Mohon tunggu...
Dude Marsiano
Dude Marsiano Mohon Tunggu... -

Hanya insan biasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bimbang yang Menghimpit

15 Desember 2017   16:09 Diperbarui: 15 Desember 2017   17:27 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sudah kutelan berjuta-juta sesak  

Atas dua panorama yang dipenuhi asmara  

Asmara dua hati dari kalian  

Meski kupaksa mata ini membuta sementara,  

tapi kornea ini tertuju hanya mencarimu saja sebagai titik pusatnya 

Susah ternyata angkat kaki dari perasaan yang masih lembut bermanja  

Sudah kuperlengkapi hati dengan senjata ampuh bernama kecewa,  

untuk tak lagi jatuh dalam pusaran perasaan  

Tapi lagi-lagi aku kembali...,  

Menganggap masih ada yang bisa kuperbuat untuk dapatkan sebuah solusi  

Berjaga dari tirai saja tak membuat perasaan ini lantas selesai  

Berdiri di garis depan pun tak membuat kekuatan ini berani memulai  

Ingin menghindar, malah semakin tersasar  

Ingin menjaga jarak, rasa justru semakin berkembang biak 

Sudah kuatur jarak yang ada di antara,  

namun justru membuat rasa makin mengada-ada  

Sudah kujaga keakraban supaya jangan berlebihan,  

namun justru membuat rindu kehilangan tujuan 

 

Aku berada di tengah-tengah,  

entah sudah berbuat benar atau salah  

Aku berada di tengah-tengah,  

entah sebaiknya mundur atau terus melangkah  

Aku berada di tengah-tengah,  

antara kebahagiaan atau usaha yang mulai mencapai titik lelah  

Aku hampir kalah, namun untukmu aku enggan menyerah  

Sebab ia, dengan tanpa usaha, 

ternyata yang memenangkan hatimu  

Tak ada yang salah.. 

Bahkan meski cintaku jatuh di tempat yang salah  

Kamu juga tak salah, 

bahkan meski dengan orang lainlah bahagiamu; bukan denganku  

Kita sama-sama ingin bahagia, 

dan sayangnya bahagia bukan berarti 'kita'  

Harus salahkan siapa? 

Jika tak bisa selain kamu yang menghuni rongga dada  

Harus salahkan siapa? 

Jika tak ingin selain kamu yang membalas jutaan cinta 

Ada tali tambang yang mencekik leherku,  

Setiap kali telinga mengijinkan berita tentang kalian di perdengarkan  

Karena akhirnya aku pun tahu bahwa dari senyumanmu,  

Hidup hanya menyisakan perih yang bisa kuhirup  

Aku malas mendengarnya, 

malas mengomentarinya dengan senyum pura-pura  

Jika berpura-pura itu bagian dari sebuah nilai merah sebuah ujian 

Tolong dikte apa yang harus kulakukan  

Rasanya sakit jika aku harus terus-terusan terkait  

Rasanya sakit jika sekejap aku langsung diabaikan saat orglain hadir 

Terlalu banyak kata yang terlontar tanpa sadar  

Terlalu sedikit kadar keinginan untuk mengungkapkan  

Kita, barangkali memang terlalu tidak memungkinkan untuk menjadi mungkin  

Kamu lebih senang bermain-main dalam pikiran  

Seolah-olah di sanalah tempat ternyaman  

Padahal, barangkali tak ada yang melebihi indahnya genggaman tangan,  

dan sepasang lengan yang berjalan beriringan  

Ada sewujud keinginan supaya jangan sampai kalian dipersatukan  

Namun, bukankah terlihat seperti aku yang tak bisa menerima kekalahan?  

Maka, hanya satu pintaku pada Tuhan;  

Sesingkat apapun hatiku mampu bertahan  

Maka kuatkanlah, meski tanpa tumpuan  

Sebab..., 

Menjauh aku tak bisa sedangkan mendekat hanyalah bahagia yang sia-sia 

Barangkali ini memang jalanku  

Harus terjatuh sekian jauh, 

agar bahagia yang kelak datang mampu kurengkuh penuh  

Harus terluka sekian pedih, 

agar semakin kuat dan tahu kapan berhenti bersedih  

Tak mengapa, 

aku tahu inilah kesempatanku untuk belajar rela  

Sungguh..., 

bagiku, ini tak pernah mudah 

Aku terhimpit bimbang  

Maju tapi dipenuhi luka atas cinta yang tak lagi ada  

Mundur dengan susahnya rasa yang harus berbaur pada kenyataan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun