Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar Ikhlas dari Pak Yus

5 Juli 2017   22:31 Diperbarui: 6 Juli 2017   02:18 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika gagal dalam sebuah tujuan, kerapkali yang datang menyesaki perasan adalah rasa kecewa. Marah. Bahkan lebih jauh, merasa diperlakukan tak adil.

Padahal, itu adalah penyakit yang kerap merusak pikiran. Yang elok itu adalah selalu belajar untuk ikhlas. Dengan itu, kegagalan bukanlah beban. Apalagi sampai menyulut amarah. Lebih jauh menumbuhkan dendam.

Prinsip itulah yang dipegang oleh Yuswandi Arsyad Temenggung atau biasa disapa Pak Yus, Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam yang awal Juli ini memasuki masa pensiun.

Menjelang cuti bersama lebaran, saya sempat mengobrol panjang lebar dengan Pak Yus di ruangan kerjanya di gedung Kementerian Dalam Negeri. Dalam obrolan hingga pukul 10 malam itu, banyak yang diceritakan Pak Yus, mulai soal aktivitas yang akan dijalaninya usai tak jadi lagi pejabat. Serta rencana-rencana hidup lainnya.

Yang menarik, setelah pensiun dari jabatannya sebagai Sekjen, Pak Yus tak berminat misalnya masuk partai atau jadi calon kepala daerah. Padahal, banyak pejabat setelah pensiun banting setir jadi politisi atau mencoba peruntungan di Pilkada, maju sebagai calon kepala daerah atau wakil kepala daerah.

Ya, untuk selevel orang macam Pak Yus, yang pernah memangku jabatan Sekjen kementerian, biasanya yang diincar adalah posisi sebagai calon gubernur. Tapi ternyata, Pak Yus tak berminat sama sekali. Kata dia, politik bukan alamnya. Ia lebih memilih jadi pengajar saja. Toh kata dia, sebelum masuk ke Kementerian Dalam Negeri, dia sebenarnya sudah diangkat jadi dosen di Universitas Lampung. Bahkan sempat mengajar.

" Saya mau mengajar saja, saya enggak berbakat jadi politisi, 35 tahun berkarir di birokrasi, saya sudah punya kepuasan. Alam saya di situ " ujar Pak Yus.

Dalam obrolan santai itu juga, saya sempat bertanya padanya tentang batalnya dia jadi anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Pak Yus, membenarkan jika ia memang sempat diusulkan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, bosnya, untuk masuk ke DKPP. Namun katanya, ia tak jadi masuk DKPP. Kata dia, ada yang lebih baik darinya masuk ke lembaga tersebut.

"Ya saya diusulkan masuk DKPP oleh Pak Menteri (Mendagri Tjahjo Kumolo-red), tapi kan siapa saja bisa. Ternyata ada yang lebih baik yang lebih pas," kata Pak Yus.

" Apakah bapak kecewa tak masuk DKPP?" Tanya saya.

Mendengar itu Pak Yus tertawa, lalu menjawab. " Saya tak kecewa, dan untuk apa kecewa. Toh, ada yang lebih pantas masuk kesana. Saya lihat komposisinya bagus sekali. Sistem di DKPP yang sudah dibangun Pak Jimly Asshiddiqie sudah bagus, tinggal dilanjutkan,"  ujarnya.

Dari dulu, ia tak pernah dibebani pamrih. Dalam bekerja prinsip yang dipegangnya adalah nothing to lose. Tak usah berharap apa-apa. Yang penting berikan yang terbaik dimana pun posisi bekerja. Bahkan, ia lebih senang bekerja di belakang layar. Meski namanya tak mencuat, ia sudah cukup puas, bila telah bekerja sesuai harapan.

" Itu kepuasan yang tak bisa dinilai oleh apapun. Walau nama kita tak disebut-sebut," kata Pak Yus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun