Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Anti Korupsi (Kolusi dan Nepotisme)

24 April 2024   05:44 Diperbarui: 24 April 2024   05:44 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menegakkan politik anti-korupsi adalah langkah penting dalam membangun sistem politik yang bersih dan berintegritas. Ini melibatkan penguatan lembaga penegak hukum, peningkatan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara, pemberian sanksi yang tegas terhadap pelanggar hukum, serta membangun budaya integritas di semua tingkatan pemerintahan.

Politik anti-korupsi seharusnya menciptakan sebuah kondisi politik yang tidak memberi celah bagi praktek korupsi. Di sini, politik anti-korupsi bermakna mobilisasi seluruh sumber daya politik, baik institusional maupun non-institusional, untuk menutup setiap lubang yang memungkinkan terjadinya korupsi.

Korupsi yang makin menggurita sekarang ini tidak terlepas dari krisis dalam sistem politik kita. Selama ini sistem politik kita hanya menjadi sarana segelintir elit untuk mengumbar keserakahan dan mengakumulasi kekayaan.

Karena itu, supaya politik anti korupsi bisa berjalan, maka sistim politik ini harus dirombak. Caranya: perkuat partisipasi rakyat dalam berbagai proses pengambilan kebijakan ekonomi-politik. Partisipasi rakyat ini akan mematahkan segala bentuk birokratisme dan penyimpangan kekuasaan.

Ada Juga Beberapa Langkah Untuk memastikan politik anti-korupsi berjalan, beberapa langkah dapat diambil:

1. **Penguatan lembaga penegak hukum:** Memastikan lembaga penegak hukum memiliki kemandirian, keberanian, dan kapasitas yang cukup untuk menyelidiki dan menuntut kasus-kasus korupsi tanpa campur tangan politik.

2. **Transparansi:** Meningkatkan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara dan kegiatan politik, termasuk pendanaan partai politik dan kampanye.

3. **Partisipasi masyarakat:** Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan terhadap kegiatan politik dan pemerintahan, serta memberikan ruang bagi suara publik dalam pengambilan keputusan politik.

4. **Pendidikan dan kesadaran hukum:** Mengedukasi masyarakat tentang konsekuensi negatif korupsi dan pentingnya integritas dalam politik, serta meningkatkan kesadaran hukum di kalangan warga negara.

5. **Pemberian sanksi yang tegas:** Memastikan adanya sanksi yang tegas dan efektif bagi pelaku korupsi, tanpa pandang bulu terhadap status atau kekuatan politik mereka.

6. **Kepemimpinan yang bersih:** Memilih dan mendukung pemimpin yang berintegritas dan komitmen dalam memerangi korupsi, serta memberikan contoh yang baik dalam perilaku dan tindakan mereka.

7. **Kerjasama internasional:** Melakukan kerjasama dengan negara lain dalam upaya memerangi korupsi lintas batas, termasuk pertukaran informasi dan pengalaman, serta pemulihan aset yang diperoleh secara korup.

Dengan mengimplementasikan langkah-langkah ini secara konsisten dan komprehensif, politik anti-korupsi dapat dijalankan dengan lebih efektif dan dapat membantu membangun masyarakat yang lebih adil dan berintegritas.

Partisipasi rakyat mencakup beberapa hal: pertama, partisipasi rakyat marhaen dalam memutuskan berbagai kebijakan. Di sini, kebijakan tidak lagi diputuskan oleh segelintir elit, politisi dan ahli di dalam ruangan tertutup yang tidak bisa diakses rakyat.  Tetapi rakyat-lah yang memutuskan secara langsung kebijakan yang menyangkut kebutuhan mereka.

Partisipasi rakyat dalam memutuskan kebijakan akan menutup celah bagi praktek jual-beli kebijakan, mafia anggaran, penyuapan, dan lain-lain. Selain itu, dengan adanya partisipasi rakyat, kebijakan yang diputuskan bisa bersentuhan langsung dengan kebutuhan real rakyat marhaen.

Kedua, adanya keterlibatan dan kontrol langsung rakyat marhaen dalam memastikan kebijakan itu dilaksanakan. Mekanisme ini memungkinkan warga-warga terorganisir menilai kualitas layanan yang diberikan dan memiliki kekuasaan untuk memfasilitasi pemecatan pejabat-pejabat yang kinerjanya dianggap tidak sesuai dengan keinginan rakyat marhaen.

Ketiga, karakteristik pokok dari partisipasi rakyat ini adalah transparansi, seperti adanya pengumuman kepada publik terkait semua penggunaan sumber daya, akuntabilitas terkait pemasukan dan pengeluaran, seleksi publik untuk merekrut pegawai, semua tender dibuka ke publik dan dikontrol langsung oleh publik, dan lain-lain.

Selain itu, selain penguatan partisipasi rakyat, harus ada upaya mendemokratiskan lembaga peradilan. Untuk itu, semua hakim harus dipilih secara langsung oleh rakyat marhaen. Dengan demikian, seorang hakim bertugas berdasarkan mandate rakyat. Jadinya, kalau ada hakim yang melanggar, maka rakyat marhaen bisa langsung memecatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun