Mohon tunggu...
Nur Azis
Nur Azis Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar sepanjang waktu

Bercerita dalam ruang imajinasi tanpa batas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tukang Kayu yang Trauma

26 Oktober 2019   22:22 Diperbarui: 26 Oktober 2019   22:41 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebelum berjualan jagung bakar seperti yang sekarang, Suman, dulunya adalah seorang tukang kayu. Pada saat sedang memotong papan kayu dengan gergaji mesin, konsentrasinya sedikit lengah. Ada yang mengganggu pikirannya. Sehingga, papan kayu jati yang panjangnya hampir tiga meter, memental. Menghantam kepalanya. Sementara, jari tangannya, ikut terpotong oleh gergaji mesin yang terus berputar.

Ada bekas luka di kepalanya. Jarinya, tak berwujud utuh. Jari telunjuk dan tengah sebelah kiri, sebagian atasnya terputus, hingga nampak tumpul. Kejadian itu, membuat Suman, semacam trauma. Ada ketakutan, ketik harus berhadapan dengan gergaji mesin atau pun papan-papan besar.

Hesti, istrinya sempat bingung. Lantas mau bekerja apa, jika suaminya tak mau lagi bekerja sebagai tukang kayu. Sementara kebutuhan hidup tak dapat dibendung lagi. Bayar kredit motor, cicilan hutang mingguan, biaya sekolah anak, untuk makan sehari-hari, dan untuk kebutuhan yang lainnya.

Setelah ke sana kemari tak ada kesempatan kerja, akhirnya dia mengikuti jejak sang ayah. Menjadi penjual jagung bakar. Jika ayahnya berjualan di pusat kota, Suman memilih berjualan di pusat keramaian patung tiga putri. Bekerja mulai sore hingga jam sepuluh malam.

Baginya, pendapatan yang diperoleh dari berjualan jagung bakar, berapa pun tetap dia syukuri. Memang, jika dibandingkan dengan pendapatannya sebagai tukang kayu sangat jauh berbeda. Dulu, jika di rata-rata, setiap harinya bisa mengantongi seratus ribuan. Sekarang, untuk mendapatkan untung tiga puluh ribu saja, susahnya minta ampun.

Suatu ketika, Juragan Abas, menyambangi rumah Suman. Mengajaknya untuk bekerja kembali di gudang mebelnya. Saat ini banyak order dari luar negeri. Butuh tukang-tukang yang berpengalaman seperti Suman. Juragan Abas, sampai memberi tawaran upah yang lebih besar jika dibandingkan dengan yang dulu.

"Nanti upah harian Sampean saya naikkan, Kang." Kata Juragan Abas.

"Bukan itu, Pak Abas. Saya takut melihat mesin dan kayu." Jawab Suman.

"Alah ... nanti juga terbiasa. Memang seperti itu. Tapi lama-kelamaan akan hilang. Apalagi jika diupah tinggi. Pasti bisa."

Mendengar percakapan suaminya dengan Juragan Abas. Hesti seperti tak sabar. Ingin rasanya menyelonong dalam obrolan. Segera mengiyakan tawaran si juragan mebel.

"Ya sudah, tidak harus sekarang. Besok-besok juga tidak apa. Yang jelas, saat ini saya sedang mengerjakan order dari Timur Tengah. Barang-barangnya, itu spesialis Sampean." Sang juragan, segera meninggalkan rumah Suman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun