Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Benarkah Mendagri Akan Cabut Perda Anti Miras?

21 Mei 2016   21:23 Diperbarui: 21 Mei 2016   22:58 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di akhir pekan ini, ramai berita soal Perda anti Minuman Keras atau Miras. Di beritakan, katanya Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo akan mencabut Perda Miras yang akan dibuat. Maka ramailah itu.

Dan berita yang ditonjolkan pun, adalah soal Menteri Tjahjo yang akan mencabut Perda Miras yang sudah di buat oleh pemerintah daerah. Menteri Tjahjo pun jadi sorotan. Bagi yang membaca berita itu, Menteri Tjahjo seakan pro peredaran miras. 

Benarkah Menteri Tjahjo seperti itu? Sementara di sisi lain, ia getol mendorong misalnya Provinsi Papua, punya Perda yang mengatur ketat soal penjualan miras. Atau dalam kata lain, Papua harus punya Perda anti miras. Dan sudah lama ia mendorong itu. Bahkan dengan tak bosan mengingatkan tentang bahaya miras.

Saya coba baca berita tentang itu. Dalam berita, Menteri Tjahjo coba menjelaskan, bahwa sebuah UU tak boleh bertentangan dengan aturan di atasnya. Saya pikir, dia sudah tepat. Karena sinkronisasi, adalah satu hal yang penting dalam pembuatan sebuah regulasi. Sebab, jika tak ada sinkronisasi, yang terjadi tumpang tindih. Republik ini terkenal dengan tumpang tindihnya aturan. Hingga membuat Presiden Jokowi 'jengkel' meminta aturan yang tumpang tindih dipangkas habis.

Harus diakui pula, umpang tindih regulasi mulai menggejala, ketika kran otonomi dibuka. Daerah buat aturan sendiri yang acapkali mengabaikan aturan diatasnya. Akibatnya, antar regulasi saling bertabrakan.

Kembali ke soal Perda Miras. Benarkah Menteri Tjahjo sudah mencabut Perda tersebut? Atas pertanyaan itu, jawaban Mendagri sebenarnya sudah jelas. Setiap Perda yang dibuat, dikonsultasikan dengan Kementerian Dalam Negeri yang dipimpinnya. Prinsipnya aturan yang dibuat tak boleh bertentangan dengan aturan di atasnya, apakah itu PP, atau UU. Terlebih UUD 1945.

Tanggal 10 Mei 2016, saya sempat mewawancarai Mendagri soal Perda Miras. Kala itu, Menteri Tjahjo menegaskan, ia mendukung sepenuhnya daerah yang memberlakukan Perda anti Miras.

" “Seperti di Papua, kami minta Perda antimiras harus diterapkan. Minuman keras telah jadi sumber kerawanan, kejahatan. Semua masalah ada pada Miras dan narkoba. Jadi, semua harus waspada,” begitu jawaban Tjahjo, ketika itu.

Bahkan pada September 2015, saya pernah buat wawancara khusus dengan Mendagri seputar miras. Wawancara itu dilakukan menyikapi diberlakukannya peraturan yang dikeluarkan Menteri Perdagangan saat itu, Rahmat Gobel, soal pembatasan penjualan miras. Permendag Nomor 20 tahun 2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol, aturan yang dikeluarkan Menteri Rahmat.

Jawaban Mendagri lugas. Minuman beralkohol tak boleh dijual seperti air mineral. Dengan tegas pula Menteri Tjahjo mengatakan, daerah berhak mengeluarkan perda yang melarang miras. Ia pun menyebut Aceh yang sudah mengeluarkan itu. Hanya saja, misal seperti Bali, tak bisa seekstrim Aceh, karena Pulau Dewata adalah daerah tujuan turis. Terutama dari mancanegara yang sudah terbiasa dengan minuman beralkohol. Jalan tengahnya, minuman beralkohol tak dijual bebas, hanya di hotel dan tempat khusus, yang tak sembarang orang bisa membelinya.

" Walau daerah berwenang keluarkan Perda tentang penjualan miras, saya tetap minta Permendag Nomor 6/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Perizinan Minuman Berakohol tetap dijadikan rujukan.  Kalau daerah itu ada masalah, kan salahkan Kemendagri. Jadi Perda Miras itu penting untuk batasi, termasuk yang menjual juga harus punya sanksi. Misalnya kalau itu diperjualbelikan ke anak-anak di bawah umur, enggak boleh dijual dekat sekolah dan dekat tempat ibadah," begitu salah satu penggalan jawaban Mendagri saat saya wawancarai.

Saya kira, sikap Menteri Tjahjo sudah jelas. Ia selalu mencoba untuk taat pada aturan main. Setiap aturan yabg dibuat, termasuk oleh daerah, tentang hal apapun, harus selaras dengan aturan yang diatasnya. Tak boleh bertentangan. Karena itu akan jadi sumber terjadinya tumpang tindih aturan.

Wajar jika kemudian Menteri Tjahjo kaget, ketika diberitakan ia seakan-akan anti perda miras, bahkan akan mencabutnya. Maka ia pun merasa perlu meluruskan pemberitaan yang kadung sudah ramai.

Kata dia, perda miras pada prinsipnya harus diberlakukan di semua daertah dengan konsisten. Dan, penerapannya pun mesti benar. Aturan mesti memuat soal pencegahan juga penindakannya. Kenapa perda anti miras diperlukan, karena kata dia, peredaran Miras sudah membahayakan generasi muda. Bahkan, jadi pemicu kejahatan. Kementeriannya justru dalam posisi mendukung itu. Ia contohkan Papua. Ia sebagai Mendagri bahkan terus mendorong Papua punya aturan tentang miras. Akhirnya Gubernur Papua mengeluarkan kebijakan, membuat perda anti miras. Dan, ia sudah minta Gubernur Papua memberlakukan perda miras dengan konsisten. Tapi diakuinya, banyak perda miras yang masih tumpang tindih. Terhadap perda yang tumpang tindih itu, Kementerian Dalam Negeri, meminta daerah mensinkronkan itu kembali. Termasuk koordinasi dengan aparat keamanan harus diperhatikan, sehingga dalam penerapannya, Perda anti miras bisa efektif.

Membaca jawaban Mendagri, saya pikir tak ada yang salah. Aturan yang dibuat, tetap harus memperhatikan aturan main. Aturan diatasnya mesti tetap dirujuk. Tak boleh aturan di bawah melangkahi diatas. Contoh sederhananya, kenapa sebuah UU kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, karena UU tersebut dinilai oleh mahkamah bertentangan dengan konstitusi. Pun begitu Perda. Harus merujuk aturan di atasnya. Tak bisa semaunya. Sebab Indonesia, adalah negara kesatuan, bukan federal. Meski otonomi sudah diberlakukan.

Namun dari sisi nilai berita, Mendagri yang akan mencabut Perda miras lebih seksi. Punya nilai berita yang potensial akan banyak dibaca pembaca. Karena memuat isu yang sekali lagi juga potensial memicu kontroversi, atau pro kontra. Soal miras, adalah isu yang sensitif di Indonesia. Mungkin sama sensitifnya dengan isu penjualan senjata seperti di Amerika Serikat.

Tapi persoalannya benarkah Menteri Tjahjo anti perda miras? Benarkah, dia akan atau bahkan telah mencabut Perda miras? Kalau melihat jawabannya, saya tak melihat itu. Bahkan seorang Direktur di Ditjen Otonomi Daerah, menyatakan, belum ada satu pun perda anti miras yang resmi dicabut. Lalu apa masalahnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun