Mohon tunggu...
Kang Arul
Kang Arul Mohon Tunggu... Penulis - www.dosengalau.com

www.dosengalau.com | sering disebut sebagai dosen galau membuatnya sering galau melihat kehidupan. Lulusan S3 Kajian Media dan Budaya dari UGM Jogjakarta ini menjadi konsultan media digital yang telah menulis lebih dari 100 buku dan memublikasikan ratusan artikel secara nasional dan internasional.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mencari Pendar Pelangi #2

11 Oktober 2021   13:08 Diperbarui: 11 Oktober 2021   13:18 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan masih tersisa. Bau tanah masih bisa terhidu. Kembang warna-warni masih terlihat kesegarannya.

Aku masih terduduk, membiarkan celana jeans basah di atas bebatuan yang kebetulan ada, merapalkan beberapa kata ke langit-langit untuk seseorang yang benar-benar berarti di depanku.

"Kamu harus mengejar mimpimu," begitu ucapannya yang masih tergiang, "kalau perlu kejarlah matahari sampai ia tenggelam."
Kuhela napas sejenak.

"Jadi laki-laki itu harus berani berjalan jauh. Sejauh-jauhnya. Biar kamu bisa melihat dunia dan bisa menceritakan untuk anak cucumu kelak."

Pesan itu seperti nyata saat ini, hanya saja yang kulihat hanyalah gundukan tanah dan bayang-bayang wajahnya.

"Bu, aku pamit," gumamku serasa meletakkan telapak tangan kanan di atas gundukan tanah.

Suasana sekililing terasa sepi Jika tidak hujan, mungkin akan ada beberapa orang yang juga akan menziarahi pekuburan ini. Ah, tapi itu hanya sedikit saja, jarang rasanya mereka dating saat menjelang sore.

Sayup terdengan suara orang mengaji dari kejauhan. Sebentar lagi sore akan ditelan malam.

Beberapa saat kemudian aku berdiri. Membersihkan beberapa butiran tanah yang menempel di celana dan sepatu. Mengambil Eiger 65 liter dan mulai berjalan.

Hanya beberapa langkah saja aku kembali menoleh. Melihat gundukan tanah di sana dan tempat ibu bersemayam. Ada doa singkat yang kemudian dirapalkan.

Tiba-tiba saja matahari sore bersinar lebih terang walau warna merah saga masih terlihat menjadi latarnya di sebelah barat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun