Mohon tunggu...
Robani
Robani Mohon Tunggu... PNS -

Guru pada MTsN 12 Kuningan Kec. Hantara, Kuningan Marketing Eksekutif PayTren pada PT. Veritra Sentosa International, Bandung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masih Bahagiakah Petani "Zaman Now"?

27 Mei 2018   20:46 Diperbarui: 27 Mei 2018   21:09 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika masa kecil dulu yang paling menggembirakan itu saat panen padi. Betapa di sana-sini orang tersenyum. Mereka menikmati hasil jerih payahnya beberapa bulan yang lalu menanam, menyiram, memelihara dan memupuk hingga akhirnya bisa di panen. Mereka tidak harus beli beras kota karena ada pasokan dari sawah.

Tapi apakah sekarang masih seperti itu? Kita lihat dulu, ternyata telah terjadi perubahan paradigma di masyarakat. Pola pikir materialistis telah merebak. Di mana segalanya pakai uang, sehingga ketika bercocok tanam pun memilih tanaman yang cepat menghasilkan uang.

Dan itu memang terbukti sejak beberapa tahun yang lalu. Ketika para petani memilih tanaman tertentu dalam hal ini bawang daun yang memang waktu panennya cukup singkat dan bisa menghasilkan uang yang cukup melimpah. Tetapi itu pun tidak selamanya berhasil, karena petani tidak bisa bermain di harga. Pada yang masa tertentu untung banyak, namun saat lainnya justru sebaliknya.

Kenapa? Karena untuk bercocok tanam itu sekarang tidak cukup dengan modal 100-200 ribuan, tapi butuh jutaan. Mulai dari membeli bibit, pupuk dan obat-obatan yang harganya semakin melambung. Untung kalau ketika dipanen harga naik, tapi kadang-kadang tak terduga. Pada waktu menanam harga naik, beli bibitnya juga harga mahal tapi ketika dipanen harga merosot jatuh.

Maka terkadang mengerikan. Tanaman yang dari kecil dirawat sedemikian rupa, namun ketika sudah mau dipanen harga jatuh. Bagi orang-orang yang tidak berfikir jauh, tanaman itu sampai disabit habis  bahkan dikubur. Sungguh mubadzir. Padahal kalau bisa berfikir panjang, tanaman tersebut bisa dimanfaatkan. Mungkin disedekahkan kepada orang yang tidak memiliki sayuran. Misalnya diberikan kepada tetangga atau saudara-saudara di desa lain yang tidak punya tradisi pertanian.

Jadi, kalau ada pertanyaan apakah petani masih bahagia saat ini? Mungkin jawabannya kebahagiaan itu sudah berkurang karena akibat cengkraman kapitalisasme, materialisme dan hedonisme. Petani tidak bisa bertahan jika tak memiliki modal besar. Makanya saya juga berpikir-pikir dulu untuk terjun ke pertanian. 

Walaupun demikian harapan untuk kembali tetap bahagia harus ada dan terus diperjuangkan. Para petani harus berani mengubah pola pikir agar bisa sukses dan bahagia. Karena petani sejatinya profesi yang paling berbahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun