Belakangan topik seputar ospek di perkuliahan kembali ramai diperbincangkan. Ini sepertinya sudah menjadi topik rutin tiap satu tahun sekali. Pro-kontranya sama saja, hanya pemicunya yang berbeda-beda.
Pada satu sisi ada yang menyebut ospek dilakukan sebagai upaya penguatan mental dan mengajarkan kedisiplinan. Di sisi berlawanan menganggap cara-cara yang kerap jadi sorotan, seperti membentak bahkan ada yang sampai kontak fisik, sudahlah usang dan tak lagi layak untuk digunakan.
Dengan adanya pandemi Covid-19 yang membuat semua kegiatan dialihkan ke daring, saya kira ospek tahun ini tak lagi dihiasi oleh adegan marah-marah senior pada juniornya. Ternyata masih ada juga, walaupun kurang dapat feel-nya karena tidak berhadap-hadapan secara langsung.
Kabarnya, kini beberapa senior yang jadi bahan gunjingan banyak orang itu justru mengalami tekanan mental dan sedang dalam layanan terapi pihak kampus. Ironis ya. Mungkin sang senior saat masih jadi mahasiswa baru tidak pernah ikut ospek. Eh, gimana?
Takefusa Kubo Disuruh Nyanyi Lagu Doraemon
Ospek sendiri merupakan kependekan dari orientasi studi dan pengenalan kampus. Namun dalam perkembangannya, ospek tak hanya dilakukan sebagai kegiatan kampus. Organisasi atau geng motor sekalipun menerapkan ospek sebagai proses penerimaan anggota baru.
Dalam dunia sepak bola juga ada ospeknya. Para pemain yang baru menjadi bagian dari klub akan 'dipermalukan' di depan para pemain lama. Bukan dengan cara dibentak dan dipelototi, tentu saja.
Jenis 'pelonco' yang paling sederhana dan sering dilakukan adalah tampil bernyanyi saat sebelum atau sesudah makan bersama skuad. Belum lama Takefusa Kubo yang jadi korban di klub barunya, Villarreal.
Pemain belia asal Jepang yang dipinjam dari Real Madrid ini memperkenalkan diri dengan menyanyikan lagu kartun populer dari negaranya, Doraemon.
Suara lantang dan cempreng Kubo membuat para penggawa Villarreal yang lain tertawa, terlebih saat di bagian "Hai! Takekoputa~" atau dalam versi Indonesianya: Hai, baling-baling bambu~
Anda bisa lihat penampilannya di video ini:
Test passed... Kubo is now 100% 'groguet'!
In his 'initiation' with his new team-mates, the Japanese starlet sung the Doraemon theme in his native language!
###VillarrealTV pic.twitter.com/FXu5Yt8YLo--- Villarreal CF English (@Eng_Villarreal) August 28, 2020
Pemain termahal dunia saat ini versi Forbes, Cristiano Ronaldo, tak luput dari tradisi tersebut saat bergabung dengan Juventus pada 2018. Ia menyanyikan lagu hits berjudul A Minha Castinha dari band rock asal Portugal, Xutos e Pontaps, sambil berdiri di atas kursi dengan percaya diri.
Uniknya, ada pemain yang beranggapan bahwa karier singkatnya bersama klub terjadi karena menolak untuk bernyanyi di depan skuad. Ia adalah Conor Wilkinson yang hanya bermain 20 menit selama menjalani masa peminjaman di Portsmouth dari klub Gillingham pada 2016.
Wilkinson mengaku canggung kalau harus bernyanyi di depan 20 pemain lainnya. Ia pun melobi Paul Cook, manager Portsmouth saat itu, untuk membayar denda saja atau melakukan hal lain selain bernyanyi.
"Dia (Cook) menginginkan saya untuk bernyanyi dan saya sangat tidak nyaman dengan itu. Saya tidak ingin bernyanyi lalu ia mengembalikan saya (ke Gillingham)," tutur Wilkinson.
Tak hanya pemain, bahkan pelatih baru pun bisa kena. Seperti yang pernah dialami Marcelo Bielsa di klub Perancis, LOSC Lille. Namun jika melihat videonya, suasana malah terasa tegang karena sepertinya tak ada pemain yang berani menertawai penampilan pria yang kini menukangi Leeds United itu.
Dari Dicuekin Satu Tim hingga Baju yang Dibakar
Selain bernyanyi dan berjoget masih banyak hal lain yang biasanya dilakukan oleh pemain lama dengan ide-ide jahilnya. Misal, Gerd Muller kala bergabung dengan Bayern Muenchen pada 1964.Â
Saat itu, tak ada satu pun rekan barunya yang menyapa dan mengajaknya berbincang. "Saya merasa seperti tak terlihat," ujarnya.
Meski mencetak 2 gol di tim reserve pada pekan pertama, rekan-rekan lain hanya menjabat tangan Muller sembari tetap diam. Barulah di pekan berikutnya Muller disambut tepuk tangan meriah saat berjalan ke ruang ganti karena telah berhasil melewati apa yang mereka sebut two week silent treatment.
Ada juga perlakuan-perlakuan yang bisa dianggap cukup kasar dan keterlaluan. Pada 1999, John Hartson yang didatangkan dari West Ham harus terima pakaiannya dibakar oleh kawan-kawan barunya di Wimbledon FC.
Saat mendekat, Hartson menemukan hanya pakaiannya yang bermerek Armani itu yang terbakar. Apesnya, ia tidak membawa baju ganti lain. Jadilah ia menggunakan pakaian latihan untuk menghadiri konferensi pers setelahnya.
Namun ia tidak begitu marah dan menganggap hal itu sebagai bagian dari keakraban klub. "Saya tak tahu siapa yang melakukannya dan saya tak pernah mencari tahu. Seperti itulah cara Wimbledon, apa yang terjadi di ruang ganti tetap di ruang ganti. Tak perlu merasa marah," ungkapnya.
Wimbledon FC di era Crazy Gang (periode 1980-an sampai 1990-an) memang terkenal dengan cara mereka mengerjai orang. Bahkan pemilik klub, Sam Hammam tidak luput dari perangai nyeleneh Vinnie Jones dan kawan-kawan saat itu.
Pada awal 2015, sempat muncul isu bahwa Profesional Footballers Association (PFA) mempertimbangkan untuk melarang bentuk-bentuk tradisi pengospekan terhadap pemain yang baru bergabung dalam klub. Sebab berdasarkan contoh yang sudah-sudah beberapa di antaranya dilakukan dengan cara yang tak wajar seperti yang dialami John Hartson (meski yang bersangkutan tak keberatan).
**
Kembali pada topik di awal tulisan, mungkinkah di tahun-tahun selanjutnya membentak junior saat kegiatan ospek akan benar-benar hilang setelah peristiwa ini viral dan mendapat reaksi negatif? Atau memang sengaja terus diciptakan untuk jadi konten dan bahan obrolan tahunan yang tak kunjung usai?
Pernah tayang di PanditFootball (2015), diubah agar lebih aktual.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H