Mohon tunggu...
Kang Jenggot
Kang Jenggot Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan swasta

Hanya orang sangat biasa saja. Karyawan biasa, tinggal di Depok, Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Bila Negara Memanggil, Laksanakan dan Amankan, Jangan Mengeluh

11 September 2015   11:19 Diperbarui: 11 September 2015   11:38 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Malam sudah menjelang pukul 10 lewat. Saat itu saya masih mengerjakan tugas dari kantor, menyelesaikan satu berita yang belum rampung. Ya, kantor tempat saya bekerja, adalah sebuah perusahaan media. Jadi, mencari serta menuliskan berita, adalah menu rutin keseharian saya.

Kementerian Dalam Negeri, adalah salah satu pos liputan utama saya. Maka, sehari-hari saya lebih banyak beredar di sana. Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, adalah salah satu incaran saya, selain nara sumber lain, seperti Dirjen atau pejabat di kementerian tersebut.

Tiba-tiba, satu pesan masuk ke layanan blackberry messenger saya. Pesan datang dari redaktur di kantor. Pesan berupa perintah, menambahkan tanggapan dari pejabat di Kemendagri, atau alumni Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) terkait dengan usulan yang dilontarkan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, agar sekolah penghasil pamongpraja itu dibubarkan. Usulan itu memantik reaksi keras dari mana-mana, terutama dari para alumni IPDN. Mereka memprotes keras usul Ahok yang minta Presiden Jokowi bubarkan IPDN.

Waduh, malam sudah larut. Kemana saya cari narasumber. Lalu saya teringat, Bahtiar, mantan Kasubdit Ormas di Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum yang dulu bernama Ditjen Kesbangpol. Saya kenal Bahtiar, ketika lagi ramai-ramainya polemik UU Ormas. Dari kenal itulah saya kemudian tahu, dia lulusan atau alumni IPDN yang diusulkan Ahok untuk dibubarkan. Maka, sepertinya Bahtiar cocok untuk dijadikan narasumber, karena dia relevan. Dia lulusan IPDN. Saya pun coba mengontaknya, mengirim pesan padanya, meminta waktu luangnya menanggapi usulan Ahok.

"Sebentar dinda yah, masih rapat ini. Kita dikejar target, Pak Dirjen ingin kita bergerak cepat," jawabnya via pesan pendek.

Waduh, ternyata dia masih di kantor. Saya pikir, ia sudah leyeh-leyeh di rumahnya, seperti yang lainnya. Ternyata ia masih berkubang dengan pekerjaan. Pak Dirjen yang dimaksud adalah Pak Soedarmo, Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri.

Bahtiar sendiri kerap memanggil saya dan wartawan lainnya yang ia anggap adik dengan panggilan dinda. " Wah masih kerja, saya kira masih di rumah," saya pun membalas pesan pendeknya.

" Ha.ha.ha, bila negara memanggil, kita ini prajurit, pilihannya hanya dua, laksanakan dan amankan. Tak boleh mengeluh dinda," ujarnya via pesan pendek telepon genggam.

Membacanya terus terang saya salut akan etos kerjanya. Ia datang pagi-pagi, tapi pulang selalu larut. Saya pun tak mau mengganggunya. Namun tiba-tiba telepon genggam saya berdering. Dari Bahtiar. Ia ternyata memilih menghubungi saya, menginterupsi sebentar pekerjaannya sekedar menjawab permintaan wawancara saya.

Lewat sambungan telepon Bahtiar menyesalkan kenapa ada seorang gubernur mengusulkan pembubaran IPDN. Sebagai alumni IPDN, ia merasa tersinggung. Bahkan dengan keras, Bahtiar mengatakan, Ahok jangan merasa paling berjasa pada negeri ini. Banyak alumni IPDN, lebih lama, bahkan ikut andil mengawal republik ini hingga sekarang. Bila pun ada satu atau beberapa orang alumni yang salah, bukan berarti sekolahnya yang harus dibumi hanguskan. Sebagai seorang pemimpin, Bahtiar menyarankan Ahok, agar jangan terus memproduksi statemen yang membuat kelompok lain tersinggung. Sebagai pemimpin Ahok harusnya merangkul dan meluruskan. Bukan main gebuk.

Saya sigap mencatat, karena deadline terus mendekat. Dan, alhamdulillah, akhirnya saya selamat dari omelan redaktur. Berita pun lengkap. Langsung buka email, berita langsung melesat ke kantor via surel (surat elektronik).

" Terima kasih bang atas tanggapannya. Selamat saya tak kena omel redaktur," jawab saya via pesan pendek.

" He.he.he. Sama-sama dinda. Selamat bekerja. Ini harus kembali lanjut bekerja," katanya via layanan pesan pendek telepon genggam.

Sebelum pulang, saya pamit padanya. Ternyata ia masih bekerja. Wah, benar-benar penuh dedikasi. Demi negara, mereka wakafkan waktu. Padahal, bila dia ingin, mungkin bisa saja dia langsung pulang. Tapi seperti kata dia, bila negara memanggil, pilihannya hanya dua, laksanakan dan amankan. Jangan mengeluh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun