Kasus korupsi proyek jumbo KTP elektronik atau biasa dikenal dengan e-KTP, memang menghebohkan. Bagaimana tak menghebohkan, jika nama-nama yang diduga terseret kasus tersebut adalah nama-nama 'besar'. Nama dari orang yang bukan ecek-ecek.Â
Ada mantan menteri, eks Ketua DPR, mantan Dirjen, pensiunan pejabat, anggota parlemen hingga Ketua DPR aktif. Â Sejak nama-nama itu disebut dipersidangan, kasak kusuk pun mencuat dimana-mana. Yang namanya disebut, ramai-ramai membantah. Ada yang mengatakan nama dicatut. Tidak kenal dengan terdakwa, dan ragam dalih lainnya.Â
Komisi anti rasuah yang menangani kasus itu jalan terus. Meski begitu, kekhawatiran muncul. Publik khawatir, bakal ada serangan balik ke Rasuna Said. Pelemahan KPK, sangat mungkin terjadi, mengingat yang diduga terlibat adalah sederet politisi, bahkan Ketua DPR itu sendiri.Â
Dan kekhawatiran akan muncul nya serangan balik mulai terasa, ketika dari Senayan terlontar suara keras. Suara itu ditujukan langsung ke KPK. Adalah Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, yang langsung tancap gas 'menyerang' Rasuna Said.Â
Mas Fahri mengatakan, perlu dibuat hak angket untuk menguliti kasus e-KTP yang sedang diusut KPK. Alasannya, kasus itu menyeret banyak nama di parlemen. Sementara banyak yang terseret kasus itu, Â merasa namanya dicatut. Tentu menurut Mas Fahri, ini tak bisa dibiarkan. Karena akan menjatuhkan citra parlemen. Publik akan langsung memvonis, parlemen memang sangat buruk. Mas Fahri juga menambah keras genderangnya.Â
Tak hanya hak angket yang digulirkan. Mas Fahri juga langsung menyerang Agus Raharjo Ketua KPK saat ini. Kata Mas Fahri, dalam kasus e-KTP, ada benturan kepentingan. Menurut Mas Fahri, Agus sebenarnya secara tak langsung ikut terlibat dalam kasus tersebut. Karena kata Mas Fahri, saat Agus jadi Ketua LKPP, dia sebenarnya tahu kisruh proyek e-KTP. Tapi Agus gunakan itu, saat jadi Ketua KPK untuk kepentingannya sendiri. Mas Fahri pun minta Agus lebih baik mengundurkan diri.
Sebenarnya ngomongin hubungan Mas Fahri dengan KPK, seperti ngomongin kisah Tom and Jerry. Film kartun legendaris sepanjang masa. Tak pernah akur. Sering berhubungan tapi tetap dalam posisi seperti mau perang. Dan bukan kali ini saja Mas Fahri menyerang KPK. Dulu pun Mas Fahri rajin menyerang KPK. Salah satu serangannya yang paling terkenal adalah usulannya membubarkan KPK.Â
Begini Mas Fahri. Mohon maaf jika saya lancang ikut nimbrung. Ya, pasti Mas Fahri juga paham dan tahu, kenapa KPK selalu jadi public darling. Publik, termasuk saya sangat benci dengan korupsi. Artinya ya jengkel juga dengan koruptor sebagai aktor pelakunya.Â
Saya pikir karena itu publik mencintai dan suka pada KPK. Maka ketika KPK membongkar sebuah kasus korupsi, misal kasus e-KTP ini, wajar jika publik mendukungnya. Apalagi nilai duit yang di korup itu, jumbo besarnya. Itu duit rakyat lho mas, bukan duit jenengan.Â
Sekali lagi mas, jumlah duit rakyat yang diduga ditilep dan dijadikan bancakan tak main-main jumlahnya. Nilainya hampir setengahnya dari total nilai proyek yang mencapai 5 triliun lebih. Nah, sekarang kasus itu sudah ada di tangan pengadilan. Biarlah pengadilan yang membuktikan itu, apa benar ada duit sebegitu banyak yang ditilep para elit ngehek itu. Mohon maaf mas, saya bilang ngehek. Tapi koruptor itu memang ngehek. Menyebalkan. Memuakan.Â
Biarlah semuanya terbuka di pengadilan. Toh itu jalur resmi secara hukum membuktikan seseorang itu bersalah atau tidak. Kan jenengan pun mengandalkan pengadilan ketika merasa didzolimi saat dipecat oleh partai jenengan, PKS. Ayolah Mas, bersikap adilah dalam memandang sebuah persoalan. Ya, seperti nama partai jenengan, Partai Keadilan Sejahtera. Keadilan jadi salah satu yang disematkan dalam nama partai jenengan.Â
Okelah hak angket itu adalah hak parlemen. Tapi kok rasanya lucu, jika hak angket itu dipakai untuk menyelidiki kasus yang diduga menyeret banyak anggota parlemen. Itu kan sama saja, hak jeruk makan jeruk. Yang mau menyelidiki adalah anggota dewan, yang mau diselidiki anggota dewan juga. Piye toh kalau begini. Jeruk makan jeruk. Jeruk menyelidiki jeruk.Â
Kalau kemudian publik curiga, sangat - sangat wajar itu terjadi. Ya, saya hakul yakin jika publik tak percaya dengan hak angket kasus e-KTP. Wong, DPR mau selidiki dirinya sendiri. Ini sama saja seperti pepatah, tak akan ada maling yang akan ngaku. Apalagi yang menyelidiki temannya sendiri.Â
Jadi, nuwun sewu mas, sebaiknya jenengan sabar saja. Nikmati saja efisode demi efisode dari kisah e-KTP ini. Anggap saja Mas sedang nonton film thriller. Ya, kalau mas tak suka film thriller, anggap saja nonton film horor. Menegangkan dan menakutkan. Tapi bukan film horor seperti bangkit kubur atau kuntilanak, tak begitu seru dan menakutkan. Anggap saja, Mas sedang menonton film Conjuring tapi dalam versi korupsi.Â
Di efisode pertama, sudah mulai terlihat, siapa tokoh-tokoh antagonisnya. Ya, sederhananya, Â tokoh yang jadi penjahatnya sudah mulai kelihatan. Tinggal nikmati saja plot ceritanya. Lumayan menegangkan memang. Ya, lumayan juga banyak kejutan. Bukankah film seperti ini yang enak ditonton. Penuh kejutan, sarat dengan ketegangan. Ini baru namanya film mas....
Tapi kalau mas sukanya sinetron, apa boleh buat. Kisah  seperti kasus e-KTP, tak enak kalau dibuat sinetron. Ceritanya akan membosankan. Mudah ditebak. Dan seringnya membodohi penonton. Tontonan tipu tipu kalau kata anak kecil sekarang.Â
Nah, misalnya plot hak angket akan dimasukan dalam jalan cerita kasus e-KTP, saya pikir jatuhnya akan jadi seperti sinetron. Jalan cerita membosankan. Aktornya juga tak kalah membosankan. Terlalu kentara aktingnya. Tidak natural. Beda kalau dibuat film thriller. Menegangkan mas.Â
Karena itu saya mohon, tolong jangan buat kisah e-KTP jadi sebuah sinetron. Kisah itu lebih cocok untuk genre film triller. Tolong mas, biar kami, dapat tontonan bermutu. Tontonan yang menegangkan. Â Sudah bosan kami disuguhi tontonan ala sinetron. Cukup Pak Hary Tanoe yang menjejali kami dengan sederet sinetronnya. Mosok Mas juga mau ikut-ikutan ngasih kita tontonan tak bermutu.Â
#Â Tulisan ketika hak angket masih cuap-cuap
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H