Selasa siang, 29 September 2015, saya dapat kesempatan langka, diundang ramah tamah dengan Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum, Kementerian Dalam Negeri, Soedarmo. Selain saya, ikut diundang pula beberapa wartawan dari beberapa media. Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum sendiri kini biasa disingkat Ditjen Polpum.
Â
Undangan ramah tamah Pak Dirjen itu disampaikan Bahtiar, Kepala Bagian Perundang-Undangan Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum. Kata Bahtiar, Pak Dirjen ingin ngobrol santai dengan wartawan yang biasa meliput di Kementerian Dalam Negeri.
Soedarmo sendiri adalah Dirjen baru. Ia menggantikan Tanribali Lamo, Dirjen lama. Ditjen Polpum sendiri dulu bernama Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik atau biasa disingkat Kesbangpol. Tanri, Dirjen lama, adalah seorang Mayor Jenderal TNI-AD. Pun Soedarmo, dia juga seorang tentara berpangkat Mayor Jenderal.
Sebelum diangkat, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo pernah mengungkapkan bahwa nanti akan ada pejabat Badan Intelijen Negara yang akan jadi Dirjen. Ternyata pejabat badan intelijen itu adalah Soedarmo.
Maka ketika diundang untuk ramah tamah, saya agak deg degan. Maklum yang akan ngajak ngobrol adalah orang yang sudah makan asam garam dunia intelijen. Dunia yang tertutup dan misterius.
Kami pun masuk duluan ke ruangan Dirjen. Ternyata, Soedarmo belum ada di ruangan. Menurut Bahtiar, yang ikut menemani, Pak Dirjen masih di ruang rapat, sedang menemui tamu dari Lembaga Ketahanan Nasional atau Lemhanas. Tak berapa lama, dari pintu yang menghubungkan ruang rapat dengan ruangan kerja Dirjen Polpum keluar dua sosok. Sosok pertama yang keluar adalah Soedarmo, tuan rumah yang ingin ngobrol dengan wartawan. Sementara sosok kedua yang mengikutinya di belakang, adalah Budi Prasetyo Sekretaris Dirjen.
Begitu masuk, senyum sudah terkembang di bibirnya. Dengan ramah Soedarmo menyapa para wartawan. Tak ada raut kaku. Juga tak ada wajah dingin. Ia ramah, malah senyumnya lebar tersungging di bibirnya.
Ah, ternyata perkiraan saya salah. Tak semua orang intel kaku dan dingin serta menampilkan wajah angker misterius.
" Ayo-ayo duduk, santai saja di sini," katanya dengan ramah usai bersalaman dengan kami.
" Mau minum apa, kopi atau teh?" tanya Soedarmo.
Semua serempak mengatakan ingin minum kopi. Bahtiar pun segera bergegas keluar ruangan, memberi tahu staf untuk membawakan beberapa cangkir kopi. Tak berapa lama, kopi pun datang plus dengan kotak kuenya. Soedarmo juga memesan kopi.
Obrolan pun dimulai. Kian lama kian cair. Bahkan beberapa kali Soedarmo melemparkan kalimat dengan nada becanda. Tak ada raut kaku dan misterius. Padahal, Soedarmo menurut pengakuannya, sejak lulus dari Akademi Militer, sebagian besar penugasannya di bidang intelijen.
Dia pernah bertugas di Dili, bersama Gatot Nurmantyo, Panglima TNI sekarang. Gatot sendiri adalah kakak kelasnya di Akmil. Karirnya memang lebih banyak di institusi intelijen. Pernah bertugas di Pusat Intelijen Angkatan Darat, kemudian masuk BIN. Di BIN, dia pernah jadi Direktur Wilayah Sumatera dan Kalimantan. Kemudian dia jadi Kepala BIN Daerah Kalimantan. Sampai kemudian diangkat jadi staf ahli BIN. Dan terakhir, dia ditarik Menteri Tjahjo jadi Dirjen Polpum.
Melihat latar belakangnya, Soedarmo memang layak jadi Dirjen Polpum. Karena salah satu tugas direktorat ini adalah melakukan deteksi dini terhadap segala potensi konflik yang mungkin terjadi di semua daerah di Indonesia.
" Saya ini ibaratnya sejak lahir sudah jadi intel. Maksud saya, sejak lulus dari Akmil, penugasan saya sebagian besar di bidang intelijen," katanya.
Kini Soedarmo sedang membangun direktorat yang dipimpinnya jadi mata dan telinga Kemendagri. Maka, kini ia lansir program pelatihan intelijen bagi aparatur Kesbangpol di daerah. Kata dia, bekal ilmu dan teknik intelijen sangat penting dalam menjalankan tugas deteksi dini. Tanpa itu, deteksi dini tak akan maksimal.
Tak terasa waktu sudah sore. Mengobrol dengan Soedarmo ternyata mengasyikan. Dia bisa tertawa terbahak, dan juga pintar bercanda. Katanya, banyak senyum dan tertawa adalah baik bagi kesehatan. Itu obat awet muda. " Tapi jangan tertawa terus, itu namanya orang gila ha.ha.ha," katanya sambil tergelak.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H