Sekali lagi, dengan bisa membuat kami tertawa, tentu kami akan merasa dekat. Merasa yang kami hadapi adalah teman akrab. Teman yang bisa bikin kami senang. Kawan yang bisa diajak ngakak bareng. Bukan calon pemimpin yang jaim. Rapi jali, yang hanya membuat kami segan untuk mendekat.
Tapi bila tak mau mengajak kami tertawa, ya sudah. Tidak apa-apa. Hanya saja kok kami ini bosan dengan penampilan yang jaim. Kata-kata yang retorik, berbuih-buih. Pernyataan-pernyataan ala birokrat yang mirip priyayi. Dekati kami, dengan bahasa rakyat. Dekati kami dengan cara tetangga kami mengajak ngobrol. Jangan dekati kami dengan cara seorang pemimpin yang mirip komandan. Kami bukan anak buah. Kami bahkan raja. Pemilik hak suara. Pemegang kedaulatan. Jadi, senangkanlah kami. Mari kita tertawa bersama. Tapi bila mereka tak mau mengajak kita tertawa, apa boleh buat, mari kita tertawakan mereka.
#Â Saat Pilkada Jakarta mulai Menghangat...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H