Juni 2018, peluit panjang berbunyi di Rostov Arena, Rusia. Pertandingan kedua Korea Selatan di Piala Dunia 2018 harus berakhir dengan kekalahan atas Meksiko, 1-2. Hal ini sekaligus memupus peluang melaju ke 16 besar karena di pertandingan perdana mereka takluk 0-1 dari Swedia.
Kesedihan mendalam dialami Son Heung-min seusai laga. Bahkan tangisan bintang Tottenham Hotspur ini makin menjadi kala Perdana Menteri Korsel, Moon Jae-in menemui tim di ruang ganti.
“Sesungguhnya saya tak ingin menangis tapi saat melihat rekan tim yang lain saya tak bisa menahannya,” ujar Son seperti yang dikutip The Sun.
Son pantas bersedih meski hari itu ia mencetak gol. Kegagalan Tim Negeri Gingseng ini menembus babak gugur berpengaruh terhadap kariernya dalam beberapa tahun ke depan karena bayang-bayang tugas wajib militer (wamil).
Di Korsel, para pria dalam rentang usia 18-27 tahun yang sehat secara jasmani dan rohani diharuskan mengikuti wamil selama 21 bulan. Son yang kini berusia 26 tahun belum mengikuti wamil karena sejak usianya 16 tahun ia sudah berada di Jerman bersama klub Hamburg SV junior.
Pemerintah Korsel sendiri memberi peluang bagi atlet untuk bebas dari wamil dengan cara meraih prestasi untuk negaranya di ajang besar seperti Olimpiade atau Asian Games. Termasuk Piala Dunia dan Piala Asia untuk atlet sepak bola.
“Bonus” inilah yang membuat karier Park Ji-sung di sepak bola berjalan baik karena ia termasuk dalam skuat Korsel yang berhasil mencapai semifinal Piala Dunia 2002.
Berbagai kesempatan pernah datang pada Son. 2014 lalu ia dipanggil untuk skuat Asian Games yang diselenggarakan di negaranya sendiri, Korsel. Namun, Bayer Leverkusen, klubnya saat itu, enggan melepas Son dengan alasan event tersebut tidak masuk agenda FIFA. Ia pun patah hati karena tim sepak bola Korsel justru meraih medali emas saat itu.
Dua tahun berikutnya saat Olimpiade digelar di Brasil, Son masuk dalam skuat. Sayangnya kali itu Korsel dijegal Honduras di perempat final.
Maksimalkan Kesempatan di Asian Games
Kegagalan di Piala Dunia memang belum menutup peluang Son untuk bebas wamil. Namun tentu kesempatannya jadi lebih menipis. Kini ia berharap banyak pada penyelenggaraan Asian Games 2018 di Indonesia dan meraih medali emas.
Cabang sepak bola di Asian Games sendiri sebenarnya diperuntukkan usia 23 tahun ke bawah. Namun regulasi memperbolehkan setiap negara membawa dan memainkan tiga pemain senior.
Spurs bisa saja tidak melepas Son untuk bertarung di Asian Games, seperti yang dilakukan Leverkusen. Sebab The Sun mengabarkan, jika Son gagal di Asian Games pihak klub tetap sukarela memberi jalan Son untuk pergi menjalani Piala Asia 2019 atau bahkan Olimpiade 2020.
Namun jika dipikir-pikir, itu akan memakan waktu lebih lama lagi, dan belum tentu Korsel dapat meraih hasil yang maksimal dalam dua ajang ke depan. Maka Asian Games menjadi opsi terdekat yang paling punya peluang membebaskan Son dari wamil.
Memang, sejak bergabung dengan klub London Utara ini pada tahun 2015, Son memperlihatkan performa yang baik. Musim lalu ia banyak dimainkan sebagai pemain inti dan membantu Spurs menempati posisi 4 di klasemen akhir dengan sumbangan 12 gol serta 6 asis dalam 37 laga. Ia juga mencetak 4 gol di Liga Champions dan 2 gol di Piala FA.
Mau tak mau klub mendukung penuh Son terlibat di Asian Games demi meraih emas untuk Korsel. Demi masa depan Son dan juga Spurs sendiri.
Beban bagi Son Begitu Terasa
Perjuangan timnas Korsel rupanya tak berjalan mulus sejak fase grup. Di laga kedua mereka harus dipermalukan Malaysia, 1-2. Son yang tidak main di laga pertama melawan Bahrain, dimasukkan di babak kedua. Namun ia tak bisa menghindarkan negaranya dari kekalahan. Media sosialnya sontak diserang komentar-komentar negatif.
Akan tetapi kemenangan 1-0 atas Kirgistan di laga terakhir cukup membawa mereka lolos ke babak 16 besar. Korsel menempati peringkat dua klasemen akhir grup E dengan 6 poin, sama dengan Malaysia yang menempati posisi puncak karena unggul head to head.
Di 16 besar melawan Iran, Korsel seperti tanpa hambatan berarti karena sukses meraih kemenangan 2-0. Namun di laga perempat final menghadapi Uzbekistan, Korsel dipaksa bermain hingga babak tambahan setelah ditahan imbang 3-3 di waktu normal.
Beruntung nasib baik masih berpihak pada anak asuh Kim Hak-bum. Pelanggaran keras pemain Uzbekistan, Rustamjon Ashrumatov di kotak penalti pada menit ke-117 membuat wasit menunjuk titik putih.
Son sampai tidak sanggup menyaksikan momen penalti tersebut dan memilih membalikkan badan sambil menutup wajah. Hwang Hee-chan yang menjadi algojo tidak menyiakan kesempatan untuk mencetak gol, membuat kedudukan 4-3 hingga pertandingan berakhir.
Semifinal antara Vietnam vs Korsel berjalan menarik. Vietnam sebagai satu-satunya wakil Asia Tenggara yang tersisa ingin memberikan perlawanan berarti. Di sisi lain Korsel tak mau pengalaman ditundukkan Malaysia harus terulang, apalagi laga ini sangat menentukan.
Hasilnya, laga ini berakhir dengan skor 1-3 untuk keunggulan Korsel. Tembus final, harapan Son semakin dekat meski di partai puncak itu ia dan rekan-rekan harus berhadapan dengan kekuatan Asia lainnya, Jepang, yang berhasil mengandaskan UEA.
Bagi Son, pertandingan final (01/09) mendatang, jelas bukan sekadar pertaruhan gengsi antardua negara Asia Timur tapi juga pertaruhan kariernya di masa depan. Ia tak ingin air matanya jatuh kembali di lapangan sepak bola, di Stadion Pakansari, Cibinong, Bogor yang menjadi venue laga pamungkas.
Son berharap stadion berkapasitas 30 ribu penonton itu memberikan keberuntungan bagi timnya untuk meraih medali emas sekaligus membebaskan ia dari tugas wamil. Dapatkah hal tersebut terwujud?
Beruntung bagi Anda yang memiliki tiket final ini. Sebab tanpa kita harus peduli nasib Son, laga Korsel melawan Jepang merupakan pertarungan ideal yang pasti akan menarik untuk disaksikan secara langsung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H