Mohon tunggu...
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA
DIMAS MUHAMMAD ERLANGGA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua Gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GmnI) Caretaker Komisariat Universitas Terbuka
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Membaca Buku Dan Mendengarkan Musik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Persatuan Nasional Harus Berlandaskan Pengakuan Atas Kebebasan Berpendapat

7 Desember 2023   02:42 Diperbarui: 7 Desember 2023   03:13 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Polarisasi politik yang sempat terjadi di Pilpres 2014 dan kemudian berlanjut di Pilkada DKI Jakarta 2017 (Hingga Pemilu 2019) memunculkan kekhawatiran sekaligus harapan. Khawatir bahwa polarisasi politik akan berujung perpecahan yang tidak diinginkan. Sekaligus juga harapan bahwa situasi ini akan membawa pembelajaran politik yang semakin mendewasakan kesadaran rakyat marhaen.

Sejak pilpres 2014 hingga pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pemilu 2019 lalu, Bangsa Indonesia seperti terpolarisasi ke dalam dua kubu. Menanggapi hal itu banyak kalangan yang menyebut pentingnya persatuan untuk mengatasi berbagai persoalan besar yang menghadang.

- Polarisasi dalam politik memang bisa menimbulkan perpecahan, namun pentingnya persatuan sangatlah vital untuk menangani masalah besar yang dihadapi. Kolaborasi antarberbagai pihak bisa membantu menyelesaikan persoalan yang kompleks dengan pendekatan yang lebih komprehensif dan inklusif.

Pertama harus jelas dulu konsep persatuan nasional itu seperti apa. Apakah seperti zaman orde baru, bersatu artinya mengikuti semua dibuat oleh pemerintah. Istilahnya Mono-loyalitas. Jadi semua harus sesuai dengan keinginan pihak-pihak yang berkuasa. Yang mengkritik dianggap tidak komit pada persatuan.

Menurut saya kita harus samakan dulu bagaimana dan hal-hal apa yang membuat kita bersatu. Komitmen untuk menjaga NKRI dan Pancasila menurut saya itu tidak masalah. Yang masalah adalah ketika sebagian pihak merasa pemerintah yang berkuasa saat ini alergi terhadap perbedaan. Saya pikir ini pemerintah yang paling sensitif setelah reformasi Mei 1998. Ada orang menyatakan sikap berbeda sedikit langsung ditindaklanjuti secara hukum.

Kalau kita lihat kembali ke Pilpres 2014 Dan pemilu 2019, dua pasangan capres dan cawapres mengangkat tema yang hampir sama, seperti soal kedaulatan nasional dan juga soal kesejahteraan sosial sebagai platform. Bukankah seharusnya bisa sejalan?

- tema-tema tersebut memang esensial untuk kesejahteraan dan kedaulatan nasional. Meskipun kedua pasangan memiliki fokus yang serupa, perbedaan dalam pendekatan dan strategi bisa membuat pandangan mereka terlihat berbeda. Namun, pada intinya, keduanya memiliki tujuan yang sejalan dalam membangun kedaulatan dan kesejahteraan bangsa. Tetapi saya pikir,

2014 dan 2019 itu sudah jauh berubah dengan saat ini. Dalam pemilu sebetulnya platform umum bisa sama, tapi keberpihakan itukan terkonfirmasi dengan track record. Dan polirasasi di 2014 itu sudah bergeser. Kenapa? Hanya beberapa bulan setelah pemilu beberapa parta yang cukup besar, sudah geser dukungan ke pemerintah. Bahkan saat ini di parlemen pemerintah itu super majority. Dalam setiap pengambilan keputusan itu jauh sekali (keunggulannya).

Jadi tidak ada lagi polarisasi di 2014 dan 2019. Yang ada sekarang adalah ril polarolisasi antara pihak-pihak yang benar berkomitmen menjaga NKRI, Pancasila, mencegah segala kebocoran kekayaan dari luar negeri dengan pihak-pihak sebaliknya.

Persoalan "kebocoran APBN" yang sempat Ramai dibicarakan Pada Pemilu 2014 itu masih terjadi dalam pemerintah sekarang?

- Pertanyaan mengenai kebocoran APBN bisa jadi kompleks karena melibatkan berbagai faktor, termasuk tata kelola keuangan negara, pengawasan, dan transparansi. Meskipun ada upaya untuk mengatasi masalah tersebut, kebocoran dalam APBN bisa saja masih terjadi dalam berbagai bentuk. Pemerintah terus berusaha untuk mengurangi kebocoran dan meningkatkan efisiensi pengelolaan anggaran demi mengoptimalkan alokasi dana publik. Tapi, Sementara di soal politik ada soal kebebasan menyampaikan pendapat dan soal kebebasan berorganisasi. Kita merasa kualitas saat ini jauh menurun.

Ada persoalan kebebasan atau menurunnya kualitas demokrasi di politik. Apa indikator yang paling jelas dalam soal politik itu?

- Indikator kualitas demokrasi dan kebebasan politik bisa dilihat dari beberapa faktor, seperti kebebasan media, partisipasi publik dalam proses politik, keberagaman pendapat yang dihormati, independensi lembaga-lembaga pengawas, serta perlindungan hak asasi manusia. Penurunan dalam aspek-aspek ini dapat menjadi indikasi terjadinya penurunan kualitas demokrasi dalam suatu negara, termasuk di Indonesia. 

Apakah kecenderungan munculnya populisme sayap kanan seperti yang terjadi di AS dan Beberapa Negara Eropa, juga akan terjadi di Indonesia?

- Kemungkinan adanya populisme sayap kanan di Indonesia tidak bisa diabaikan, mengingat dinamika politik yang kompleks dan faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi arah politik. Namun, setiap negara memiliki konteksnya sendiri, sehingga tidak dapat secara langsung disamakan dengan pergerakan yang terjadi di negara-negara lain. Namun demikian, waspada terhadap potensi munculnya populisme sayap kanan dan upaya untuk memahami akar permasalahannya menjadi penting bagi stabilitas politik Indonesia. 

Tapi mungkin ada sebagian kecil orang di Indonesia yang memainkan yang namanya politik etnisitas (bentuk dari Populisme Kanan). Politik etnisitas ini adalah politik yang berdasarkan kesamaan etnik, dan menonjolkan keunggulan etnik tersebut. Mungkin saja. Tapi menurut pemahaman saya yang paling berpotensi bermain begitu biasanya kelompok yang merasa sebagai minoritas. Kenapa? Karena orang sedikit kan biasanya mereka bersatu kemudian berjuang suapya kepentingan mereka bisa terus terakomodir.

 Syarat seperti apa yang dibutuhkan dalam Persatuan Nasional?

- Persatuan nasional memerlukan beberapa syarat penting:

1. **Keberagaman dihargai:** Mengakui dan menghargai keragaman etnis, agama, budaya, dan pandangan politik dalam masyarakat.

2. **Dialog terbuka dan inklusif:** Mendorong komunikasi yang terbuka antara berbagai kelompok masyarakat untuk membangun pemahaman bersama.

3. **Penghormatan terhadap hak asasi manusia:** Menjamin dan menghormati hak-hak dasar setiap warga negara tanpa diskriminasi.

4. **Keadilan dan kesetaraan:** Membangun sistem yang adil dan setara, memastikan bahwa semua warga memiliki peluang yang sama.

5. **Kesadaran akan kebersamaan:** Memiliki kesadaran bersama akan tujuan dan nilai-nilai yang mendasari kehidupan berbangsa dan bernegara.

6. **Kepemimpinan yang mendukung persatuan:** Pemimpin yang mendorong persatuan, menjauhkan diri dari retorika yang memecah-belah.

7. **Pendidikan yang inklusif:** Sistem pendidikan yang mendukung pemahaman dan toleransi terhadap keberagaman.

Dengan menggabungkan elemen-elemen ini, masyarakat dapat membangun persatuan nasional yang kokoh dan berkelanjutan.

Dalam politik secara formal tidak diperlukan monoloyalitas karena faktanyakan banyak partai politik atau kelompok-kelompok yang (tidak ada masalah) mempunyai sikap politik masing-masing. Tapi dalam konteks yang besar seperti menjaga NKRI, Pancasila dan turunan-turunannya, tentu harus punya komitmen yang sama. Komitmen itu kan ditunjukan dengan track record. Jangan sampai Pancasila dan NKRI untuk memberangus kelompok lain. Jadi pelajaran kita dari rezim yang dahulu orde baru bahwa Pancasila hanya boleh disimpulkan oleh penguasa sehingga apapun yang bertentangan dengan penguasa sering sekali dituding sebagai anti Pancasila.

Apakah bisa dicapai konsensus nasional?

- Dalam konteks demokrasi, pencapaian konsensus bukanlah tujuan yang mutlak, melainkan proses yang berkelanjutan. Demokrasi memungkinkan beragam pendapat dan perspektif untuk disuarakan, dan seringkali terdapat perbedaan dalam proses pengambilan keputusan. Namun, konsensus bisa dicapai melalui diskusi, negosiasi, dan kompromi di antara berbagai kepentingan yang ada. Meskipun tidak selalu semua pihak sepakat, demokrasi mendorong proses pembuatan keputusan yang inklusif untuk mencapai kesepakatan yang bisa diterima oleh mayoritas atau sebagian besar pihak yang terlibat.

Apa harapan kita untuk bangsa ini untuk menghadapi momentum 2024 dan kedepannya?

- Sebagai warga Indonesia, harapan kita adalah memastikan proses politik yang transparan, berintegritas, dan inklusif dalam menghadapi momentum politik tahun 2024 dan seterusnya. Diharapkan adanya kompetisi yang sehat antara berbagai pihak dengan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi, menghormati keberagaman, serta fokus pada pemecahan masalah yang nyata bagi masyarakat. Selain itu, partisipasi aktif dalam proses politik dan pemilihan umum, serta mendukung pemimpin yang mampu mempersatukan dan membawa kemajuan bagi bangsa menjadi kunci untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun