi individu-individu yang terisolasi, yang masing-masing berjuang untuk kepentingan pribadi. Ini bertentangan dengan nilai-nilai kolektivisme dan solidaritas yang ditekankan baik dalam Islam maupun Marhaenisme. Ketika masyarakat terfragmentasi, ikatan sosial melemah, dan penolakan sosial menjadi lebih umum dan lebih menyakitkan.

### Kesimpulan

Penolakan sosial adalah fenomena yang kompleks dan menyakitkan, yang memiliki dampak signifikan pada kesejahteraan individu dan masyarakat. Dari perspektif Islam, penolakan sosial bertentangan dengan prinsip ukhuwah dan kasih sayang antar sesama. Sementara itu, Marhaenisme melihat penolakan sosial sebagai bentuk penindasan yang merusak solidaritas dan keadilan sosial.

Kapitalisme, dengan penekanannya pada kompetisi dan individualisme, seringkali memperburuk dampak penolakan sosial, menciptakan lingkungan di mana individu merasa terisolasi dan tidak berharga jika mereka tidak dapat memenuhi standar kesuksesan yang ditetapkan.

Oleh karena itu, penting untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan adil, di mana setiap individu dihargai dan diterima, sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh Islam dan Marhaenisme. Hanya dengan begitu, kita dapat mengurangi rasa sakit akibat penolakan sosial dan membangun komunitas yang lebih kuat dan penuh kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun