"Untuk apa? Aku sudah tak mencintaimu lagi."
"Aku tinggalkan istriku, yang sudah hidup bersamaku lebih dari tiga puluh tahun, aku terbang dari Kanada dengan uang secukupnya. Untuk menemuimu."
Rumah tangga Marco dengan istrinya, terasa hampa. Marco tak lagi punya harga diri. Semua diatur oleh istrinya. Bahkan untuk sekedar membeli celana dalam sekalipun, harus mendapat izin istrinya. Marco tak lebih seperti piaraan istrinya.
Sangat berbeda dengan Anggita. Tak hanya cantik. Tapi dia adalah wanita yang penuh dengan kasih sayang. Bersamanya, Marco menemukan arti kebahagiaan.
Namun, lagi-lagi, uang menjadi pertimbangannya saat itu. Jika dia bercerai dengan istrinya, kemudian miskin, apakah Anggita masih mau menerimanya. Sementara usianya sudah lebih dari setengah abad. Usia yang tak lagi muda.
"Aku telah menceraikan istriku Anggita. Bertahun-tahun, pikiranku selalu bergejolak. Memikirkanmu di sini. Memikirkan Bastian juga adiknya. Aku sangat mencintai kalian."
"Kau telah menceraikan istrimu?" Tanya Anggita.
"Iya ..." Jawab Marco dengan tegas.
"Bodoh kamu ...."
"Maksudmu?"
"Kau akan miskin diusia tuamu. Tak ada yang merawatmu, tak ada pula perusahaan yang mau menerimamu bekerja. Kau sudah tua Marco."