Pernah dengar istilah kebakaran jenggot? Ya, istilah itu untuk menyebut kemarahan seseorang akan satu hal yang menyangkut dirinya. Sesuatu hal yang bikin orang kebakaran jenggot  itu bisa kritikan tajam, sindiran nyinyir dan sinis atau tudingan.
Biasanya istilah kebakaran jenggot itu dilekatkan pada pejabat atau politisi atau pun tokoh publik. Misalnya kerap ada berita pejabat A atau politisi B, kebakaran jenggot dengan kritikan pengamat C atau aktivis LSM D.
Lalu harus bagaimana pejabat menghadapi kritik keras yang ditujukan padanya?
" Santai saja," demikian jawaban dari Pak Yuswandi A Temenggung, saat ngobrol ngalor ngidul dengan saya, malam hari di sebuah ruangan di Hotel Eastparc, Yogyakarta, Senin 12 Juni 2017.
Senin malam itu, Pak Yus usai menghadiri acara Rapat Koordinasi Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN). Sehabis memberi kata sambutan, dengan wajah sedikit lelah Pak Yus mengajak untuk mengobrol.
Sambil ditemani secangkir kopi, kami pun mengobrol. Banyak hal yang diobrolkan. Salah satunya tentang kiat atau resep Pak Yus ketika menghadapi kritikan yang ditujukan padanya. Menurut Pak Yus, kiat menghadapi kritikan itu sederhana saja. Kuncinya tak gampang panas telinga. Justru harus bersyukur, masih ada yang mengkritik. Karena baginya, kritikan yang datang adalah momentum untuk melakukan koreksi diri. Maka yang pertama dilakukan, ketika mendapat kritikan, ia selalu bertanya pada diri sendiri dulu.
" Pertama kali saya akan koreksi dulu diri saya sendiri. Saya akan bertanya, apakah saya yang salah. Jika tidak salah, tinggal memberi penjelasan," kata Pak Yus.
Menurut Pak Yus, kritikan itu ibarat vitamin. Jangan alergi. Apalagi sampai menganggap itu adalah penyakit yang ditakuti. Justru lewat kritikan, ada motivasi untuk bekerja lebih baik. Karena itu ia tak pernah merasa panas kuping ketika kritikan datang menghujani.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H