Saya bukan membela para alumni IPDN. Toh, tak ada satu pun keluarga saya yang jadi lulusan IPDN. Bahwa saya berteman dengan para alumni IPDN, itu tak ada salahnya bukan. Karena rumus saya, satu musuh terlalu banyak, dan seribu teman masih sangat sedikit.Â
Bila memang kemudian Jakarta lebih baik, tentu saya akan mengakui bapak sangat benar. Namun bila Jakarta, tak juga ada perubahan, siapa yang salah, saya tak tahu. Yang salah pasti saya, karena memang goblok. Saya selalu percaya, buah dalam satu pohon, pasti selalu saja ada yang busuk. Tapi, saya juga percaya, selalu saja ada buah yang baik, dan layak di makan.Â
Benar di UU ASN, pekerja swasta bisa direkrut. Apakah itu jaminan, kemudian layanan birokrasi akan baik? Menurut saya belum tentu juga. Tapi bisa saja itu memang mungkin terjadi. Namun faktanya yang lancung itu bukan hanya para pegawai plat merah. Namun banyak juga, pegawai korporasi yang notabene dari swasta berbuat cela. Contoh telanjang, yang menyebabkan asap di Sumatera, bukan lulusan IPDN, ups salah, maksudnya para birokrat. Tapi, pelakunya yang membuat dampak asap menggila, datang dari korporasi.Â
Ini menurut saya lho pak. Jadi jangan terlalu mendewakan satu kelompok, lalu menilai remeh kelompok lain. Bila perlu, semua dirangkul. Ada kelompok yang bengkok, ya diluruskan. Ada yang berprestasi, ya di kasih reward. Saya kira, seorang pemimpin harusnya seperti itu. Bukan, lantas yang bengkok diputuskan saja di tendang, atau bahkan dibumi hanguskan. Memperbaiki saya kira lebih baik, ketimbang menghancur leburkan. Apalagi, bila sebuah kelompok atau institusi itu pernah punya andil pada republik ini, tak hanya di Jakarta, tapi Indonesia. Bila memang ada yang keliru, kenapa tak diperbaiki. Kenapa harus dihilangkan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H