Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Jadi 'Pengamat Dadakan' di KompasianaTV

1 Oktober 2015   22:38 Diperbarui: 2 Oktober 2015   08:15 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Kamis sore, 1 Oktober 2015, tiba-tiba handphone saya berdering. Tertera sebuah nomor. Sepertinya nomor kantor. Tapi saat diangkat, tiba-tiba panggilan mati. Namun tak lama setelah itu, nomor yang sama kembali memanggil.

Setelah diangkat, si penelpon mengenalkan diri bernama Alvi dari Kompasiana. Terus terang saya kaget. Ada apa gerangan Kompasiana menelpon saya. Kemudian Mas Alvi, menyampaikan maksudnya menelpon saya. Katanya, Kompasiana meminta kesediaan saya untuk tampil di program Kompasiana TV, untuk mengomentari tema talk show tentang 1 tahun kinerja DPR. Wah, terus terang deg degan. Apalagi kata Mas Alvi, siaran live akan dilakukan pukul 8 malam, hari itu juga.

Waduh, dadakan begini pikir saya. Tanpa pikir panjang, saya mengiyakan. Saya jawab, akan hadir. Mas Alvi pun mewanti-wanti saya agar hadir paling lambat pukul 7 malam. Dan saya diminta datang ke Palmerah.

" Pukul lima nanti saya telepon lagi yah," katanya.

Setelah Mas Alvi menelpon saya terdiam sejenak. Wah, dalam pikir saya, mau masuk teve nih. Saya pun langsung BBM istri di rumah. Ternyata Mas Alvi, menelpon duluan ke nomor yang dipakai istri saya. Dulu nomor itu dipakai saya memang.

Istri pun langsung memberitahu bahwa tadi ada telpon dari Kompasiana. Bahkan ia kirim via BBM, pesan pendek yang dikirimkan Mas Alvi.

" Mas ini alamatnya: kompas gramedia palmerah barat jalan palmerah barat no. 29-37. Gedungnya sebelah koran jakarta post jejeran dengan pasar palmerah. Ini gedung yg palmerah barat ya mas BUKAN yg palmerah selatan. Kompasiana di lantai 6. ditunggu ya mas thanks," begitu isi pesan pendek dari Mas Alvi.

Menjelang pukul enam petang, saya langsung meluncur ke Palmerah. Sore itu, lalu lintas Jakarta lagi padat-padatnya. Untungnya saya pakai roda dua, jadi bisa bermanuver menghindari jebakan kemacetan. Pukul enam lewat saya tiba di Palmerah, dan masuk komplek Grup Gramedia.

Setelah bertanya pada satpam, akhirnya saya bisa naik ke lantai 6, gedung yang ditujukan Mas Alvi lewat pesan pendeknya. Setelah tiba dilantai enam, saya kirim pesan ke Mas Alvi, bahwa telah tiba di lantai 6. Mas Alvi minta saya menunggu dulu. Tak berapa lama keluar sosok pria muda berkemeja. Ia pun mengenalkan diri. " Saya Alvi mas," katanya.

Setelah berkenalan, saya diajak ke suatu ruangan. Sepertinya ruangan rapat. " Mas mau minum apa, kopi apa teh?" tanya Mas Alvi lagi.

Karena tak sudah minum kopi, saya pun pilih teh. Mas Alvi pun keluar ruangan. Tak lama masuk orang membawakan teh. Hanya beberapa menit setelah itu, Mas Alvi masuk lagi, kali ini dia bawa laptop. Kemudian menyalakan dan meminta saya masuk ke email saya.

Kemudian Mas Alvi keluar lagi, dan minta saya menunggu. Tak lama dia masuk lagi, membawa Koran Kompas, lalu keluar lagi. Sambil menunggu saya baca koran dulu, sambil menyeruput secangkir teh. Kemudian masuk seorang perempuan berjilbab. Dia lalu mengenalkan diri. Sayang seribu sayang, saya lupa namanya.

Dengannya saya ngobrol sebentar. Si mbak berjilbab, banyak bertanya, nama, asal dan pekerjaan saya. Tak lama Mas Alvi masuk. Dia kotak-katik laptop. Sepertinya ada masalah jaringan internet. Ia pun panggil temannya. Tak lama masuk lagi seorang pria muda. Ia ikut kotak-katik laptop.

Oh ya lupa, siaran live di Kompas TV yang melibatkan kompasianer, formatnya pake webcam. Jadi, kompasianer yang diundang ikut nimbrung dalam talkshow, pake webcam. Ya, semacam siaran interaktif. Selain saya, yang akan nimbrung di acara talk show ada dua kompasianer lain, yakni Pak Tabrani dari Aceh, dan Mas Hendri di Jakarta.

Karena tak kunjung bisa diperbaiki, Mas Alvi kemudian memutuskan pindah gedung. Saya dan Mas Alvi pun jalan kaki berpindah gedung. Lumayan agak jauh. Tapi ternyata kemudian diputuskan, saya ikutan talkshow di gedung Kompas TV langsung yang letaknya agak jauh. Mas Alvi pun kemudian mengontak pihak Kompas TV untuk kirimkan mobil penjemput.

Hanya beberapa menit menunggu, mobil datang. Saya pun naik mobil menuju gedung Kompas TV. Menjelang pukul 8 malam, saya tiba di gedung Kompas TV dan langsung diajak ke sebuah ruangan, mirip ruangan rapat. Di meja sudah tersedia laptop merek apple. Saya pun dipersilahkan duduk. Kembali saya di tawari minum, teh atau kopi. Dan, kembali saya pilih teh.

Kemudian Mas dari Kompas TV, meminta saya pakai headset. Di layar telepon, sudah terlihat presenter Kompas TV sedang berdiskusi dengan narasumber, yakni Dede Yusuf mewakili anggota DPR, Mas Sebastian Salang, sebagai pengamat parlemen, dan satunya lagi, saya lupa namanya.

Saya pun anteng menikmati diskusi. Mas Sebastian Salang dengan menggebu mengkritik kinerja DPR yang terus jeblok. Kata Mas Sebastian, nyaris selama satu tahun ini, tak ada yang dihasilkan DPR. Ia mencontohkan, prestasi legislasi DPR misalnya, dari 39 RUU yang masuk Prolegnas 2015, baru tiga yang selesai. Artinya, masih jauh panggang dari api. Kata Mas Sebastian lagi, DPR itu masih bekerja untuk dirinya, bukan bekerja untuk rakyat. Parlemen, hanya pandai menabuh kegaduhan. Tapi, minim prestasi.

Kemudian tibalah kompasianer dimintai tanggapan. Pertama Pak Tabrani. Berikutnya Mas Hendri. Dan saya dapat giliran terakhir. Saya sendiri menanggapi, bahwa bicara kinerja DPR, minim prestasi, terlalu membosankan. Tema yang membosankan, karena dari waktu ke waktu, dari periode ke periode selalu jeblok. Padahal kritikan sudah sering dilontarkan. Tapi Senayan tak kunjung berubah. Saya pun sepakat dengan Mas Sebastian, bahwa anggota DPR belum bekerja untuk rakyat. Tapi, bekerja semata untuk dirinya sendiri, juga partainya.

Pukul sembilan malam, talk show berakhir. Saya pun bisa pulang. Terima kasih Kompasiana, terima kasih Kompas TV, atas kesempatannya jadi 'Pengamat dadakan' walau hanya tampil beberapa menit saja. Tapi, berkesan. Dan itu sejarah bagi saya, tampil pertama kali di televisi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun