Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Memastikan Merah Putih Berkibar di Tanah Rencong

11 September 2015   14:06 Diperbarui: 11 September 2015   16:56 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Memastikan Merah Putih Berkibar di Tanah Rencong | Foto: Yoh Noegroho"][/caption]Bertugas di daerah konflik, jelas bukan pilihan yang diharapkan. Apalagi bila tak jelas siapa kawan, siapa lawan. Nyawa pun dipertaruhkan. Namun, bagaimana bila itu sudah jadi tugas negara. Mengutip perkataan Jenderal Purnawirawan Luhut Pandjaitan, mantan serdadu satuan elit, Kopassus, jika negara sudah meminta, pilihannya hanya dua, laksanakan dan kerjakan.

Elfin Elyas, pernah merasakan betul tugas di daerah konflik, ketika ia dikirim ke Aceh, yang saat itu masih bergolak dengan konflik senjata. Meski daerahnya bukan 'medan tempur' utama antara TNI dengan Gerakan Aceh Merdeka ketika itu, tetap saja, tugas di Aceh, selalu disertai rasa was-was.

Saat itu tahun 1995, kata Elfin, ia baru saja lulus dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Penempatan pertamanya adalah Aceh. Elfin, lelaki berdarah Batak itu memang lahir di Aceh. Namun, ketika ia tahu hendak di tugaskan di Aceh, rasa takut menyelinap datang. Aceh ketika itu sedang dalam status daerah operasi militer. Dan dia datang ke sana menyandang status pamong praja pemerintah Indonesia, yang dianggap musuh oleh GAM.

" Saya dari tahun 1995 sampai 2002, tugas di Aceh. Pas baru lulus dari IPDN langsung ke Aceh. Saya ditempatkan di Kecamatan Lawe Sigala-gala. Itu kecamatan ada di Kabupaten Aceh Tenggara," kata Elfin saat mengisahkan kembali pengalamannya bertugas di Aceh pada saya, kemarin.

Menurut Doktor dari Universitas Padjadjaran, Bandung itu, ia ditugaskan ke Aceh, bersama empat rekannya yang juga sesama lulusan IPDN. Kata dia, orang Aceh saja malas ditugaskan ke sana. Ia pun was-was. Tapi mau apalagi, negara memintanya untuk bertugas di sana. Maka, dengan rasa was-was, ia pun berangkat ke medan tugas.
" Itu bisa dikatakan daerah terpencil. Daerah pinggiran Aceh. Ke sana itu, dari Banda Aceh, harus ke Medan dulu, menempuh 12 jam perjalanan. Dari Medan, baru bisa ke Aceh Tenggara. Saya harus menempuh 10 jam, baru sampai ke sana," tuturnya.

Sampai di kabupaten Aceh Tenggara, ia melapor ke kantor Pemda setempat. Elfin masih ingat pesan Bupati Aceh Tenggara ketika melepas ia dan kawan-kawan ke tempat tugas. Sang bupati berpesan, " Kalian harus memastikan Merah Putih tetap berkibar di sana," kata Elfin mengenang kembali pesan Bupati Aceh Tenggara yang sampai sekarang masih terngiang-ngiang di telinganya.

Dengan rasa was-was, ia pun berangkat, menempuh jalan yang melewati pegunungan. Kata Elfin, Kabupaten Aceh Tenggara sendiri berada tepat di kaki Gunung Leuser.
" Memang pada tahun 1995, Aceh tak ribut banget. Tapi GAM masih bercokol kuat. Saya kesana untuk sukseskan program pengentasan kemiskinan," ujar Elfin.
 
Waktu demi waktu ia jalani. Satu tugas rutinnya ketika itu adalah pagi-pagi dengan tergesa menaikan bendera merah putih di kantor Camat. Kala itu, tak ada yang berani menaikan bendera Merah Putih. Bila ketahuan pentolan GAM, tentu bakal runyam urusannya. Namun, karena tugas, ia tetap laksanakan, memastikan Merah Putih tetap berkibar di Tanah Rencong.

" Ketika itu semua daerah di Aceh rawan. Bahkan ketika itu banyak camat mengundurkan diri di Aceh. Nah yang banyak bertahan ya anak-anak IPDN," ujarnya.

Maka saking banyaknya camat yang tak mau bertugas, kata Elfin, Jakarta atau pemerintah pusat menempuh jalan, mengangkat tentara jadi camat. Atau angkat alumni IPDN untuk jadi camat di sana.

 " Akhirnya para camat dari militer. Makanya banyak camat yang berpangkat kapten"ujarnya.

Jika mengenang itu kembali, Elfin selalu merasa bangga. Setidaknya ada yang bisa diceritakan kepada anak cucu nanti. Bayangkan, kata Elfin, ketika itu ia masih anak muda, berstatus lajang pula. Ketika anak muda yang lain di kota, menikmati masa lajang dengan tenang, malah mungkin dengan hura-hura, ia mesti berada di daerah terpencil, di hinggapi rasa was-was suatu saat peluru menembus tubuh. Andai pun akhirnya ia harus mati di medan tugas, biarlah, setidaknya negara pasti akan menghargai pengorbanannya.
 
"Anak lajang, siapa yang mau bertahan. Tapi mau apalagi, namanya juga tugas," ujar Elfin.

Untungnya, sampai tugas kelar, hingga kemudian ia ditarik kembali ke Jakarta, tak terjadi apa-apa. Ia juga bangga, tiap hari Merah Putih berkibar. Perintah Bupati, ia bisa tunaikan. Kini, Elfin bertugas di Jakarta. Jabatan yang ia sandang sekarang, Kepala Bagian Perencanaan Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun