Mohon tunggu...
Kang Arul
Kang Arul Mohon Tunggu... Penulis - www.dosengalau.com

www.dosengalau.com | sering disebut sebagai dosen galau membuatnya sering galau melihat kehidupan. Lulusan S3 Kajian Media dan Budaya dari UGM Jogjakarta ini menjadi konsultan media digital yang telah menulis lebih dari 100 buku dan memublikasikan ratusan artikel secara nasional dan internasional.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Rambu Solo dan Pesta Kematian Menuju Surga

25 Oktober 2015   15:06 Diperbarui: 26 Oktober 2015   11:50 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika saya tiba lokasi upacara di Desa Parinding, Rantepao dari kejauhan sudah terdengar prosesi upacara Rambu Solo, yakni upacara mengistimewakan kematian sebagai salah satu adat istiadat masyarakat di sana. Upacara atau pesta ini sebagai prosesi mengantarkan yang meninggal menuju siklus baru di Puya atau surga.

Lazimnya pesta ini dilaksanakan selama tiga hari, hari pertama jasad diarak dari rumah ke lokasi upacara dan dibaringkan di rumah Tongkonan. Hari kedua diadakan persembahan, biasanya berupa babi atau kerbau, dengan diiringi tarian Ma’Badong. Hari ketiga barulah dari rumah Tongkonan jasad dikebumikan di pemakamam yang biasanya di bukit-bukit.

Kedatangan saya dan rekan-rekan ternayta sudah di hari ke-2 dari rangkaian Rambu Solo itu.  Saya pun melihat langsung bagaimana tarian yang terdiri dari sekitar 70 orang yang saling berpegangan tangan dengan masing-masing jari kelingking yang ditautkan, melingkar, dan menggerakkan kaki-badan dengan bersamaan. Itulah Ma’badong sebagai salah satu Pesona Indonesia.

Ke’de’ ko anta unbating … Madarinding sola nasang…

Kedengarannya begitu menyayat hati. Syair yang diucapkan oleh pemimpin ritual tarian, disebut dengan Pa’badong, langsung disambut dengan sahutan dari anggota yang lainnya.

Ma’badong merupakan ritual tarian dalam upacara kematian yang digelar di Tana Toraja. Tarian ini memang dilakukan secara berkelompok dengan jumlah minimal tiga orang dan bisa diikuti oleh puluhan bahkan ratusan orang. Mereka menyanyikan syair-syair yang dilagukan (kadong-badong) sebagai pengingat akan kematian dan kenangan yang ditinggalkan. Biasanya di tengah-tengah lingkaran itu ada hewan yang siap di korbankan.

O ya, jenis Badong ini terdiri dari ratapan, bearak, nasihat, dan pemberkatan. Syairnya mulai dari cerita tentang asal-usul manusia dari langit, masa kanak-kanak, kebaikan-kebaikan yang dilakukan sebagai bentuk pujian. Tidak hanya ditujukan kepada si mayat, syair dalam Badong juga ditujukan kepada orang-orang yang hidup agar mendapat berkat.

Ma’badong dilakukan di halaman atau pelataran tempat upacara berduka, biasanya di depan rumah Tongkonan, yakni rumah tempat jenazah dibaringkan selama upacara sebelum di  kebumikan. Ritual ini bisa dilakukan selama satu dua jam dan bahkan bisa dilakukan selama tiga hari tiga malam tergantung si empunya hajatan.

Tarian ini dilakukan oleh kelompok pria maupun kelompok yang hanya wanita dari segala umur. Biasanya pakaian yang dikenakan berwarna gelap atau hitam.

Di lokasi acara juga saya lihat di kiri kanan dari rumah Tongkonan ada semacam tempat yang diisi oleh para tetamu maupun keluarga. Mereka berpakaian serba hitam sebagai bentuk rasa duka yang ditunjukkan.

Selama prosesi Tarian Ma’badong dilakukan, di bagian lain hewan-hewan dikorbankan. Dagingnya dimasak dan kemudian dibagikan kepada pengunjung yang hadir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun