Mohon tunggu...
Kang Arul
Kang Arul Mohon Tunggu... Penulis - www.dosengalau.com

www.dosengalau.com | sering disebut sebagai dosen galau membuatnya sering galau melihat kehidupan. Lulusan S3 Kajian Media dan Budaya dari UGM Jogjakarta ini menjadi konsultan media digital yang telah menulis lebih dari 100 buku dan memublikasikan ratusan artikel secara nasional dan internasional.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Komunitas Hong, Permainan dan Kebahagiaan

23 Januari 2015   18:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:31 1803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum ada gadget atau perangkat telepom genggam, konsol permainan, dan bahkan laman virtual, tentu permainan itu selalu dilakukan di luar ruangan. Tidak hanya itu, permainan yang dilakukan pun selalu sederhana. Ya, ada rasanya perubahan yang sangat luar biasa dari kemajuan teknologi dan informasi serta penemuan perangkat-perangkat yang memang dibuat untuk permainan elektronik.

Mungkin tidak semua generasi ingat, tetapi saya masih ingat bagaimana lapangan tanah bulutangkis bisa digunakan untuk permainan galasin atau goba sodor. Tiang listrik selalu tiap habis salat magrib saya dan teman-teman gunakan untuk main benteng-betengan. Batang pohon pisang yang bisa dijadikan senjata dan saya pun berlagak seperti tentara. Atau… potongan bambu untuk dijadikan enggrang dan bermain adu cepat.

Ah, rasanya kenangan akan permainan masa kecil itu seperti baru saja kemarin saya lakoni bersama teman-teman kecil saya. Makanya ketika tahun lalu ada sebuah grup virtual di Facebook yang isinya nostalgia masa kecil, saya pun menikmati kenangan itu dengan membaca postingan tentang masa kecil.

Saya tidak mengatakan bahwa permainan tradisional dan memanfaatkan bahan alami itu punah. Saya sangat yakin masih banyak yang tetap bermain wayang-wayangan dari batang padi, bermain gobak sodor meski di lapangan bulutangkis yang sudah di semen, bermain petak umpet  di antara rumah-rumah komplek yang mulai ramai merambah pinggiran kota, atau menyentil kelereng setelah pulang dari sekolah. Bahkan saya dan anak-anak di rumah pun masih memainkan congklak dan ular tangga.

Ketika di hari ke-4 trip perjalanan dari Jogjakarta-Bandung dan kendaraan yang kami bawa dalam tajuk #JejakParaRiser menjejak kota kembang, seseorang langsung mengatakan, “Komunitas Hong.”

Komunitas Hong? Apakah masuk dalam kategori wisata?

“Itu adalah lokasi tempat permainan tradisional yang banyak di tataran Sunda,” jelas teman saya tadi melanjutkan, “tempatnya sederhana dan masih alami. Ada banyak permainan tradisional yang bisa dilihat di sana.”

Ok, kendaraan kamipun menuju daerah Dago tepatnya di Jalan Bukit Pakar Utara. Buat mereka yang ingin mengunjungi lokasi ke tempat ini, Anda bisa menggunakan kendaraan umum ke Terminal Dago dan dilanjutkan menggunakan ojek.

[caption id="attachment_365808" align="alignnone" width="640" caption="Komunitas Hong (dokumen pribadi)"]

14219884731632939444
14219884731632939444
[/caption]

Nama Komunitas Hong sendiri konon kabarnya berasal dari kata “hong” yang artinya bertemu. Ucapan “hong” itu sendiri adalah ungkapan dalam permainan ucing-ucingan atau petak umpet dalam tradisi masyarakat Sunda.

Komunitas ini digagas oleh Mohammad Zaini Alif sejak tahun 2005 dengan melibatkan warga terutama anak-anak di sekitar lokasi Komunitas Hong Berada. Sang penggagas dikenal sebagai orang yang memang memiliki minat untuk melestarikan permainan tradisional di tatar Sunda dan juga permainan di Nusantara. Berapa yang sudah terkumpul? Ada sekitar 250 permainan tradisional yang ada di masyarakat Sunda. Ow… sebagai orang Sunda, minimal dilahirkan dari orang tua berdarah Sunda, saya sampai tak percaya dan takjub bahwa ada ratusan permainan yang ada di tanah ini.

Tidak hanya itu, sang penggagas Komunitas Hong ternyata juga telah mengumpulkan permainan dari berbagai daerah. Dari Jawa Tengah dan Jawa Timur ada sekitar 213 jenis permainan lalu dari Lampung sekitar 50 permainan.

Di Komunitas Hong ini bisa dikatakan sebagai satu-satunya pusat permainan tradisional terbesar di Indonesia. Bahkan koleksinya pun bisa menempatkan Komunitas Hong sebagai pusat kajian mainan dan permainan rakyat. Tidak hanya di Indonesia, koleksi permainan tradisional dari sepuluh negara luar pun ada di sini.

Jam menunjukkan pukul empat sore ketika kami tiba di lokasi. Jalan yang menanjak dan di sebelah kiri ada pemandangan Taman Raya Ir H. Djuanda, Bandung seperti memang menghidupkan kesan tradisional dan alami yang mengantarkan kami ke tujuan.

Sore itu suasana terlihat sepi, “Biasanya ada saja, tapi sepinya karena ada acara di luar. Anak-anak sedang menampilkan kegiatan di luar,” kata Pak Uju yang menyambut kami di sana.

14219885621817756908
14219885621817756908

Kemudian kami pun di antarkan lelaki paruh baya itu untuk melihat lokasi atau tempat komunitas hong itu berada. Selain dua rumah permanen dari batubata di belakangnya ada satu pondok atau saung, tempat kumpul dua tingkat, ada saung jawa, bahkan ada amphi theatre semacam teater terbuka  leuit  atau tempat menyimpan padi, maupun rumah kecil yang terbuat dari kayu. Kesan alami itu ditambah dengan pepohonan dan sekumpulan bambu yang tumbuh di kiri kanan.

Di samping leuit saya melihat ada enggrang yang terbuat dari dua bambu dan di masing-masing bambu ada temat untuk memijak kaki. Saya ingat sekali bagaimana permainan ini dulu saya mainkan dengan teman-teman dan perlu waktu tak lama untuk membiasakan diri dalam menyeimbangkan diri di atas enggrang.

“Semua permainan itu selain gerak memiliki nilai filosofis seperti serodot gaplok (permainan menggunakan batu.red) yang melatih akurasi dan kosentrasi,” jelas Pak Uju dengan logatnya yang kental, “Permainan ucing sumput filosofinya harus berupaya menemukan sesuatu yang tersembuyi dalam hidup.”

Saya menikmati sore itu di sini. Juga, saya sepertinya memiliki rencana memabwa anak-anak berkunjung di sini. Ikut dengan anak-anak lain dalam membuat beragam permainan tradisional dari daun kelapa seperti membuat keris ataupun pecut. Atau bermain kejar-kejaran sekaligus membertahankan tiang dalam bebentengan.

14219886731419817223
14219886731419817223

Ada banyak pesan dan pelajaran dalam permainan tradisional. Karena permainan itu bukan sekadar soal menang atau kalah saja, melainkan bagaimana menempatkan diri bersama teman-teman yang lain, tertawa bersama, bercanda bersama, saling mengalah dan memberi, dan tentu saja… membahagiakan diri dengan cara sederhana.

Buat yang mau ke sini, boleh catat alamat berikut:

Komunitas Hong

Pakarangan Ulin Dago Pakar Bandung

Pusat Kajian Mainan Rakyat

Jl. Bukit Pakar Utara 35 Dago Bandung 40198

Tlp. +62 22 2515775

142234892081648538
142234892081648538

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun