Mohon tunggu...
Kang Arul
Kang Arul Mohon Tunggu... Penulis - www.dosengalau.com

www.dosengalau.com | sering disebut sebagai dosen galau membuatnya sering galau melihat kehidupan. Lulusan S3 Kajian Media dan Budaya dari UGM Jogjakarta ini menjadi konsultan media digital yang telah menulis lebih dari 100 buku dan memublikasikan ratusan artikel secara nasional dan internasional.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Belajar dari Toipah

22 Januari 2015   17:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:36 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan dalam Kompasiana Blog Trip dan Jejak Para Riser ini bagi saya memiliki kesan yang berbeda. Kesan itu tidak hanya saya bisa menjajal bagaimana mengendarai Datsun GO saja atau mengunjungi lokasi wisata yang masih jarang dikunjungi orang semata, melainkan pelajaran berharga dalam kehidupan.

Pelajaran ini saya dapatkan ketika mobil yang kami kendarai sampai di Brebes. Sebagai salah satu kota yang dikenal dengan produksi telor asinnya, saya dan rekan-rekan tentu tak mau ketinggalan untuk membeli oleh-oleh.

Ketika beberapa kilometer setelah keluar dari tol Kanci-Pejagan, mobil yang kami kendarai berhenti di sebuah kios penjaja telor asin di pinggir jalan tepatnya di Jalan Raya Klampok Barat.

"Telor, Pak, ada yang telor asin bakar juga."

Seorang wanita paruh berkacamata dengan beberapa uban di kepalanya menyapa kami.

"Ini semuanya 30 ribu rupiah," nadanya masih sangat ramah.

Saya dan beberapa teman pun memilih telor asin paketan yang dibungkus plastik berisi enam butir. Kemudian saya pun melihat beberapa bungkus bawang goreng.

1421898784324075247
1421898784324075247

"Buat sendiri telorny, Bu?" tanya saya.

Wanita yang bernama Toipah mengangguk, lalu katanya, "Iya, Pak, ini saya buat sendiri di rumah. Di bantu anak-anak."

"Lho, anaknya berapa, Bu?"

"Empat. Ini yang bungsu." Toipah menunjukkan anak gadis di sebelahnya. "Baru SMA," jelasnya.

Saya tersenyum. "Kalau bawang goreng, Bu?"

"Juga sendiri. Itu di belakang ada tanah sedikit. Kita tanam bawang, dikupas dan potong serta dimasak sendiri."

Kemudian kami pun di ajak melihat kebun miliknya. Ukurannya lumayan besar sebenarnya untuk ditanami bawang.

"Biasanya laku berapa, Bu, dalam sehari?" tanya saya beberapa saat kemudian.

"Tidak tentu, Pak, kadang ramai, biasanya kalau hari raya atau liburan. Kadang juga sepi. Tapi adalah yang beli."

"Dagangnya sendiri sudah berapa lama, Bu?"

"Kalau di sini," Toipah menujuk pada plang warungnya yang bertuliskan 'Telor Asin Istimewa Abah Jaya', kemudian ia melanjutkan penjelasannya, "di sini baru lima tahunan, tapi saya sudah dagang sejak tahun 95-an."

"Sudah 20 tahunan dong, Bu," ulang saya.

"Iya. Bisanya hanya ini," tutupnya.

Dari perbincangan itu saya pun mengambil secuil hikmah bahwa di tengah kondisi ekonomi yang luar biasa menimpa negara ini ternyata masih ada saja orang yang mau berusaha dan memanfaatkan apa yang mereka miliki. Toipah adalah contoh kecil bagaimana keuletan, kesabaran, dan pribadi pantang menyerah yang ada di sekitar kita.

Juga, di usianya yang terbilang senja memasuki usia ke-60 tahun, Toipah tetap saja beraktivitas menjajakn telor asin, bawang goreng dan apa saja yang bisa menghasilkan uang. Toipah bahkan tidak mau beristirahat di rumah dan mengandalkan keempat anaknya yang sudah terbilang sudah dewasa semua. Toipah hanyalah menjalani jalur hidup yang digariskan kepadanya... dengan kekuatan dan tekad bahwa hidup ini tidak boleh ada kata kamus menyerah dan berleha-leha.

Hmmm, pelajaran berharga buat mereka yang masih muda...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun