Pada pertengahan 1960-an, Indonesia mengalami masa transisi yang penuh dengan tantangan politik dan sosial. Presiden Soekarno, yang dikenal sebagai Bung Karno, berada di tengah badai politik yang menguji kewibawaannya sebagai pemimpin bangsa. Ketetapan MPRS tentang pembentukan Kabinet Ampera pada tahun 1966 menjadi salah satu momen krusial dalam sejarah Indonesia, yang menguji kemampuan Bung Karno dalam menghadapi krisis politik dan mempertahankan stabilitas negara.
Latar Belakang Politik
Situasi politik Indonesia pada tahun 1965-1966 sangat bergejolak. Peristiwa G30S/PKI pada akhir September 1965 menandai awal dari periode ketidakstabilan yang akut. Kudeta yang gagal ini diikuti oleh penangkapan dan pembunuhan massal yang menargetkan anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI). Krisis ini juga memperburuk hubungan antara Presiden Soekarno dan Angkatan Bersenjata, khususnya Mayor Jenderal Soeharto, yang mengambil langkah-langkah tegas untuk mengendalikan situasi.
Pada tanggal 11 Maret 1966, Bung Karno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang memberikan kewenangan kepada Soeharto untuk mengambil tindakan yang diperlukan guna memulihkan keamanan dan ketertiban. Langkah ini menjadi titik balik dalam dinamika politik Indonesia, dengan Soeharto secara efektif mengambil alih kekuasaan eksekutif.
Pembentukan Kabinet Ampera
Dalam konteks ini, MPRS mengeluarkan Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 tentang pembentukan Kabinet Ampera. Kabinet ini dibentuk dengan tujuan untuk mengembalikan stabilitas politik dan ekonomi serta melanjutkan pembangunan nasional berdasarkan Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera). Kabinet Ampera diharapkan dapat mewujudkan program-program yang sejalan dengan cita-cita Revolusi Indonesia dan Trisakti, yakni kedaulatan dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya yang sedianya Bung Karno Dan Kabinet Ampera ini Demisioner Pada 1968, Sesuai Jadwal Pemilu yang sudah ditentukan MPRS Sendiri
Ujian Kewibawaan Bung Karno
Pembentukan Kabinet Ampera merupakan ujian besar bagi Bung Karno. Sebagai pemimpin karismatik yang telah memimpin perjuangan kemerdekaan Indonesia, kewibawaan Bung Karno sangat diuji oleh situasi yang semakin tidak menentu. Dukungan yang sebelumnya kuat dari berbagai elemen masyarakat, termasuk militer dan partai politik, mulai tergerus. Peran Soeharto yang semakin dominan juga menantang otoritas Soekarno.
Dalam menghadapi ujian ini, Bung Karno berusaha mempertahankan visinya tentang Revolusi Indonesia dan mempertahankan kendali atas proses politik. Namun, realitas politik yang dihadapi sangat kompleks. Ketidakpuasan terhadap kondisi ekonomi yang memburuk, inflasi yang tinggi, serta ketidakstabilan politik, semuanya berkontribusi pada menurunnya dukungan terhadap kepemimpinannya.
Analisis Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966