**Pendahuluan**
Sejak lama, program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan berbagai bentuk bantuan sosial (bansos) telah menjadi instrumen utama pemerintah dalam upaya mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, efektivitas program ini sering kali dipertanyakan. Sebagian besar kritik muncul dari berbagai sudut pandang, salah satunya adalah ideologi Marhaenisme yang dicetuskan oleh Soekarno.Â
Ideologi ini menekankan pada kesejahteraan rakyat kecil melalui pendekatan yang lebih struktural dan berkelanjutan, berbeda dengan solusi sementara yang ditawarkan oleh program bantuan tunai. Artikel ini akan meninjau bagaimana BLT dan bansos belum mampu menyejahterakan rakyat Indonesia dalam kerangka pemikiran Marhaenisme.
**BLT dan Bansos: Sekilas Pandang**
Program BLT dan bansos dirancang sebagai upaya jangka pendek untuk membantu masyarakat yang paling rentan terhadap gejolak ekonomi. Dalam situasi darurat, seperti krisis ekonomi atau pandemi, bantuan tunai langsung dapat memberikan kelegaan sementara bagi keluarga yang kehilangan pendapatan. Namun, meskipun tujuan jangka pendek ini tercapai, ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa bantuan semacam ini tidak cukup untuk membawa perubahan jangka panjang dalam kehidupan penerima bantuan.
Banyak ahli menyebutkan bahwa masalah utama dari program ini adalah sifatnya yang tidak berkelanjutan dan kurang menyasar akar permasalahan kemiskinan. Bantuan yang diterima seringkali habis untuk kebutuhan sehari-hari tanpa memberikan peluang bagi penerima untuk meningkatkan kualitas hidup mereka secara signifikan. Selain itu, masalah distribusi dan transparansi juga menjadi kendala yang mengurangi efektivitas dari program bantuan ini.
**Marhaenisme: Pendekatan Struktural dan Kemandirian**
Marhaenisme, sebagai ideologi yang dikembangkan oleh Soekarno, menekankan pentingnya kemandirian dan keadilan sosial. Menurut Marhaenisme, kesejahteraan rakyat tidak bisa dicapai hanya melalui bantuan temporer, tetapi harus melalui perubahan struktural yang mencakup distribusi sumber daya yang adil, pembangunan ekonomi yang inklusif, dan peningkatan kapasitas individu.
Marhaenisme mengajarkan bahwa rakyat harus memiliki akses yang adil terhadap alat produksi agar mereka bisa mandiri dan tidak bergantung pada bantuan pemerintah. Pendekatan ini memerlukan reformasi agraria, industrialisasi yang berpihak pada rakyat kecil, dan kebijakan yang mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan ekonomi. Dalam konteks ini, program BLT dan bansos tidak cukup karena tidak memberikan solusi yang berkelanjutan untuk memberdayakan rakyat.
**Analisis BLT dan Bansos dalam Kerangka Marhaenisme**