Alasan kedua, mereka punya fanatisme yang kuat. Bayangkan saja, saat klubnya tak bertanding, mereka tetap 'turun ke lapangan' membela panji-panji klub kesayangannya. Mereka tetap berlaga meski di pinggir jalan, untuk menunjukan bahwa mereka dan klubnya itu eksis.
Fanatisme mereka memang salah. Karena itu, mereka sangat layak jadi peserta program bela negara. Mereka sangat memenuhi kriteria, punya keberanian, punya fanatisme yang menyala. Tinggal diluruskan saja, bahwa fanatisme itu yang betul adalah kepada negara. Dan, bentuknya bukan fanatisme buta, tapi rasa cinta terhadap bangsa.
Bila rasa cinta buta pada klub sudah mampu ditransformasikan menjadi rasa cinta kepada Tanah Air, wah ini adalah kekuatan dashyat. Mereka, akan jadi andalan hebat yang siap diterjunkan di mana saja.
" Kemana kira-kira mereka diterjunkan? Atau di medan mana mereka bisa dikerahkan?" saya coba bertanya kepada kawan saya.
" Terjunkan saja ke daerah asap. Mereka bisa diandalkan untuk berperang melawan asap. Dan mereka bisa membuktikan diri, bahwa mereka juga mencintai negeri ini. Ini lebih berharga, ketimbang melempar kaca mobil, yang hanya membuat mereka dicaci bahkan dibui. Mending mensweeping asap, ini lebih pasti. Mereka tak akan dicaci. Justru akan dapat tepuk tangan dari semua anak bangsa. Bahkan bisa didaulat jadi pahlawan," kata kawan saya sambil ngeloyor pergi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H