Mohon tunggu...
Deni Ridwan
Deni Ridwan Mohon Tunggu... Akuntan - Just call me KangDeni

Pengamat pasar keuangan dan pasar kaki lima

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bank Sistemik dan Kaitannya dengan Risiko Perbankan

3 Mei 2018   11:00 Diperbarui: 3 Mei 2018   12:09 1488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak direct message ke saya yang menanyakan potensi peningkatan risiko perbankan usai konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada 30 April 2018 lalu. Pertanyaan ini timbul karena pada waktu itu Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa daftar Bank Sistemik bertambah dari 11 bank menjadi 15 bank.

Review daftar Bank Sistemik tersebut sebetulnya bukan hal aneh. Review ini merupakan kegiatan rutin yang dilakukan sekali setiap 6 bulan oleh OJK bersama BI sesuai amanat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Keuangan (UU PPKSK).

Kerancuan timbul karena berbagai media mengganti istilah "Bank Sistemik" menjadi "bank berisiko sistemik" ataupun "bank berdampak sistemik".

Penambahan kata "berisiko" dan "berdampak" tersebut menimbulkan pemahaman yang keliru. Seolah-olah terjadi peningkatan risiko yang berdampak luas pada stabilitas sistem keuangan karena bertambahnya jumlah Bank Sistemik. 

Bank Sistemik, atau secara internasional dikenal dengan istilah Systemically Important Banks (SIBs), pada dasarnya menunjukkan seberapa penting peran suatu bank dalam sistem keuangan. Baik pada level global (G-SIBs) atau level domestic (D-SIBs). Dengan demikian, saat ini terdapat 15 bank yang menurut OJK dan BI memiliki peran yang paling penting dalam sistem keuangan Indonesia. 

Kalau OJK menetapkan ada 4 bank yang naik peringkatnya menjadi Bank Sistemik, artinya 4 bank tersebut secara bisnis berkembang secara signifikan sehingga perannya dalam sistem keuangan domestik menjadi lebih penting. Oleh karena itu, jangan diartikan bahwa risiko di sektor perbankan meningkat hanya karena jumlah Bank Sistemik bertambah. 

Jadi dapat kita simpulkan, 15 Bank Sistemik tersebut sebetulnya merupakan the 15 most important banks in Indonesia. Sama sekali bukan bank-bank yang sedang mengalami permasalahan keuangan. Sesuai dengan best practices secara internasional, yang harus dilakukan oleh otoritas perbankan adalah memastikan agar bank-bank yang penting ini jangan sampai mengalami permasalahan yang berat.

Oleh karena itu, otoritas perbankan menetapkan pengawasan dan ketentuan yang lebih ketat untuk bank yang masuk kategori Systemically Important Banks.

Contohnya, OJK menerbitkan ketentuan mengenai tingkat permodalan dan likuiditas untuk Bank Sistemik yang lebih tinggi daripada bank-bank lainnya. Tujuannya agar bank-bank sistemik tersebut menjadi lebih tangguh dan kuat menghadapi berbagai risiko dan goncangan, baik yang berasal dari faktor domestik maupun global. 

Mudah-mudahan dengan tulisan sederhana ini dapat sedikit menjawab pertanyaan seputar penetapan Bank Sistemik. Sekali lagi, penambahan jumlah Bank Sistemik bukan berarti terjadi peningkatan risiko pada industri perbankan. Apalagi dibumbu-bumbui dengan kata-kata "ada 15 bank gagal berdampak sistemik". Waduhhh, saya pastikan itu hoax. he he

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun