Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Hanya Marhaenisme yang Atasi Permasalahan di Aceh dan Papua

16 Juni 2024   07:20 Diperbarui: 19 Juni 2024   16:27 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://nirmeke.com/2023/04/13/memadukan-keasimetrisan-aceh-dan-papua/

**Hanya Marhaenisme yang Bisa Atasi Permasalahan di Aceh dan Papua: Kritik atas Otonomi Khusus**

Permasalahan yang melilit Aceh dan Papua tidak bisa dilepaskan dari konteks sejarah, sosial, dan ekonomi yang kompleks. Kedua daerah ini memiliki latar belakang yang unik, namun berbagi satu kesamaan: ketidakpuasan terhadap pusat kekuasaan dan rasa ketidakadilan yang mendalam. Otonomi khusus, yang diberikan sebagai solusi atas tuntutan mereka, belum sepenuhnya berhasil menjawab aspirasi masyarakat setempat. Dalam pandangan ini, marhaenisme, yang dicetuskan oleh Bung Karno, dapat menjadi alternatif solusi yang lebih menyeluruh.

**1. Latar Belakang Otonomi Khusus di Aceh dan Papua**

Otonomi khusus diberikan kepada Aceh dan Papua sebagai upaya meredam konflik dan memberikan kebebasan lebih dalam mengelola daerahnya. Di Aceh, otonomi khusus adalah hasil dari perjanjian damai Helsinki tahun 2005 yang mengakhiri konflik bersenjata antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah Indonesia. Sedangkan di Papua, otonomi khusus diberikan melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 sebagai respon terhadap tuntutan kemerdekaan dan untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat Papua.

Namun, implementasi otonomi khusus di kedua daerah ini menghadapi banyak kendala. Banyak masyarakat Aceh dan Papua yang merasa otonomi khusus belum membawa perubahan signifikan. Di Aceh, meskipun ada perbaikan dalam beberapa aspek, korupsi dan ketimpangan ekonomi masih merajalela. Di Papua, meskipun dana otonomi khusus terus mengalir, masyarakat setempat masih hidup dalam kemiskinan dan tertinggal dalam berbagai indikator pembangunan.

**2. Kritik terhadap Otonomi Khusus**

Kritik utama terhadap otonomi khusus adalah bahwa ia sering kali hanya menjadi alat politik tanpa dampak nyata terhadap kesejahteraan rakyat. Otonomi khusus di Aceh dan Papua sering kali terjebak dalam birokrasi dan korupsi, dengan elit lokal yang menikmati keuntungan sementara masyarakat umum tetap menderita.

Selain itu, otonomi khusus tidak sepenuhnya mengakomodasi aspirasi kultural dan identitas lokal. Di Papua, misalnya, kebijakan otonomi khusus belum mampu menghentikan eksploitasi sumber daya alam yang sering kali merugikan masyarakat adat. Di Aceh, meskipun ada penerapan syariat Islam, ketidakadilan ekonomi dan sosial masih menjadi persoalan serius.

**3. Marhaenisme sebagai Solusi Alternatif**

Marhaenisme, yang dicetuskan oleh Sukarno, berfokus pada keadilan sosial dan ekonomi bagi seluruh rakyat, khususnya kaum marhaen atau rakyat kecil. Prinsip ini menekankan pentingnya distribusi kekayaan yang adil, kemandirian ekonomi, dan penolakan terhadap imperialisme dan kapitalisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun