Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Berhentilah "Menista" Daging Kambing

1 Juli 2017   21:03 Diperbarui: 3 Juli 2017   05:50 4048
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Tribunnews.com

Seorang filsuf Sukajadi pernah bersabda, mereka yang usianya telah lewat 40 tahun tapi masih berani menghabiskan puluhan tusuk sate kambing adalah orang-orang pemberani. Konon kabarnya Sultan Ottoman pun ketika masih jumeneng, di masa jayanya, mendapuk kuliner berbahan daging kambing sebagai menu favoritnya. Bahkan yang paling digilai Sang Sultan, adalah babatnya. 

Tapi benarkah daging kambing sebagai sumber kolesterol yang membuat orang suka kolaps? Stigmanya memang begitu. Daging kambing adalah biang kerok yang bisa memacu kolesterol. Apa boleh buat, tudingan kejam itu harus diterima daging kambing. Tudingan yang mungkin telah disematkan berabad-abad lamanya. 

Padahal, menikmati daging kambing itu punya sensasi sendiri. Bagi pencinta fanatiknya, daging kambing lebih punya sensasi rasa ketimbang daging sapi. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo misalnya, adalah salah satu fans sejati daging kambing.

"Sate Kelapa Gading cabang sate 29 Gereja Blenduk Semarang, perlu dicoba," demikian salah satu referensi kuliner sate kambing dari mantan Sekjen PDIP itu. 

Menteri Tjahjo sendiri memang terkenal sebagai pencinta kuliner berbahan daging kambing. Bahkan maqam kecintaan Menteri Tjahjo kepada kuliner kambing bisa dikatakan telah mencapai taraf 'holigan'. Baginya makanan terenak sedunia jika tak sop kaki kambing, ya sate kambing.

Padahal bagi sebagian orang, terutama usianya yang sudah lewat 40 tahun, daging kambing tak lagi dijadikan sohib sejati dalam memuaskan lidah. Stigma sebagai pemicu kolesterol menjadi salah satu penyebab daging kambing kian dijauhi. Benarkah faktanya seperti itu? Apakah itu hanya stigma saja? Atau jangan-jangan itu adalah fitnah keji kepada kaum kambing?

Bila itu fitnah keji rasanya sangat kejam. Bukankah fitnah lebih kejam dari pembunuhan. Mengutip hasil penelitian yang dilakukan para peneliti dari Alabama Cooperative Extension System (ACES), ada fakta menarik soal daging kambing. Seperti dilansir laman Okezone.com dalam beritanya, para peneliti ACES dari Universitas Alabama dan Auburn University mencoba meneliti fakta tentang daging kambing. Hasilnya, komposisi gizi daging kambing lebih tinggi dibandingkan dengan daging lainnya seperti sapi, domba, babi dan ayam.

Dan inilah fakta yang menarik dari penelitian tersebut. Ternyata daging kambing memiliki kadar kolesterol dan lemak jenuh lebih rendah dibandingkan dengan daging lainnya. Karena itu daging kambing bisa menjadi alternatif daging merah yang baik.

Masih menurut hasil penelitian ACES, tiap tiga ons atau 85 gram daging kambing mengandung 2,6 gram lemak. Bandingkan dengan daging sapi yang kandungan lemaknya mencapai 7,9 gram. Atau daging domba yang kandungan lemaknya mencapai 8,1 gram. Pun daging babi yang kandungannya 8,2 gram dan ayam 6,3 gram. 

Dari sisi kalori juga demikian. Daging kambing punya kandungan kalori 122 kalori. Lebih rendah ketimbang daging sapi yang memiliki kandungan kalori 179 kalori. Dengan daging domba kalah rendah. Karena daging domba punya kandungan kalori 175 kalori. Bahkan dengan daging babi pun masih kalah. Daging babi memiliki kandungan kalori hingga 180 kalori. Sementara daging ayam punya kandungan kalori hingga 162 kalori. Tak hanya itu, jumlah lemak tak jenuh daging kambing pun lebih rendah dari daging apapun. Bahkan jauh lebih rendah dari semua daging merah gabungan. 

Manfaat lainnya dari daging kambing ini, adalah memiliki semua asam amino yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Kandungan zat besi juga sangat tinggi yang dapat membantu penderita anemia 

Sayang hasil penelitian itu kalah gaung dengan stigma yang sudah melekat pada daging kambing. Mungkin bagi mereka yang telah memutuskan tali silahturahmi dengan daging kambing harus berpikir ulang. Mumpung masih suasana Idul Fitri, alangkah baiknya ucapkan Minal Aidzin Walfaidzin kepada kaum kambing. Mohon padanya, maaf lahir batin. Dan berhentilah 'menista' daging kambing. 

Sekali lagi bagi yang sudah terlanjur meng-unfriend daging kambing dari daftar menu kuliner favorit, baiknya segera bertobat. Kalian telah jadi korban propaganda rezim daging sapi. 

Nah, kalau kalian ingin tahu di mana tempat menyantap daging kambing yang enak, bisa tanya ke Menteri Tjahjo. Dijamin kalian akan dapat referensi sahih. Untuk urusan kuliner daging kambing, kualitas pengetahuan Menteri Tjahjo tak kalah dengan Bondan Winarno.

Kalau tak punya nomor handphone-nya bisa follow akun twitternya. Silahkan tanya, karena menteri yang satu ini enak diajak bicara. Tak pelit ngomong. Menteri Tjahjo bukan tipe menteri yang suka misuh-misuh hanya karena ketinggalan pesawat. Apalagi kalau tanya soal kuliner kambing, belio jagonya. 

Saran saya, follow ulang daging kambing. Hidup hanya sekali. Rugi rasanya melupakan sensasi nikmat dari daging kambing. Apalagi hanya karena termakan fitnah keji. Coba bayangkan, di hadapan kalian terhidang sepiring berisi beberapa tusuk sate kambing. Sangat menggoda, dengan siraman kecap yang kental, irisan cabe, bawang dan tomat. Yakinlah perut akan menjerit histeris. Lalu di dekatmu juga terhidang semangkok sop kaki dan daging kambing yang sangat menggoda. Bikin lidah bergairah. Yakinlah, iman rasamu akan gampang runtuh. 

Yang pasti kambing mboten sare dalam memberikan kenikmatan rasa. Maka berbahagialah orang -orang yang tak mendustakan nikmatnya daging kambing.

#Tulisan ini didedikasikan untuk Pak Tjahjo Kumolo dan Pak Acho Maddaremeng

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun