Mohon tunggu...
M. Hafizhuddin
M. Hafizhuddin Mohon Tunggu... Aktor - Kang Apis

Anggota Komunitas Tidur Berdiri di KRL

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Pelatih Tetap Luis Milla, Timnas Indonesia Tatap Piala AFF 2018

29 Agustus 2018   13:00 Diperbarui: 29 Agustus 2018   13:28 1233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Drama yang terjadi kala tim nasional sepak bola Indonesia berhadapan dengan Uni Emirat Arab di ajang Asian Games 2018 masih membekas hingga saat ini. Tak hanya soal kekalahan dan wasit kontroversial yang terus jadi perbincangan warganet Tanah Air, tapi juga nasib sang pelatih, Luis Milla Aspas.

PSSI sebelumnya memang memberi ultimatum kepada Milla agar timnas berprestasi di Asian Games tahun ini karena kontraknya hanya sampai Agustus 2018. Semifinal menjadi target yang harus dicapai Hansamu Yama dan kolega. Faktor tuan rumah diharapkan jadi momentum yang pas.

Sayangnya, seperti yang kita saksikan bersama, target itu urung tercapai setelah Indonesia dijegal UEA di babak 16 besar melalui adu penalti. Namun di laga itulah sebenarnya timnas memperlihatkan hasil kerja dari seorang Milla. Ada perubahan mental dan karakter yang dipertontonkan para pemain.

Dua kali tertinggal dari lawan bukan perkara mudah. Terlebih dua gol UEA tercipta dari titik putih yang bisa dianggap kontroversial. Para suporter yang menonton langsung di stadion maupun di televisi pasti sudah jengkel dengan keputusan Shaun Evans, wasit asal Australia yang memimpin laga itu.

Positifnya, permainan Evan Dimas dan kawan-kawan tetap ngotot. Mereka tak berhenti untuk membongkar pertahanan UEA dengan berbagai cara dan tetap menekan saat kehilangan bola. Karakter petarung itu yang hampir tak pernah terlihat dari timnas sebelum era Milla.

Dulu timnas sering berada di bawah tekanan saat melawan tim yang di atas kertas lebih unggul, baik secara teknik maupun peringkat dunia, apalagi jika dalam kondisi tertinggal. Di era Milla, timnas begitu aktif merebut dan menguasai bola.

Banyak pecinta sepak bola Indonesia menekan PSSI agar mempertahankan Milla. Di sisi lain PSSI butuh waktu untuk membicarakannya dalam rapat Komite Eksekutif. Gaji yang terlampau mahal disebut juga menjadi salah satu pertimbangannya.

Semua jelas butuh proses yang tak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Masak kita tidak yakin dengan kemampuan pelatih yang pernah membawa Timnas Spanyol U-21 juara Eropa?

Selain itu, apakah ada jaminan pelatih pengganti dapat memperbaiki performa atau prestasi timnas? Bukankah akan memakan waktu lama lagi untuk menyesuaikan dengan gaya pelatih baru?

Milla yang Jeli dengan Timing

Keputusan tim pelatih dalam melakukan pergantian pemain saat kontra UEA kemarin harus diakui sangat efektif. Septian David Maulana dan Saddil Ramdani yang masuk di babak kedua menjadi pembeda. Masing-masing menciptakan satu asis untuk gol-gol yang dicetak Alberto "Beto" Goncalves dan Stefano Lilipaly.

Sebenarnya banyak yang mempertanyakan, mengapa Saddil yang kerap melakukan manuver ke dalam pertahanan lawan harus dicadangkan terlebih dahulu? Mengapa lebih memilih Febri Haryadi yang bermain tidak begitu efisien? Jawabannya adalah timing.

Boleh jadi Febri tak bermain efisien. Namun pergerakannya yang lincah bisa dimaksimalkan untuk menguras energi lawan, sama seperti yang dilakukan Irfan Jaya di sisi kanan. Dengan begitu, jika masih buntu, Saddil bisa dimasukkan di momen yang tepat untuk mengacak lini pertahanan lawan yang stamina dan konsentrasinya sudah menurun.

Perihal timing juga terjadi dalam pemilihan pemain yang masuk dalam skuat Asian Games 2018. Di berbagai uji tanding, Milla memanggil banyak pemain sebagai upaya menyaringnya menjadi sebuah tim yang komplet. Tak jarang ketika Milla memutuskan nasib seorang pemain, akan timbul perdebatan.

Misalnya, ketika Milla enggan memanggil Stefano Lilipaly dalam sejumlah agenda timnas untuk mengisi satu dari tiga slot pemain senior. Padahal Lilipaly tampil apik bersama Bali United di Liga 1. Milla beranggapan posisi gelandang sudah diisi oleh pemain-pemain muda bertalenta sehingga ia harus mempertimbangkan dengan matang pemanggilan pemain naturalisasi asal Belanda itu.

"Kita tahu Lilipaly bermain sangat baik di Liga 1 saat ini, tapi perlu diingat kita sekarang adalah timnas U-23, kita hanya bisa membawa tiga pemain senior," ujarnya dikutip dari Bolalob.

Ya, Milla memang terkesan ingin terlebih dahulu memaksimalkan pemain muda karena ia sedang memegang timnas U-23. Namun ia tak menutup peluang Lilipaly.

Di saat persiapan tinggal dua bulan, Milla merasa itu saat yang tepat untuk menyertakan Lilipaly ke dalam tim. Permainannya di klub memang terus stabil. Cairnya peran Lilipaly membuat ia banyak mencetak gol bagi Bali United. Mungkin itu sebabnya Lilipaly tak diikutsertakan pemusatan latihan sejak jauh hari yang bisa membuatnya melewatkan laga-laga penting bersama klub.

Lilipaly sendiri akhirnya tampil "kesetanan" dan menjadi salah satu pemain kunci timnas di Asian Games. Total ia mencetak 4 gol dan 4 asis, alias berperan dalam 7 gol dari total 13 gol yang dihasilkan timnas.

Menanti Jawaban Milla

Rapat Komite Eksekutif PSSI digelar Selasa, 28 Agustus 2018. Edy Rahmayadi, di hadapan wartawan pascarapat mengumumkan bahwa kontrak Milla diperpanjang dalam jangka waktu satu tahun. Para petinggi PSSI mengakui ada perubahan positif yang diperlihatkan tim. Untuk target yang tidak tercapai, Edy mewakili PSSI meminta maaf.

Menyoal nilai kontrak, Edy tak menyebut nominalnya. Namun yang jelas tidak ada masalah dan PSSI menyanggupi.

"Nilainya saya tak perlu ngomong lah. Ya kira-kira kayak gitu lah, kan gak mungkin turun (nilai kontraknya). Kalau naik juga kita berharap tidak."

Namun kita belum bisa bernafas lega lantaran ini masih keputusan sepihak dari PSSI. Luis Milla yang saat ini tengah pulang kampung ke Spanyol belum memberikan jawabannya karena tentu harus ada kesepakatan ulang antarkedua belah pihak.

Mau bagaimana pun nanti, Milla pasti akan dibebankan target juara di Piala AFF. Target tersebut sejujurnya bukanlah hal yang muluk-muluk. Untuk ukuran Asia Tenggara, Indonesia seharusnya sudah sejak lama menjadi kekuatan besar. Sayang kita tak pernah menang Piala AFF sekalipun sejak masih bernama Piala Tiger, meski lima kali tembus final.

Dalam perjalanan menuju Piala AFF yang mulai digelar awal November, timnas sudah ditunggu agenda laga uji tanding melawan Mauritius (11 September) dan Myanmar (9 Oktober). Bolehlah kita berharap Milla segera memutuskan untuk melanjutkan kerjanya di Indonesia agar persiapan tim lebih matang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun