Ada pemandangan dan suasana lain dari sesi diskusi rutin bertajuk, "Topic of The Week" yang digelar Seknas Prabowo-Sandi. Diskusi Topic of The Week kali ini tak lagi digelar di dalam ruangan kantor Seknas Prabowo-Sandi. Tapi dihelat di luar ruangan kantor Seknas. Tema yang diangkat pun cukup bikin heboh yakni, " 2019, Adios Jokowi?"
Para pembicaranya pun tak kalah heboh. Para pembicara yang dihadirkan dalam diskusi adalah Fahri Hamzah, Wakil Ketua DPR, Rocky Gerung, pengamat politik yang tengah naik daun dan Chusnul Mariyah, eks anggota KPU yang juga pengamat politik dari Universitas Indonesia. Siapa pun tahu, Fahri Hamzah adalah politikus yang kerap bikin panas telinga. Pun Rocky Gerung.
Diskusi sendiri dimulai dengan diawali sambutan dari Ketua Seknas Prabowo-Sandi, Muhammad Taufik yang juga Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta. Dalam sambutannya Taufik mengatakan, diskusi mingguan yang digelar Seknas Prabowo-Sandi adalah ajang untuk menyerap masukan. Terutama bagi pihak Prabowo dan Sandiaga menyerap segala aspirasi, sehingga bisa dijadikan bahan untuk memenangkan pertandingan politik dalam pemilihan presiden.
"Ini untuk memberikan masukan pada pasangan calon bagaimana caranya mengungguli pasangan calon nomor 01, sekaligus memberi semangat kepada para relawan bagaimana meng-adioskan Pak Jokowi," katanya.
Tema Adios Jokowi, kata Taufik, bukan bentuk provokasi. Bukan pula bentuk euforia. Tapi semacam untuk membangun optimisme. Karena Taufik melihat ada semacam gairah untuk melakukan perubahan kepemimpinan nasional di pemilihan presiden 2019.
"Ini respons publik atas perubahan yang terasa betul," katanya.
Pihaknya sendiri sebagai penantang petahana lanjut Taufik sudah sangat siap memenangkan Prabowo dan Sandiaga. Jaringan Seknas Prabowo-Sandiaga misalnya sudah tersebar di Jawa, ada di 15 kabupaten dan kota. Dan yang bikin ia makin optimistis adalah banyak muncul permohonan dari masyarakat yang ingin rumahnya dijadikan tempat Seknas untuk memenangkan Prabowo dan Sandi.
"Minggu depan kami akan resmikan di daerah Jatim. Seknas ini memang kami ciptakan seperti ini. Aturannya bebas. Orang 24 jam boleh sampaikan di sini," katanya.
Diskusi pun dimulai. Narasumber pertama yang angkat suara adalah Rocky Gerung, pengamat politik yang tengah naik daun dan langganan tampil di acara ILC di TV One, salah satu stasiun televisi swasta milik Bakrie Group.Â
Rocky seperti biasa langsung menggeber paparannya yang bikin panas telinga. Ia menyentil tema diskusi. Katanya, kenapa Adios Jokowi harus diakhiri dengan tanda tanya. Kenapa tidak tanda seru. Kalau tanda tanya itu, seakan masih ragu, bahwa 2019 adalah era berakhirnya Jokowi. Tapi kalau tanda seru mengisyaratkan keyakinan.
"Adios Jokowi pakai tanda tanya kenapa bukan tanda seru? Apa masih ragu? Adios amigos lagu perpisahan sepasang kawan," kata Rocky.
Rocky sendiri melihat, ada tren dari keinginan besar publik untuk mempunyai neo amigos, karena yang adios mengkhianati. Jadi ada semacam gairah untuk melihat pemimpin yang baru. Bukan yang lama. Dan, itu segaris lurus dengan makin menurutnya elektabilitas Jokowi. Kata Rocky, Jokowi menurun karena timnya sendiri. Dalam kata lain, Jokowi dikeroposi timnya sndiri.
"Sebab tiap kali para buzzer menyerang saya elektabilitas Pak Jokowi turun 0 koma sekian persen per detik, karena menyerang personal, di serang, disebut pembully, pemfitnah. Karena dari dalam sendiri yang melakukan itu, bukan saya yang membuat elektabilitas Pak Jokowi turun," kata Rocky.
Saat ini, kata Rocky, petahana dalam posisi menyerang. Seluruh energi dikeluarkan. Ini ajaib katanya, karena yang harusnya menyerang adalah oposisi. Mungkin karena elektabilitasnya yang turun.
Rocky pun kemudian menyentil soal debat capres yang akan digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU). Katanya, tak ada yang bisa dibanggakan Jokowi dalam debat nanti dari kinerjanya selama memimpin. Misal kalau membanggakan angka pertumbuhan ekonomi 5 persen, bagi Rocky itu bukan prestasi. Padahal di era SBY, pertumbuhan lebih dari itu.
"Seluruh prestasi yang diklaim oleh rezim hanya pertumbuhan 5%, dibawah SBY. Kalau dibawah yang sebelumnya berarti tidak lulus. Pertumbuhan 5% kita tak perlu kabinet karena dihasilkan oleh emak-emak dan ojek online," kata Rocky, cukup menyengat.
Pun soal jalan tol. Kata Rocky, siapa pun bisa membangun jalan tol. Bedanya gratis atau enggak. Jadi konsep jalan tol itu tugas negara membangun jalan.
"Pemimpin itu adalah dia yang visioner. Mampu mendeteksi masa depan. Karena itu perlu visi misi. Bukan yang ada di teks tapi yang ada di otak," katanya.
Jadi kata dia, tidak bisa hanya sekedar baca visi dalam debat. Tapi bahasa tubuh tidak visioner. Itu sama saja, menonton kecengengan. Sebab kalau tubuh tidak visioner otaknya tidak bisa mengucapkan visi.
"Pemimpin itu dituntut duel sampai tingkat dunia. Itu ya g membutuhkan pengetahuan. Amerika, RRC, Australia akan ikut pemilu. Ada di surat suara? Tidak. Jadi capres harus mampu antisipasi arah pikiran partai republik apa, buruh apa, partai komunis Cina apa. Itu tidak boleh sekadar ditulis. Dia harus diulas. Panelis bukan tanya tapi tukang ulas," kata Rocky lagi.
Karena itu ketika penyelenggara pemilu memutuskan visi misi harus ditulis, kata nya, penyelenggara sama saja tidak mengerti apa yang disebut visi misi. Pemilu dengan segala tahapannya, harus dijadikan momentum untuk mengembalikan akal sehat.
"Harusnya KPU sponsori kampus untuk lakukan duel politik. Harus ada yang terkapar. Satu lawan satu dan harus ditentukan siapa yang menang. Enggak usah takut. Kan yang terhina cuma otak," ujarnya.
Rocky menambahkan, ia siap sumbang pikiran ke Jokowi, supaya tidak terlalu anjlok elektabilitasnya. Caranya, ganti timnya yang menurut dia bikin keropos Jokowi. Sebab kalau terlalu banyak tukang masak hanya akan membuat sup tumpah. Itu masukannya. Terlalu banyak tukang masak di Istana. Sehingga tidak ada satu menu.
"Saya ingin bangsa ini tumbuh dalam keadaban. Konseptual. Sehingga masing-masing timses harus bertarung dalam ide dan konsep," katanya.
Setelah Rocky, giliran Chusnul Mariyah tampil bicara. Kata mantan anggota KPU itu, tujuan berbangsa yang pertama adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Sekarang pertanyaannya, apakah bangsa ini tambah cerdas atau kian dungu? Sementara salah satu tugas negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Kedua, kita juga bernegara dalam rangka mensejahterakan rakyat. Rakyat mana? Kalau kita bicara tentang angka, data pengangguran anak muda Indonesia paling besar se-ASEAN," kata Chusnul.
Tujuan ketiga, lanjut Chusnul, adalah melindungi segenap tanah dan tumpah darah. Pertanyaannya sekarang, apakah kaum perempuan dan anak-anak kini dilindungi atau tidak. Tapi Chusnul juga mengingatkan kubu Prabowo. Katanya tak cukup mengkampanyekan tentang harga murah. Harus lebih komprehensif mencakup semua aspek.
"Berikutnya, keempat, ikut dalam ketertiban dunia. Apa yang kita lakukan dengan kasus-kasus internasional, Rohingya, Suriah, dan lain-lain. Kalau kita mau bicara tentang apakah rezim ini dipertahankan coba diukur dengan ukuran-ukuran itu tadi," tutur Chusnul.
Saat ini saja lanjut Chusnul, 72 persen tanah dikuasai satu persen penduduk. Belum lagi bicara soal relokasi dan penggusuran. Terlebih bila itu tanah milik negara. " Terus negara milik siapa? Kenapa kalau dibangun superblok enggak apa-apa. Kok enggak dibuat saja untuk rakyat miskin Jakarta yang tergusur," katanya.
Pun kondisi pendidikan, kesehatan dan  lapangan kerja. Saat ini saja, rata-rata tingkat pendidikan warga, sampai kelas dua SMP semester 1. Dengan kondisi seperti ini, jangan bicara gagah soal mencerdaskan bangsa.
"Apakah kita bisa berkompetisi secara global? Ini menjadi masalah. Belum lagi bicara soal tajam ke bawah tumpul ke atas. Di situ ketidakadilan terjadi," kata Chusnul.
Ia pun mengingatkan, bahwa bangsa ini dibangun oleh semua unsur yang ada. Persoalan yang sekarang meruyak, persoalannya karena tidak ada leadership atau kepemimpinan." Di situ kita butuh pergantian kepemimpinan," katanya.
Terakhir giliran Fahri Hamzah tampil berbicara. Fahri mengawali paparannya sebagai narasumber dengan mengungkap posisinya sebagai Wakil Ketua DPR. Kata Fahri, sebagai Wakil Ketua DPR, salah satu tugasnya adalah melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan.
"Saya tidak bisa kritik Prabowo karena dia bukan pemerintah. Tapi jasa dan jejaknya dalam negara banyak sekali. Termasuk yang memperkenalkan orang yang namanya Jokowi ke republik ini dan juga Ahok. Bahkan bukan cuma memperkenalkan, tapi membiayai," katanya.
Terkait tema diskusi, kata Fahri, ia punya analisis sendiri. Kata dia, ada satu persoalan yang harus disadari. Menurutnya, pemerintahan Jokowi ini terlalu cepat siapkan diri untuk pemilihan berikutnya.
"Itu saya ketemu Denhany pejabat tinggi pada bulan ke 13 atau tahun kedua. Saya tanya kebetulan orang itu pernah jadi bagian inti pemerintah sebelumnya. Saya tanya apa beda dengan pemerintahan lalu? Beliau katakan pemerintahan ini terlalu cepat mempersiapkan pemilu yang akan datang. Dia ingin kembali dan terpilih kembali dalam pemilu yang akan datang terlalu cepat," tutur Fahri.
Pada akhirnya yang nampak di kabinet adalah nuansa untuk pemenangan. Setidaknya itu nampak dari pemilihan program dan orang. Fokusnya untuk terpilih kembali. Bukan  didasari untuk membangun. Atau memenuhi janji-janji yang pernah diucapkan dalam kampanye.
"Tagih saja apa yang pernah dijanjikan pasti bermasalah. Tolong bikin riset agak kuat. Ini terlalu banyak janjinya. Pak Prabowo engga ada satupun janjinya bisa ditagih. Malah sukses antar politisi yang namanya Jokowi," kata Fahri.
Di mata Fahri, roh pemerintahan saat ini, sejak awal semangatnya ingin terpilih kembali. Maka ia lihat, komitmen tak penting lagi. Misal, ada ada satu soal yang agak rawan. Baru-baru ini, pemerintah umumkan belanja terkait program kerakyatan.
"Ada Rp 73 triliun dana desa. Ini perlu diwarning. Ada penyiapan yang besar dana desa. Kita tahu UU Desa lahir di zaman SBY. Tiap tahun naik, sekarang melompat jadi Rp 73 triliun. Mulai cair bulan ini. Dana bansos juga keluar menjelang pemilu. Kira-jumlahnya Rp 34 triliun. Ada dana PKH dan lain-lain yang akan menyentuh rumah tangga orang per orang. Ada juga dana kelurahan yang kita enggak pernah dengar tapi mulai Januari ini mulai keluar. Ada dana macam-macam yang tujuannya aktivasi rakyat tingkat bawah," kata Fahri panjang lebar.
Ia sebagai pimpinan parlemen dan juga anggota DPR berkepentingan melihat pertarungan politik dalam Pilpres berlangsung dengan sehat. Â Tapi ia melihat, ada proses politik tingkat bawah di mana ada aliran uang air yang turun mengalir bak air bah.
"Saya khawatir publik enggak paham. Siapapun presidennya, (program) itu hak dia (rakyat). Ini harus diumumkan untuk menetralisasi hak rakyat supaya pemilu jurdil," katanya.
Fahri juga bicara soal potensi kecurangan dalam pemilu. Lantas ia menyorot soal isu tujuh kontainer berisi surat suara yang sudah tercoblos. Harusnya baik kubu Prabowo dan Jokowi, mendesak KPU jelaskan itu secara lengkap dalam satu presntasi khusus.
"Siapa yang menjamin bahwa pemilih yang terdaftar sama dengan yang akan datang ke TPS? Juga tentang DPT yang KPU lakukan improvisasi, kita harus dijelaskan. Giring KPU rapat untuk cek itu. Gimana menjamin sebuah kardus di musim hujan ini yang kena hujan dia hancur itu betul-betul akan aman. Jangan bicara Jakarta atau Pulau Jawa. Bicara Kalimantan, Papua yang transportasi sulit. Gimana agar tidak ada keraguan publik suara mereka tidak dicederai, dinista dan dicurangi," urai Fahri.
Semua itu kata dia, harus dikejar. Bahkan jadi ultimatum. Dan menjamin pemilu jurdil, tidak hanya kewajiban tim sukses tapi juga kewajiban rakyat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H