Tidak Ada Kemajuan Perempuan Tanpa Demokrasi Politik Dan Ekonomi!
Sejarah perjuangan perempuan Indonesia tidak bisa dipisahkan dari perjuangan anti-kolonialisme dan anti-imperialisme. Perempuan Indonesia, sedari awalnya, sudah menyadari bahwa kolonialisme merupakan rantai penindasan yang menghalangi kemajuan bangsa Indonesia, termasuk kaum perempuan didalamnya.
Rantai kolonialisme yang menjajah kita secara fisik sempat dihilangkan, tetapi rantai kolonialisme yang baru kembali dijeratkan. Itulah neoliberalisme dengan berbagai perangkat kebijakannya.
Bagi kaum perempuan, neoliberalisme jelas menghalangi kemajuan perempuan Indonesia. Secara politik, neoliberalisme telah menendang keluar mayoritas kaum perempuan, khususnya perempuan kalangan menengah ke bawah, dari ruang-ruang sosial-politik dan kekuasaan.
Secara ekonomi, neoliberalisme melemparkan sejumlah tugas yang mestinya urusan negara kepada kaum perempuan. Privatisasi, misalnya, tidak sekedar bermakna swastanisasi perusahaan nasional. Privatisasi pada hakekatnya---bagi kaum perempuan--adalah pemindahan tugas-tugas negara (pendidikan, kesehatan, dan lain-lain) menjadi tugas-tugas ibu rumah tangga.
Apakah ada kemajuan perempuan di bawah rezim Jokowi? Tidak ada sama sekali. Banyak perempuan yang masuk dalam politik, baik pemerintahan maupun parlemen, justru menjadi pelayan setia kebijakan neoliberal itu. Perempuan itu telah bertindak tak ubahnya "Margaret Thatcher" nya di Indonesia, yang bukan pada aspek kekuatannya, tapi kekerasannya dalam menjalankan liberalisasi ekonomi yang merugikan rakyat marhaen.
Kaum perempuan Indonesia tetap sulit mengejar kemajuan. Mayoritas perempuan Indonesia masih sulit mengakses pendidikan, kesehatan, pekerjaan, perumahan layak dan hak-hak dasar lainnya. Padahal, seseorang akan sulit mengembangkan diri dan kapasitasnya jika ia tetap buta-huruf, tidak sehat, lapar, dan tidak punya tempat tinggal yang layak.
Tetapi itu tidak mungkin terwujud di bawah neoliberalisme. Itu juga tidak mungkin terwujud jikalau kekayaan alam dan sumber-sumber kemakmuran masih terus dikeruk dan diangkut bebas oleh negeri-negeri imperialis-kolonialis. Oleh karena itu, gerakan perempuan perlu memperjuangkan pelaksanaan pasal 33 UUD 1945 sebagai jalan membebaskan ekonomi Indonesia dari imperialisme-kolonialisme dan mendemokratiskannya.
Karena itu, tidak ada pilihan lain: gerakan perempuan Indonesia, khususnya dari kalangan buruh, petani, dan rakyat miskin, harus bergandengan tangan dengan sektor-sektor rakyat miskin lainnya untuk menghancurkan imperialisme dan neoliberalisme!
Perlu pula ditekankan, bahwa sudah tiba saatnya kaum perempuan dari kalangan buruh, petani, dan rakyat miskin untuk membangun politiknya sendiri. Janganlah diserahkan kepada politisi perempuan dari kalangan atas yang bersekutu dengan neoliberalisme. Jangan pula diserahkan kepada kelas menengah yang hanya asyik beronani ria dengan teori-teori yang jauh dari persoalan perempuan.
Sejarah perjuangan perempuan yang diperingati hari ini telah membuktikan pentingnya andil kaum perempuan sendiri dalam perjuangan politik. Karena itu, dalam rangka memajukan gerakan politiknya, kaum perempuan dari kalangan buruh, petani, dan rakyat miskin kota harus aktif menjalankan kursus-kursus politik, mendirikan organisasi-organisasi dan sekretariat perempuan, dan terlibat dalam ajang-ajang politik (termasuk Pilkades). Gerakan perempuan juga harus aktif dalam memperjuangkan pemenuhan hak-hak dasar rakyat kecil sebagaimana diatur dalam konstitusi.
Selamat Hari Perempuan Sedunia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H