Mohon tunggu...
Kang Dana
Kang Dana Mohon Tunggu... lainnya -

Komplek Ruko D Mall Blok A No.14 Jl. Raya Margonda, Depok

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Facebook Begitu Memikat?

6 Januari 2015   20:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:42 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sekarang, posting blog telah menjadi bagian dari pekerjaan saya. Dan sambil kerja, facebook dibiarkan terbuka. Setiap kali datang pemberitauan, pada tab atas muncul angka. Semakin pemberitahuannya bertambah, nominal angkanya pun bertambah. Tak tahu kenapa, setiap melihatnya, penasaran susah ditahan. Mouse cepat pindah, klik tab facebook, dan buka pemberitahuan.

Saya pikir, itu bagian dari kecerdasan facebook. Mereka perlihatkan dengan jelas setiap pemberitahuan yang datang, sehingga seseorang, akan terus dibuat penasaran, untuk membuka dan membuka facebook, membuka pemberitahuannya, susah pergi jauh, selalu ingin membuka dan membuka terus.

Dari tadi, bahkan dari dulu, saya terus memikirkan, pelajaran apa yang bisa kita dapat dari fenomena ini?

Ini fenomena unik, kemudian masalah ini saya share ke facebook. Respon teman sangat beragam.

Antara lain Sifa Aliefah. Dia katakan, mengapa semakin banyak pemberitahuan, semakin penasaran? Ibaratnya uang, semakin besar nominalnya, semakin asyik. Ada-ada saja. Dasar ibu rumah tangga. Mikirnya duit melulu.

Yang lain mengatakan, karena yang muncul di notifikasi itu pemberitahuan tentang tindakan orang lain yang berhubungan dengan apa yang telah kita lakukan sebelumnya, sebab notif itu takkan datang jika sebelumnya tidak membuat status, memberikan komentar, atau membuat akun facebook. Itu jawaban cerdas. Ilmiah. Menarik. Datang dari member Komunitas Bisa Menulis bernama Arief Saefudin. Dan menariknya, pendapat yang dia berikan tak sebatas itu. Selanjutnya dia pun menulis, "Kita akan selalu penasaran dengan hal-hal yang ada hubungannya dengan diri kita sendiri, atau tentang orang lain yang ingin kita ketahui lebih lanjut. Sama halnya hadphone kita bunyi, kita akan penasaran untuk mengangkat dan membukanya, beda halnya ketika yang berbunyi itu handphone orang lain, kita takkan meresponnya. Jadi manusia memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap hal-hal yang berhubungan dengan dirinya sendiri."

Beneran, saya suka jawabannya. Ini jadi bisa menjadi pelajaran penting, tentang apa yang selayaknya kita pake buat materi nulis dan ngobrol dengan orang. Yaitu, apa yang harus kita tulis buat bacaan orang, tentu saja yang disukai orang, dan tulisan yang menarik bagi orang, adalah tulisan yang relevan dengan mereka, kebutuhan mereka, kesehatan mereka, kehidupan mereka. Demikian juga perbincangan kita akan menarik bagi orang, saat konteksnya berhubungan dengan mereka.

Sebagian besar orang kurang menyadari fakta ini. Akibatnya seperti saya, seringkali membicarakan diri. Mending kalau saya punya hal yang pantas dibanggakan. Ini mah tidak. Akibatnya orang jenuh. Bagaimana tak jenuh. Sudah mah tak punya apa-apa, pake berbangga-bangga. Orang kaya sombong memang jelek. Tapi orang miskin sombong, itu lebih jelek.

Jawaban lucu datang dari Kimimaki, "Kita paling tak tahan menanggung tumpukan," Hahaha. Seketika singat tumpukan kotoran perut, kalau sudah menumpuk, susah menahan. Begitu juga kandung kemih, jika sangat menumpuk, pada bagian ini bisa bahaya. Beban hutang yang menumpuk juga susah ditahan, demikian juga sampah di rumah. Leuwi Gajah adalah bukti nyata ketika sampah susah ever numpuk. Sampah itu longsor, menimbun kampung. Merenggut nyawa.

Selain jawaban itu, datang pula jawaban mengingatkan. Penuh kekhawatiran. Menurut mereka, tertariknya kita terus kembali dan kembali buka facebook ini bahaya. Bisa jadi ini tanda kita sudah tertipu, lalai, menjauhkan dari kehidupan social nyata. Sebagian komentator sampai ada yang membagikan video, bagus sekali pesannya, dan saya share ke kronologi. Sebagian lagi, seperti Bu Atee Soleha, mempertanyakan, mungkinkah facebook ini satu fenomena dajjal, yang dikabarkan akan melakukan tipuan?

* * *

Sampai baris ini, saya lirik lagi judul di atas. "Mengapa Facebook Begitu memikat?"

Sebagian jawaban sudah kita sebutkan, meski yang dibahas bagian spesifiknya. Namun buat pertanyaan ini, saya cuma punya satu jawaban, yaitu karena facebook memberi keleluasaan buat nyambung dengan banyak orang. Bicara dengan banyak orang seringkali buat lupa waktu, jam berlalu terasa singkat.

Saya rasakan hal ini saat kerja di kantor. Jam kerja berlalu begitu cepat, ketika samping kiri kanan saya banyak orang. Siang hari, dari pagi sampai sore, waktu berlalu tak terasa. Mengapa? Karena suasana kerja di kantor saya banyak orang, dengan mereka, ngobrol, tukar pikiran, bercanda. Ada ruginya juga sih. Inginnya duduk kerja ini menghasilkan banyak tulisan. Dari jam ke jam terus menulis, tanpa henti, dan saya menjadi produktif. Target saya, dalam sehari harus menghasilkan delapan tulisan. Ternyata susah. Karena banyak orang, sebagian besar waktu saya gunakan buat ngobrol, bicara kepada kepada mereka, mendengar dan saling berinteraksi. karena sebagian besar waktu saya gunakan buat ngobrol, buat bercanda. Waktu tak terasa, berlalu dari pagi sampai sore, tahu-tahu maghrib, sedangkan saya, cuma baru menghasilkan satu tulisan.

Bisa berkomunukasi dengan banyak orang itu menyenangkan.

Banyak orang protes kepada KBM. Sebuah grup facebook singkatan dari Komunitas Bisa Menulis. Teriak-teriak ingin keluar, sudah keluar, lebih baik keluar. KBM sudah sesat, sudah kacau, sudah tidak jelas, dan segudang keluhan lain. Sepertinya bakal pergi, jauh, keluar, ngblok. Ternyata mereka masih ada. Hahaha.

Pelajarannya: Jangan pernah menyepelekan teman.
Banyak teman itu menyenangkan.

Teman lebih penting dari benda,
Bahkan Patrick Star pernah bilang, pertemanan lebih penting dari pengetahuan.
"Jila ilmu pengetahuan bisa membuatku melupakan sahabat terbaikku, maka aku lebih memilih jadi bodoh saja."

Demi ide, demi kebenaran, sering saya sampai mengabaikan teman. Akibat mempertahankan kebenaran, yang sebenarnya hanyalah ego, sering saya sampai merendahkan orang lain.

Amat disayangkan. Sebuah ketidaksadaran konyol!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun