Bagi saya… video tadi tidak sekadar cerita atau drama kehidupan yang bisa dilihat sehari-hari. Video itu adalah bukti bagaimana sebuah filosofi dari Monozukuri Toyota yang tidak sekadar sebuah pabrik penghasil mobil semata tetapi mengerti bagaimana manusia itu secara individu. Individu yang tidak hanya menikmati hasil dari proses panjang produksi dan mengendarainya di jalan, melainkan individu yang berada dalam proses panjang produksi itu sendiri.
Kembali ke video ayah-anak perempuan tadi. Cerita tersebut ditutup dengan kalimat ‘Love Works Invisible. Toyota Love Work’. Sebuah frasa yang menyatakan bahwa Toyota memberikan segenap cinta dalam ‘pekerjaan’. Karena, cinta bisa menggerakkan individu menjadi pribadi yang luar biasa. Termasuk aplikasinya dalam bekerja. Seseorang yang bekerja dengan cinta maka hasilnya akan menjadi berbeda dengan seseorang yang bekerja karena tuntutan kebutuhan gaji semata.
Cinta itu yang saya temukan saat berkunjung ke PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) di Sunter dalam rangka Kompasiana Visit Rabu, 10 Juni 2015 lalu. Perwujudkan cinta yang tidak hanya muncul dari individu-individu luar biasa yang berada di pabrik, tetapi juga mesin-mesin dan semua komponennya yang juga memanusiakan pekerjanya.
Lihatlah bagaimana sebuah pabrik yang berisi mesin dan penuh dengan aktivitas kerja dengan tenggat waktu dan prosedur yang ketat memiliki satu klaster tempat duduk yang tertata apik. Ada ornamen air mancur dua tingkat di sana, tiang lampu, tanaman, dan lantai kayu. “Di sini siapapun bisa beristirahat ketika lelah,” begitu penjelasan dari staf pemandu saat kami berkeliling di pabrik yang terletak di Sunter itu.
Itu adalah sebagian kecil Budaya Toyota. Sebuah budaya yang menjadi jantung dari Toyota Way.
Toyota Way tidak sekadar menjadi cara yang ada di pabrik Toyota seluruh dunia saja, melainkan juga semacam kutipan pendiri brand ini, tradisi oral yang kaya dalam perusahaan mengenai nilai, keyakinan, sampai pada kisah-kisah yang menginspirasi.
Dalam catatan sejarah yang saya temui dari tulisan Liker dan Hoseus (2008) dalam buku Toyota Culture, The Heart and Soul of Toyota Way saya mendapatkan bahwa Toyota Way memberikan penghargaan terlebih dahulu kepada manusia. Filosofi ini diambil dari pengalaman menjalankan pabrik selama bertahun-tahun.
Hanya saja, menjadi catatan penting, bahwa Toyota Way memerlukan waktu sampai 10 tahun menjadi bahan tertulis. Sebab, selama ini ajaran-ajaran itu hanya disampaikan secara oral kepada karyawan, pemasok, distributor, dan sebagainya.
Di bawah pengawasan Fujio Cho yang kemudian menjadi presiden di Toyota, pada tahun 2001 Toyota Way berhasil dituliskan dan menjadi pedoman. Sebuah upaya yang memerlukan penulisan berulang kali bahkan sampai mengalami 20 kali revisi.
Terbukti, Toyota Way menjadi sangat populer di industri otomotif. Liker dan Hoseus (2008:15) sendiri bahkan dalam bukunya memberikan catatan khusus bahwa telah banyak yang mempelajari lean production sebagai upaya menekan pemborosan dan Toyota Production System (TPS) menjadi sistem yang sangat populer.