(Tersentak, lalu berbicara dengan nada lebih keras)
Kenapa? Apa yang terjadi dengan kita? Apa yang membuatmu berubah? Apa yang membuatku kehilangan dirimu, sedikit demi sedikit? Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantuiku. Di malam-malam sunyi seperti ini, di bawah bintang-bintang yang bersinar terang, aku mencari jawaban yang tak pernah kutemukan.
(Tersenyum pahit, kembali menatap langit)
Aku masih ingat saat kita berbaring di rumput, memandang bintang-bintang. Kau berkata bahwa bintang-bintang itu seperti harapan kita, bersinar terang di kegelapan. Tapi kini, harapan itu terasa jauh, tak terjangkau. Bintang-bintang yang dulu terasa hangat, kini terasa dingin dan asing.
(Diam sejenak, lalu berbicara dengan nada lembut)
Aku masih di sini, di bawah langit yang sama, mengenang semua yang pernah kita lalui. Aku tahu, aku tak bisa memaksamu untuk tetap di sini, untuk tetap menjadi seperti dulu. Mungkin memang kita ditakdirkan untuk berjalan di jalur yang berbeda, dengan rasa yang tak lagi sama.
(Menangis perlahan, tetapi tetap tegar)
Aku akan belajar menerima. Aku akan belajar merelakan. Di bawah langit yang sama, aku akan menemukan jalanku sendiri. Meskipun rasa kita berbeda, aku akan terus berjalan, membawa kenangan tentang kita, tentang janji-janji yang pernah kita buat.Â
(Melihat ke arah penonton, dengan tatapan penuh harapan)
Dan suatu hari nanti, mungkin di bawah langit yang sama, aku akan menemukan kembali kebahagiaan itu. Bukan denganmu, tapi dengan diriku sendiri. Karena aku tahu, meskipun rasa kita berbeda, langit akan selalu ada di sana, mengingatkanku bahwa hidup terus berjalan, bahwa harapan akan selalu ada.
(Tersenyum dengan air mata yang mengalir, lalu menutup monolog dengan nada tegas)