Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jenazah Koruptor...

4 Juli 2017   22:59 Diperbarui: 5 Juli 2017   01:00 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Kompas.com

Seperti tak puas, ia kembali berkata-kata. " Misalnya, katanklah si Ahok itu tak terpilih, lalu yang terpilih itu yang lain. Lalu si gubernur baru itu ternyata gagal, bahkan korupsi, mau apa? Dihujat saja, atau sekalian ditolak juga jenazahnya kalau meninggal? Terus terang ini tak lucu. Makin enggak karuan kita ini" katanya dengan panjang lebar.

Saya yang mendengarkan itu, enggan kasih komentar. Tapi, dalam hati saya membenarkan pendapatnya, bahwa yang pantas disebut perusak agama adalah orang yang tahu agama tapi merusaknya. Koruptor adalah contoh yang  paling sahih.  Si nenek misalnya milih si A, mungkin sederhana saja pertimbangannya, kerja si A itu dirasakan olehnya. 

Saya pikir, hanya seperti itu pertimbangannya. Saya juga yakin, pertimbangan si nenek tak akan jauh melompat misalnya mengkaitkan itu dengan keyakinan. Bagi si nenek yang orang biasa, sederhana saja dalam menilai seorang pemimpin. Dia bekerja atau tidak. Dan kerjanya dirasakan atau tidak olehnya. Ukurannya hanya itu. Dia tak mungkin akan seperti aktivis, petinggi ormas atau wartawan, menelisik si pemimpin, apakah solatnya rajin, rukunya baik, hapalan kitab sucinya bagus. Tidak sejauh itu. Ukuran utamanya, merasakan apa yang dikerjakan si pemimpin.

Dua orang yang sedang ngopi pun tampak berkemas. Sepertinya, hendak menyudahi acara nongkrongnya di warung kopi. Saya sampai tak menyimak lagi obrolannya. Setelah membayar kopi dan roti bakar, dua orang itu pergi ngeloyor keluar dari warung. Terdengar bunyi motor yang menderu, meninggalkan parkiran warung.

Tinggal saya yang tersisa di warung, dengan pikiran tentang si nenek yang masih menggayut di benak. Sejumput pertanyaan menyesaki batok kepala. "Andaikan bukan si nenek yang meninggal, tapi dia mantan menteri tapi bekas napi korupsi, akankah dia juga ditolak untuk disolati?"

Sepertinya akan tetap disolati. Karena yang dilihat statusnya, sebagai mantan menteri. Itu yang acapakali lebih dianggap penting ketimbang apa yang sudah diperbuatnya. Kasihan si nenek. Andai dia itu, mantan menteri, tak seperti ini kejadiannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun