Kembali Seknas Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menggelar diskusi menyoroti berbagai isu aktual yang terjadi seputar pemilu dan pemilihan presiden. Kali ini, tema yang diangkat dalam diskusi di Seknas Prabowo-Sandi adalah "Keamanan Pilpres 2019: Optimisme atau Kekhawatiran."
Diskusi yang digelar di kantor Seknas Prabowo-Sandiaga ini menghadirkan beberapa narasumber yaitu Letjen (Purn) Soeharto, mantan Komandan Jenderal Korps Marinir, Benny K Harman, Ketua DPP Partai Demokrat, Natalius Pigai, mantan Anggota Komnas HAM dan Hendrajit, Direktur Global Future Institute.
Dalam paparannya, Benny K Harman menyoroti soal suksesnya pemilu. Menurutnya, ada dua indikator yang bisa jadi ukuran, sebuah kontestasi politik itu bisa dikatakan sukses. Indikator pertama dengan melihat prosesnya. Dan indikator kedua adalah terkait hasil. Harapan semua orang, terutama adalah yang terlihat langsung dalam kontestasi, proses pemilu bisa berjalan demokratis, transparan, jujur, adil, bebas dan rahasia. Tapi, kata dia, ketika dari sejak proses, pesta demokrasi sudah tak transparan, jangan harap nanti bakal menghasilkan  pemimpin yang sesuai kehendak rakyat.  Pemimpin yang jujur. Kalau dari proses saja pemilu sudah tak transparan, yang muncul adalah kecemasan.
Politikus Partai Demokrat itu dengan terus terang jika melihat proses pemilu 2019, ia merasa cemas. Ia pun berharap, kecemasan itu tak terjadi. Tapi ia yakin, banyak yang cemas dengan proses politik yang sedang berlangsung saat ini. Ia pun berharap, jangan sampai pemilu serentak yang merupakan pertama kali dalam sejarah, prosesnya transparan." Â Jangan sampai kita mendapatkan pemimpin yang prosesnya tidak transparan, tidak adil, dan tidak akuntabel. Masalahnya adalah proses-proses inilah yang mencemaskan. Apakah kita optimis atau cemas, lebih banyak cemasnya," kata dia.
Benny pun kemudian menyinggung soal dana desa. Baginya, kucuran dana desa menjelang pemilu atau saat tahun politik rentan disalahgunakan untuk kepentingan pemilu. Bagi rakyat di desa, 'permainan' dengan memanfaatkan anggaran negara untuk kepentingan politik mungkin tak dipahami. Jangan sampai kemudian.ketidakpahaman ini dimanfaatkan untuk memilih. Oleh sebab itu perlu pengawasan.
" Karena itu Timnas Prabowo- Sandi membangun inisiatif baru untuk meyakinkan rakyat jangan mudah tertipu," katanya.
Hal lain yang disinggung Benny, adalah soal netralitas lembaga dan aparatur negara, baik itu TNI, Polri, BIN ataupun Aparatur Sipil Negara (ASN). Ia cemas, jika lembaga dan aparatur negara tidak netral.
" Kita lihat, apakah TNI, Polri, ASN dan BIN netral? Kita cemas. Saya lebih banyak cemasnya," ujarnya.
Kalau lembaga negara tidak netral, maka dampaknya kata Benny akan buruk. Misal, dalam penegakan hukum. Penegakan hukum yang mestinya otonom tanpa intervensi, akan dimainkan sedemikian rupa demi kepentingan kelompok tertentu. Ini sangat berbahaya. Karena mengancam bangunan supremasi hukum yang harusnya dijaga. Hukum harus tetap adil. Kalau ada kesalahan, atau pelanggaran, jangan ada diskriminasi.
" Penegak hukum wajib untuk menegakan hukum secara otonom, kalau memang salah ada manipulasi pelanggaran hukum proses. Baik dua kubu harus proses. Tidak boleh memilih. Untuk mewujudkan harus adil. Kalau  penegakam hukum tidak otonom, rakyat cemas, maka rakyat akan memilih jalannya (main hakim sendiri)," tuturnya.