Di tengah kondisi haus dahaganya berpuasa, para siswa dari jenjang pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas saat ini sedang melaksanakan ujian kenaikan kelas, kalau sekarang istilah Penilaian Akhir Tahun. Berat memang ketika perut kosong sementara harus memutar otak bagaimana bisa jawab soal-soal yang ada dalam lembaran ujian saat ini.
Namun demikian saya melihat wajah-wajah yang tanpa beban, bersemangat, terus berjuang, pokoknya luar biasa. Ternyata soal perut itu bukan hal utama. Dalam keadaan perut kosong saja semangat itu bisa tumbuh berkali-kali lipatil dibandingkan ketika terpenuhi hasrat hasrat makannya.
Saya jadi membayangkan betapa beratnya perjuangan perang Badar. Ketika itu Rasulullah dan para sahabat harus mempertahankan keyakinan melawan serangan musuh yang datang pada saat orang-orang islam sedang berpuasa. Rahasianya adalah kekuatan iman yang mampu memacu langkah lebih cepat, mengeluarkan energi lebih kuat,dan mendorong kemauan yang lebih hebat.
Kita tahu, hanya orang yang beriman saja yang disapa oleh Allah untuk melaksanakan ibadah puasa ini. Sedangkan mereka yang tidak punya keimanan tidak mendapatkan kehormatan untuk melaksanakan ibadah yang mulia ini. Jadi jelas perbedaannya bahwa kekuatan iman itu bisa mengalahkan segala tantangan yang terbentang.
Bahkan ketika keimanan sudah di puncaknya, maka segala kemustahilan dapat dilawan. Buktinya ketika peristiwa perang Badar tersebut sungguh irrasional secara logika, bagaimana mungkin pasukan yang lebih sedikit dengan peralatan perang sederhana dan apa adanya mampu melawan pasukan musuh yang jauh lebih besar jumlahnya, lebih siap mental fisiknya dan lebih lengkap peralatan perangnya.
Tapi memang faktanya demikian 300 orang bisa mengalahkan 1000 orang. Dalam sejarahnya kekuatan iman itu tidak akan pernah kalah oleh kekuatan apapun. Terbukti dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, bagaimana teriakan takbir mampu membakar semangat para pejuang rakyat Indonesia untuk mengusir penjajah  dengan hanya bermodalkan bambu runcing, namun membuat penjajah kalang kabut.
Kalau kita bicara hanya matematis rasanya tidak mungkin senjata bambu runcing bisa mengalahkan meriam dan senjata-senjata modern lainnya. Tetapi sekali lagi di luar nalar ada kekuatan iman yang mengalir bermuara di dalam dada para pejuang. Mereka berkeyakinan bahwa mencintai negeri itu bagian dari keimanan, sehingga berjuang untuk NKRI termasuk sebuah jihad fisabilillah bagi para pejuang muslim.
Iman itu tak sekedar logika matematis. Tetapi sebuah kekuatan jiwa yang mampu mengalahkan berbagai purba sangka. Keimanan adalah kekuatan dahsyat yang bisa menggerakkan seluruh jiwa raga. Pertanyaannya sudahkah keimanan kita mampu menggerakkan segenap jiwa raga untuk berbuat yang terbaik, berkarya yang berkualitas, dan bermanfaat untuk kemaslahatan umat?
Terima kasih kepada para siswaku yang saat ini tengah diuji, bahkan ujian di atas ujian. Kalian diuji dengan ibadah puasa dan diuji dengan menyelesaikan soal-soal Penilaian Akhir Tahun ini. Semoga kalian jadi generasi penerus yang beriman dan bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H