Terima kasih kepada rekan yang sudah membaca, menanggapi, dan membagikan tulisan ringan tentang para penabung yang bukannya untung tapi malah buntung (link goo.gl/4gULSL). Memang hitung-hitungan dalam tulisan tersebut disederhanakan dengan menggunakan sejumlah asumsi. Tujuannya agar mudah dipahami oleh rekans yang tidak mempunyai background keuangan.
Sebagai contoh, diasumsikan seluruh rekening yang berjumlah 267juta itu mendapat imbal hasil. Padahal dalam prakteknya, rekening dengan saldo dibawah Rp 1 juta tidak mendapat imbal hasil. Saya tidak punya data berapa jumlah rekening dengan saldo dibawah Rp 1 juta. Jadi dipakai jumlah rata-rata saldo tabungan yang sebesar Rp 3 juta.
Diasumsikan juga semua dana ditabung dalam bentuk simpanan, bukan deposito yang menjanjikan bunga lebih tinggi. Dengan rata-rata saldo Rp 3juta rupiah, saya pikir kecil kemungkinan nasabah tersebut mau repot-repot untuk menyimpan dalam bentuk deposito berjangka. Kemungkinan besar dana tersebut hanya untuk berjaga-jaga memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Selain itu, diasumsikan tidak ada pajak untuk bunga yang diperoleh nasabah. Kalau dimasukkan PPh Final atas Bunga Deposito dan Tabungan sebesar 20%, makin besar saldo tabungan yang dibutuhkan untuk mencapat "break even point".
Yaitu titik dimana pendapatan bunga bisa menutup biaya-biaya bulanan. Kalau dimasukkan unsur pajak, titik break even utk tabungan di Bank BRI menjadi Rp 27.8 juta. Untuk Bank BCA juga meningkat dari Rp 51 juta menjadi Rp 64 juta. Makin berat Cuy...
Bukankah ada jenis tabungan yang tidak kenakan biaya bulanan? Memang Ada. Contohnya "TabunganKu" yang digagas Bank Indonesia bersama berbagai bank di tanah air. Namun tabungan jenis ini hanya bisa menabung dan mengambil di bank tempat nasabah membuka tabungannya.
Tanpa layanan ATM dan e-banking. Di era digital economi dan e-commerce, transaksi antar bank adalah keniscayaan. Tidak heran kalau produk "TabunganKu" tidak terlalu diminati masyarakat.
Di berbagai negara, biaya admin bulanan atau "account keeping fees" sudah banyak ditinggalkan atau diturunkan. Teman yang pernah kuliah di Inggris bertahun-tahun yang lalu, saldo tabungannya masih aman karena tidak terpotong biaya bank.
Di Australia, bank-bank menurunkan berbagai bank fees karena mendapat sorotan dan tekanan dari publik. Di tanah air, beberapa bank kelas menengah juga telah membebaskan nasabahnya dari biaya bulanan. Dan ternyata bank tersebut tetap probfitable, tidak lantas jadi merugi.
Sayangnya, bank-bank besar belum mau menurunkan biaya bulanan. Padahal biaya untuk investasi IT secara umum sudah makin murah. Akhir tahun lalu beberapa bank besar malah menaikkan biaya bulanannya.
Nasabah tidak mudah untuk pindah ke bank lain karena bank-bank besar memagari dominasinya dengan mengenakan biaya transfer antar bank yang juga tidak murah. Disisi lain, masyarakat kita tingkat literasi keuangannya masih rendah, sehingga seringkali tidak paham kalau biaya bulanan tersebut menggerogoti saldo tabungannya.
Saya pikir sudah saatnya otoritas terkait turun tangan agar praktek perbankan di tanah air lebih fair agar masyarakat pengguna jasa bank yang jumlahnya ratusan juta orang itu tidak terus dirugikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H