Kita memiliki dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial. Keduanya saling berkaiatan. Sebagai pribadi kita mesti menata diri agar bisa beradaptasi dalam lingkungan sosial masyarakat tempat kita tinggal. Dan sebagai bagian dari komunitas siosial, kita pun dituntut untuk berbagi manfaat keapada tiap-tiap individu dalam masyarakat.
Interaksi dengan orang lain baik karena hubungan bisnis, dakwah, pekerjaan dan sebagainya sering melahirkan inspiransi-inspirasi yang bermanfaat. Begitupun proses kontemplasi dengan cara melakukan perenungan yang rutin kerapkali mendatangkaan intuisi atau ilham sebagai energi untuk hidup lebih baik.
Saya termasuk orang yang suka iseng memperhatikan gaya bicara pemimpin saat menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam sebuah forum rapat. Diantaranya ditemukan gaya menjawab pertanyaan seperti ini, "Baiklah saya mulai dari yang terakhir ...". lantas bla-bala-bala , beliau menjawab pertanyaan satu persatu dari nomor yang terakhir. Menariknya setiap jawabannya runut, sistematis mudah dimengeriti. Saya kira ini caracukup unik dan sejalan dengan kinerja otak. Walaupun belum melakukan riset, namun kemungkinan besar ada benarnya.
Dan tidak hanya berhenti sampai disitu, akal yang terbatas ini pun menggali apa hikmah yang terkadndung dari filosofi Memuliai dari akhir?
Bicara soal hikmah, memang tak ada batasan formal. Semakin digali semakin banyak hikmah yang ditemukan. Sayang kalu dilwewatkan begitu saja. Bukankah kita dituntut untuk berpikir? Banyak sekali ayat Al-Qur'an yang menyiratkan kita petunjuk untuk menggunakan akal ini. Misalnya kalimat la'allakum ta'qilun, la'allakum tatafakkarun, dll. Dan tak ada hikmah yang absolut. Kadang hari ini dianggap benar, bisa jadi untuk ukuran besok diklaim salah.
Walaupun demikinan tak ada salahnya bila saya mencoba menuliskannya. Dan hari ini saya temukan hikmah tersebut setikdaknya ada beberapa poin berikut ini:
Dalam bedah buku Seven Habits karya Dr. Stephen Covey Darmawan Aji menyebutkan salah satu kebiasaan orang sukses selalu memulai dari tujuan akhir. Artinya, sebelum melakukan sesuatu hendaknya dilakukan pemikiran secara mendalam. Setelah ketemu poin pentingnya barulah action. Jadi orang sukses itu akan berpikir sebelum bertindak. Pikiran mendahului tindakan. Pelajari, pahami, kuasai baru bertindak. Belajar, belajar, belajar baru beramal.
Tetapi apakah gaya seperti ini mutlak harus dilakukan dalam segala hal. Kebanyakan ada benarnya, tetapi tidak selalu tepat. Sepeti dalam mengambil keputusan bisnis. Seseoang yang terlalu banyak berpikir maka tidak akan kelar-kelar mulai berbisnisnya.Â
Ippho Santosa menyarankan kalau menegambil keputusan bisnis yang bermodalkan kecil (ratusan ribu-sejutaan) Â hendaknya dahulukan action daripada banyak berpikir. Sebaliknya kalau modal yang diperlukan puluhan juta ke atas. Maka proses berpikir mendalam atau memulai dari tujuan akhir ini mutlak diperlukan.
Hal ini erat kaitannya dengan resiko yang dihadapi. Semakin besar modal yang dikeluarkan akan semakinb esar resikonya. Sehingga untuk menyiasatinya diperlukan proses berpikir yang terukur agar bisa meminimalisir resiko yang ada. Tetapi ketika memulai bisnis dengan modal kecil. Terlalu banyak berpikir itu hanya membuang-buang waktu saja. Cara terbaiknya adalah langsung action. Berpikir sambil berjalan saja.
Filosofi memualai dari akhir pun sejatinya adalah gambaran rusmus kehidupan yang sebenarnya. Dalam surat Al-Insyirah dikatakan faidza faroghta fangshob, artinya apabila sudah selesai satu pekerjaan maka muluailah pekerjaan yang lainnya. Ini mengajarkan pola hidup orang yang sukses yaitu memiliki produktiviatas tinggi. Dia tidak pernah berhenti di satu keberhasilan, melainkan terus berjuang untuk lebih meningkatkannya.