Dalam diskursus politik Indonesia, Marhaenisme dan Sukarnoisme memiliki tempat yang sangat signifikan. Keduanya merupakan warisan pemikiran dari salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia, yaitu Soekarno, yang juga dikenal sebagai Bapak Proklamator. Marhaenisme adalah paham yang berakar pada perjuangan rakyat kecil, petani, dan kaum marjinal, sementara Sukarnoisme lebih merujuk pada pemikiran-pemikiran politik Soekarno yang mencakup nasionalisme, internasionalisme, dan sosialisme.
Dalam konteks politik modern, pilihan untuk berpartisipasi dalam pemilu dan pilkada adalah hak dasar setiap warga negara. Namun, ada satu fenomena yang sering menjadi kontroversi, yaitu golput (golongan putih) atau tidak memilih. Pertanyaannya adalah, jika ada Marhaenis atau Sukarnois yang memutuskan untuk golput, apakah itu salah? Dan lebih penting lagi, apakah mereka layak untuk dipersekusi karena pilihan tersebut?
#### Hak untuk Tidak Memilih
Di negara demokratis, memilih untuk berpartisipasi atau tidak dalam pemilu adalah hak individu. Demokrasi yang sehat harus menghormati kebebasan memilih termasuk kebebasan untuk tidak memilih. Golput sendiri merupakan bentuk ekspresi politik yang sah dan bisa dianggap sebagai protes terhadap sistem politik yang ada atau ketidakpuasan terhadap kandidat yang tersedia.
Salah satu alasan mengapa beberapa Marhaenis atau Sukarnois mungkin memilih untuk golput adalah kekecewaan terhadap arah politik saat ini yang dianggap menyimpang dari prinsip-prinsip Marhaenisme dan Sukarnoisme. Mereka mungkin merasa bahwa tidak ada kandidat yang benar-benar mewakili aspirasi dan kepentingan rakyat kecil sebagaimana yang diperjuangkan oleh Soekarno.
#### Marhaenisme dan Kebebasan Politik
Marhaenisme, sebagai ideologi yang berakar pada perjuangan hak-hak rakyat kecil, sebenarnya mendukung kebebasan individu untuk menentukan sikap politiknya sendiri. Jika seorang Marhaenis merasa bahwa tidak ada kandidat yang layak didukung karena tidak memperjuangkan kepentingan rakyat kecil atau melenceng dari nilai-nilai keadilan sosial, maka memilih untuk golput adalah hak mereka. Mereka menggunakan hak tersebut sebagai bentuk kritik dan protes terhadap keadaan politik yang ada.
#### Persekusi terhadap Golput
Persekusi terhadap individu atau kelompok yang memilih untuk golput adalah bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Demokrasi bukan hanya tentang memilih dalam pemilu, tetapi juga tentang menghormati pilihan politik setiap individu, termasuk hak untuk abstain. Menekan atau memaksa seseorang untuk memilih bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang dijunjung tinggi oleh Soekarno sendiri.
Soekarno selalu menekankan pentingnya kebebasan dan kemerdekaan dalam berpolitik. Dalam pidato-pidatonya, ia sering berbicara tentang pentingnya kebebasan berpikir dan bertindak sesuai dengan hati nurani. Oleh karena itu, memaksa Marhaenis atau Sukarnois untuk memilih ketika mereka merasa tidak ada kandidat yang layak, bertentangan dengan semangat kebebasan yang diajarkan oleh Soekarno.